selat melaka/sumber fhoto/hr.medan bisnis
Sebelumnya
Azis dan Meilan, masih tampak diam, seolah oleh mereka telah banyak menumpahkan kata kata. Kebisuan menyelimuti mereka. Hanya sesekali mereka saling pandang, lalu keduanyapun tersenyum. Meilan yang ingin berbicara dengan Azis, tidak tahu harus dari mana memulainya. Angin yang berhembus memaikan anak rambutnya, hingga luruh jatuh dikeningnya. Dan sesekali pula Azis membelai anak rambut Meilan yang jatuh dikeningnya itu. Membuat perasaan Meilan melambung tinggi.
Kemudian :
“ Zis, apa benar kau telah mengganggu pacar orang yang mengkeroyokmu itu?”, Tanya Meilan memulai percakapan, setelah mereka lama membisu.
“ Aku bingung Mei, aku tidak pernah mengganggu siapapun?”. Jawab Azis, dibawah jembatan terlihat sebuah perahu nelayan sedang melintas.
“ Kalau kau tidak mengganggunya kenapa kau dikeroyok mereka?”. Meilan menatap tajam kearah Azis, seolah olah Meilan meminta jawaban yang pasti dan jujur dari Azis.
“ Kau kenal dengan Marlinakan?”.
“ Anak satu sepuluh itu?”, Tanya Meilan.
“ Ya,”.
“ Kenapa dengan dia?”.
“ Kau tahu dengan yang namanya Rudi?”.
“ Rudi yang mana?”. Tanya Meilan lagi.
“ Yang pernah mendaftar disekolah ini, bersama Marlina?”.
“ Iya, kenapa dengan dia?’.
“ Dia dan teman temannyalah yang mengkeroyok aku, mungkin dia cemburu, karena Marlina sering menegurku. Sewaktu dia datang, dia katakan kepadaku, jangan mengganggu Marlina, karena Marlina itu katanya pacarnya. Aku mana tahu kalau dia pacaran sama Marlina. Lagi pula hubunganku dengan Marlina, hanya teman satu sekolah. Itupun hanya tegur sapa bila bertemu, tak lebih dari itu?”. Azis menjelaskannya kepada Meilan.
“ Tapi kulihat Marlina itu suka sama kamu?”. Meilan melemparkan pandangannya kearah mata hari yang akan terbenam. Suasana diatas jembatan mulai berangsur angsur sepi. Karena pengunjungnya mulai pulang meninggalkan jembatan.
“ Dia suka kepadaku, dia ada hati dengan ku, itukan urusannya. Bukan urusanku, karena aku sedikitpun tidak punya perasaan apa apa dengan dia. Selain dari pada hubungan teman satu sekolah?”.
“ Iya, tapi kelihatannya dia memburumu terus, lama lama kaukan tergoda juga. Mungkin itu yang ditakutkan oleh Rudi, maka dia mengingatkanmu?”. Nada suaranya sedikit menyimpan rasa cemburu. Dan Azis tahu itu. Dia tidak ingin kecemburuan Meilan terhadap Marlina berlama lama tersimpan dihatinya.
“ Mei?, sekalipun dia memburuku keujung langit, jika aku tak punya perasaan apa apa dengan nya, hasilnya akan membuat dia lelah sendiri. Lagi pula sungguh bodohlah dia, memburu orang yang hatinya sudah tercuri oleh orang lain.”.
“ Siapa rupanya yang telah mencuri hatimu?”.
“ Janganlah seperti kura kura dalam perahu, pura pura tidak tahu?”.
“ Sudah gaharu cendana pula. Itu maksudmu, sorry lah ya?”. Jawab Meilan sambil mengeluarkan lidahnya. Ingin rasanya Azis untuk menyentuh lidah itu dengan lembut.
“ Mei, hati ini tidak akan pernah terbagi dua. Lagi pula buat apa aku harus tergoda dengannya. Aku sendiri juga punya seorang pacar, yang tak kalah cantiknya dengan Marlina, Orangnya baik, hatinya lembut, selembut salju. Dan dia sudah lama kukenal, sehingga aku hapal dengan kepribadiannya. Yang membuat aku tanpa ragu untuk memilihnya, jika memang diperkenankan ia menjadi isteriku?”. Bagaikan seorang pujangga Azis mengucapkan kata katanya itu. Tapi bagi Meilan dia merasa ragu dengan yang dimaksudkan oleh Azis. Apakah yang dimaksudkan oleh Azis adalah dirinya, atau ada wanita yang lain yang singgah dihati Azis.
