Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

{TMN 100 H} Senandung Cinta dari Selat Melaka "71"

24 Mei 2016   14:33 Diperbarui: 24 Mei 2016   15:16 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber fhoto/hr.mdn bisnis.

Sebelumnya :

Setelah situasi aman, Hendrik datang mendekat. Dia melihat Azis yang tetap tenang. Hendrk melihat sekelilingnya dia tidak melihat seorangpun anak buahnya ada disekitar itu. Setelah Hendrik berdiri didepan pintu kamar bolanya, barulah anak buahnya yang terluka dan melarikan diri datang menghampirinya. Mereka menangkap satu orang diantara preman penyerang itu. Dan yang lainnya mereka biarkan begitu saja sampai Polisi datang. Sedangkan Azis dan Akkang Juntak sudah dalam perjalanan dengan angkotnya menuju Padang Bulan.

Kemudian :

Ketika Polisi datang kelokasi kerusuhan itu, Hendrik tidak melibatkan Azis. Karena baginya Azis merupakan Asset bagi usahanya dalam mengelola kamar bola diterminal Sambu itu.

“ Siapa yang melakukan semua ini “, Kata seorang Polisi yang berpangkat Kapten

“ Anak buah saya , karena mereka menyerang tempat usaha saya ini“, Jawab Hendrik

“ Apa sebabnya makanya mereka menyerang  tempat usaha anda ini?”.

“ Sayapun tidak mengerti, mungkin mereka menginginkan lahan ini”. Polisi itu terdiam, kemudian memereintahkan anak buahnya untuk membawa seluruh korban dari dua belah pihak.

“ Anda dan anak buah anda, ikut saya kekantor, nanti disana baru kita proses?”. Kata si Kapten. Para anggota Polisi yang datang itu kemudian mengangkat para korban yang tidak bisa berjalan kedalam mobil patroli yang mereka bawa.

“ Iya, saya akan menyusul”. Kata Hendri.

“ Joni, bawa orang itu kelantai tiga “, Perintah Hendrik kepada anak buahnya yang bernama Joni untuk membawa salah seorang dari preman yang menyerang itu, yang mereka tahan. Perintah itu disampaikan oleh Hendrik setelah Polisi meninggalkan lokasi itu.

“ Siapa yang menyuruh kalian menyerang tempat usaha saya ?”, Tanya Hendrik kepada Preman yang menyerang itu.

“ Bos Togar Ketua?”. Jawab orang itu.

“ Apa maksud dia?”.

“ Dia ingin untuk menguasai terminal Sambu Ketua”.

“ Bilang sama sitogar, dimana sajapun saya akan menantang dia “. Jawab Hendrik, lalu menyerahkan preman penyerang itu kepada Joni.

“ Perlakukan dia seperti biasa”. Kata Hendrik lalu meninggalkan Joni dengan preman itu. Tahulah Joni apa yang akan dilakukannya, sesuai dengan perintah bosnya itu. Jika Hendrik mengatakan perlakukan seperti biasa, maka orang yang akan diperlakukan seperti biasa itu, akan mereka pukuli sampai babak belur, barulah ia dilepas.

Hendrik adalah Bos preman diterminal Sambu, kawasannya melingkupi Pusat Pasar termasuk Medan Mall, pusat perbelanjaan di lingkaran terminal Sambu.  Keamanan bagi seluruh tempat tempat usaha dilingkaran pusat Pasar Sambu adalah kawasannya, dan menjadi tanggung jawabnya. Untuk menjalankan pengaman disekitar kawasan yang dipegangnya, Hendrik memiliki anggota sekitar seratus orang. Anggotanya inilah yang setiap harinya berkeliaran diseputar pusat pasar Sambu.

Bagi Hendrik, dia tidak perduli apakah anak buahnya ini melakukan pencopetan terhadap orang orang yang datang berbelanja kepusat pasar Sambu. Yang penting bagi Hendrik adalah keamanan bagi para pengusaha yang membuka usahanya diseputaran pusat pasar Sambu. Hendrik memesankan kepada anak buahnya ini , untuk menjaga keamanan bagi para pengusaha yang membuka usaha diseputaran pusat pasar Sambu. Karena setiap bulannya para pengusaha ini menyetorkan uang keamanan kepada Hendrik.

Pusat pasar Sambu terkenal dengan anekdotnya Rencong kiri kanan namun dompet hilang juga. Begitulah mahirnya para pencopet yang berkeliaran diseputaran pusat pasar Sambu. Walaupun orang yang akan menjadi target para pencopet, memiliki senjata tajam yang terselip dipinggangnya, namun mereka tidak merasa gentar untuk melakukan pencopetan terhadap orang tersebut.

Sementara Togar adalah bos dari kelompok Preman Aksara. Togar ingin memperluas kekuasaannya sampai keterminal Sambu, makanya Togar mencoba coba untuk menganggu wilayah yang dikuasai oleh Hendrik. Perebutan kekuasaan wilayah bagi seorang Bos preman adalah hal yang biasa. Walaupun Pemerintah telah menetapkan sebuah hukum bagi ketertiban masyarakat, namun dikalangan preman yang berlaku adalah hukum rimba, siapa kuat dialah yang berkuasa. Dan ketika terjadi penyerangan untuk merebut kekuasaan wilayah, mereka tidak pernah mengadukannya kepada Polisi, mereka akan menyelesaikannya dengan caranya sendiri.

