Malah Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan ultimatum pula dengan memberikan batas sampai 30 Sepetember 2016. Artinya di luar batas yang telah ditentukan, masyarakat yang belum memdaftarkan dirinya untuk mendapatkan eKTP,akan dianggap sebagai penduduk ilegal di Indonesia, sekalipun bahwa nenek moyangnya adalah bangsa Indonesia.
Ajang Korupsi
Ternyata apa yang diduga bawa proyek eKTP Nasional adalah sebagai proyek ajang korupsi, sudah menjadi kenyataan setelah pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu yang lalu Ketika dipimpin oleh Abraham Samad menemukan adanya indikasi korupsi itu.Â
Malah KPK telah menetapkan Sugiharto Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri  waktu itu sebagai tersangka.
Sebelum kasus korupsi dalam pembuatan eKTP Nasional ini terkuak, jauh hari sebelumnya Muhammad Nazaruddin Mantan Bendaharaw Partai Demokrat, yang juga Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat yang terlibat kasus korupsi Pembangunan Wisma Atlit Palembang, dan Pembangunan Komplek Olahraga Hambalang telah menyanyikan tembang korupsi eKTP Nasional.Â
Nazar mengatakan waktu itu kalau pembuatan eKTP Nasional yang berbiaya sekitar Rp 6 Triliun itu adalah proyek yang di dalamnya telah terjadi korupsi.
Dugaan korupsi yang di sinyalir oleh pihak KPK dalam Proyek pembuatan e-KTP Nasional itu negara mengalami kerugian sekitar Rp 1,12 Triliun, suatu jumlah yang cukup besar.Â
Walaupun KPK telah menyatakan adanya indikasi korupsi dalam pembuatan e-KTP Nasional itu, lagi lagi Menteri Dalam Negeri Gumawan Fauziwaktu itu mengatakan, dalam proyek pembuatan e-KTP Nasional itu tidak ada masalah. Berdasarkan hasil audit yang di lakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kata Gumawan tidak di temukan adanya kerugian Negara di sana.
Sementara menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto waktu itu mengungkapkan, salah satu bentuk penyelewengan yang ditemukan adalah penggunaan teknologi kartu e-KTP Nasional. Teknologi itu tidak sesuai dengan proposal yang diajukan. Ada penurunan kualitas kartu yang digunakan untuk e-KTP Nasional dan tidak sesuai dengan proposal.
Teknologi yang di pakai sesuai proposal adalah iris technology, mata, tetapi kemudian yang banyak dilakukan selama ini menggunakan finger (jari). Dengan demikian, ada ketidaksesuaian antara teknologi kartu dan teknologi pada perangkat pembaca e-KTP Nasional.Â
Menurut Bambang, perangkat pembaca e-KTP Nasional menggunakan teknologi iris. Tapi hasil yang beredar kemasyarakat bukan teknologi Iris, tapi melainkan finger.