“ Sungguh beruntung wanita itu, mendapatkan calon suaminya, yang baik, pemurah, tak pernah marah, mudah tersenyum sekalipun dia disakiti, hatinya rendah, sedikitpun tak terlihat gurat gurat kesombongan diwajah laki laki itu. Kalau boleh aku tahu, siapakah wanita yang beruntung itu?”. Perasaannya bergelora, rasa tidak sabar dia ingin mendengarkan pengakuan Azis, kalau wanita yang dimaksudkan oleh Azis itu adalah dirinya. Tapi alangkah sakit dan kecewanya hati ini, jika yang dimaksudkan Azis bukan dirinya. Azis tidak secepat itu untuk menjawabnya, karena dia ingin mengukur kadar hati wanita yang ada dihadapannya ini.
“ Dia orang satu kampung denganku, sejak kecil aku dan dia sudah berkawan. Dan kemudian kami satu sekolah di SD sampai SMP di kampung?”. Sampai disini Azis tidak melajutkan kata katanya. Hati Meilan semakin merasa cemburu, karena Azis menggantung jawabannya.
“ Kemudian satu sekolah di SMA kota Bagan Siapi Api ?”. Sambung Meilan karena Azis tidak meneruskan kata katanya.
“ Dari mana kau tahu kalau aku satu sekolah dengannya di SMA Bagan Siapi Api?”. Tanya Azis untuk mempermainkan hati Meilan.
“ Aku hanya menebak saja?, tapi betulkan temabakan ku itu?”.
“ Ya, kau memang pintar untuk menebaknya, Aku satu sekolah dengan dia, bahkan satu local dengannya. Tapi ada keraguan dihatiku, apakah dia juga punya perasaan seperti yang kurasakan. Karena aku tahu ada orang yang akan memisahkan kami. Ada orang yang ingin mendekatinya, dan membuat hatiku cemburu?”. Semakin jauh Azis mempermainkan perasaan gadis itu.
“ Aku yakin, dia pasti juga punya perasaan seperti yang kau rasakan terhadapnya, malah aku berani bertaruh, kalau cintanya cukup besar kepadamu, mengalahi cintamu kepadanya, sekalipun dia merasa tersakiti, dia tidak akan pernah untuk mencari yang lain dan berpaling kepadanya”. Ujar Meilan yang membuat perasaan azis, semakin berbunga bunga.
“ Dari mana kau tahu semua itu?”. Kata Azis pura pura bertanya, yang membuat Meilan tidak sabar dipermainkan oleh Azis seperti itu.
“ Karena yang kau maksudkan itu adalah aku, akukan Zis yang kau maksud?”. Azis tidak langsung menjawabnya. Ia hanya menatap kearah wajah Meilan, yang semakin menampakkan wajah yang sedang cemburu.
“ Jawablah Zis, aku kan yang kau maksudkan itu?”. Meilan memegang dua tangan Azis, dan menggoyang goyangkannya. Tanpa disadari oleh Meilan Azis memeluknya dengan erat, tubuh mereka lekat bagaikan bersatu
“ Iya, engkaulah yang kumaksudkan, aku sangat mencintai dan menyangimu Mei? Sehingga membuat aku takut untuk kehilanganmu?”. Azis membisikkan kata kata itu ketelinga Meilan, Bagaikan lagu merdu yang yang didendangkan oleh bidadari dari sorga loka, kata kata itu meresap ditelinga Meilan.
“ Aku juga mencintai dan meyangimu Zis. Hati ini merasa cemburu jika kau dekat dengan wanita lain. Kumohon kepadamu Zis, janganlah kau sakiti hatiku. Sejak aku mengenal seorang laki laki yang kusukai, kaulah orangnya. Berjanjilah kepadaku. Bahwa kau tidak akan menyakiti dan mengecewakan hatiku”. Meilan juga mengucapkan kata kata itu dengan berbisik ketelinga Azis. Namun pelukan mereka tak jua mereka lepaskan.
Suasana dijembatan itu, mulai terlihat semakin sepi. Cahaya sinset mata hari tampak menyentuh dedaunan pohon mangrup, yang tumbuh disepanjang pantai sungai Rokan. Sementara sinarnya yang lain berwarna merah jingga, tampak membenam dipermukaan sungai Rokan yang panjang, dan berliku, seperti jalan kehidupan, yang harus ditempuh oleh keduanya.
Bersambung…….
Bagan Siapi Api 2016
Tulisan ini diikut sertakan dalam Tantangan 100 Hari Menulis Novel – Fiksianacommunity di Kompasiana
“ Cerita yang di kemas dalam bentuk Nopel ini adalah merupakan cerita fiksi belaka, jika ada nama dan tempat serta kejadian yang sama atau mirip terulas dalam nopel ini hanyalah secara kebetulan saja. Tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian yang sebenarnya “ (Penulis)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H