“ Tidak kusangka kau jago seperti itu”. Kata akkang Juntak. Ketika Azis dan Akkang Juntak minum kopi diwarung Padang Bulan.

“ Aku hanya membela diri saja akkang”. Jawab Azis.

“ Tapi kulihat kau menyerang, bukan mempertahankan diri”, Ujar akkang Juntak.

“ Mereka yang menyerang aku duluan akkang?’, Jawab Azis.

“ Bah, kenapa bisa begitu, pada hal kau bukan anak buahnya si Hendrik?”.

“ Aku didalam kamar bola itu sedang menyapu lantainya, kudengar ada ribut ribut. Kemudian mereka masuk kekamar bola, mereka membalikkan meja meja bola. Aku sebanarnya tidak ingin campur dalam persoalan mereka. Tapi ketika mereka melihat aku berada didalam kamar bola mereka menyerangku, untuk mempertahankan diri terpaksalah aku melawan mereka akkang”. Kata Azis menceritakan persioalannya kenapa dia ikut terlibat dalam persoalan itu.

 “ Biar kau tahu, kenapa preman preman itu menyerang kamar bola si Hendrik, mereka ingin menguasai wilayah pusat pasar Sambu yang dibawah kekuasaan si Hendrik. Penyerangan seperti itu sudah biasa dikota besar. Sekarang persoalannya, walaupun kau tidak terlibat didalamnya, tapi dirimu sudah masuk dalam lingkaran itu. Aku tidak perlu lagi untuk menasehati kau supaya berhati hati, karena aku melihat kau sudah siap untuk itu”. Akkang Juntak menghirup kopinya dan memakan juadah gorengan yang diletakkan oleh pemilik warung dimeja mereka.

“ Maksud akkang?”. Tanya Azis dia belum mengerti kemana arah bicara akkang Juntak ini.

“ Semua orang diterminal Sambu sudah melihat kehebatan dan kejagoanmu dalam berkelahi. Itu artinya kau akan ditarik oleh si Hendrik untuk menjadi anggotanya, kau harus siap untuk itu, kalau kau mau hidup dipasanan. Kemudian bagaimanapun satu dua dari para preman preman yang menyerang itu pasti ada yang mengenali dirimu. Mereka akan membalaskan dendam mereka kepadamu. Dan untuk itu kaupun harus sudah siap”. Ujar akkang Juntak menasehatinya.

“ Kalau memang seperti yang akkang katakan itu yang terjadi, apa boleh buat akkang, aku sudah siap untuk itu. Aku perlu hidup, aku perlu makan dan diterminal inilah temnpatku untuk mencari makan, untuk memenuhi tuntutan kehidupanku, apapun yang terjadi aku harus menghadapinya. Walaupun akkang tujuanku merantau kekota Medan ini, bukan untuk mencari permusuhan, dan bukan pula untuk menunjukkan kejagoanku. Tapi oleh karena keadaan aku harus menhadapi semua itu akkang”. Jawab Azis, yang membuat ada rasa harus dihati akkang Juntak. Sungguh rendah hati anak ini, walaupun dia punya kepandaian bela diri yang hebat, namun dia tidak pernah memperlihatkannya, sekalipun dia menjadi bahan olokan para orang orang yang mencari kehidupan diterminal sambu. Kata akkang Juntak didalam hatinya.

“ Tidak sia sia aku mengangkatmu sebagai adikku ?”, Kata akkang Juntak yang membuat Azis menundukkan kepalanya.

“ Apa lagi lae Juntak, sudah gilirannya untuk berangkat, maju”. Kata mandor yang mengatur keberangkatan angkot dari terminal Padang Bulan.

“ Sudah penuh penumpangnya rupanya?”. Tanya akkang Juntak, lalu menghabiskan sisa minumannya.

“  Tidak bisa menunggu penuh, yang dibelakang marah?”. Kata simandor.

“ Bah, iyalah kalau begitu, ayo Zis kita berangkat”. Akkang juntak dan Azispun kembali keangkotanya, perlahan  akkang Juntak menjalankan angkotnya, didalam hanya ada lima orang penumpang, Azispun mulai berteriak teriak untuk memanggil penumpang.

“ Sambu…Sambu “, Teriak Azis disepanjang perjalanan yang mereka tempuh dari Padang Bulan menuju terminal Sambu. Apa yang dikatakan oleh akkang juntak menjadi pemikiran Azis. Disepanjang perjalanan, Azis mengingat apa yang dikatakan oleh akkang Juntak. Tapi baginya semua itu sudah siapa untuk dihadapinya,

           

Bersambung…….

Bagan Siapi Api 2016

Tulisan ini diikut sertakan dalam Tantangan  100 Hari Menulis Novel – Fiksianacommunity di Kompasiana

“ Cerita yang di kemas dalam bentuk Nopel ini adalah merupakan cerita fiksi belaka, jika ada nama dan tempat serta kejadian yang sama atau mirip terulas dalam nopel ini hanyalah secara kebetulan saja. Tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian yang sebenarnya “ (Penulis).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun