“ Apa alasanmu untuk berhenti sekolah, dan ingin bekerja?”. Kata ibunya bertanya.
“ Bu, kehidupan kita seperti sekarang ini tak memungkinkan aku untuk melanjutkan sekolah. Karena jika aku melanjutkan sekolah tentu perlu biaya, sementara untuk makan saja kita pas pasan. Belum lagi biaya untuk adik adik. Jadi kalau aku tak sekolah dan bekerja, aku bisa membantu kehidupan kita bu? Dan dapat membiayai adik adik untuk tetap sekolah”, Azis menunduk dia tak berani untuk memandang wajah ibunya. Ada segurat kesedihan disana, diwajah ibunya yang mulai renta.
“ Tidak Zis!, kau tidak boleh berhenti sekolah. Kau harus tetap melanjutkan sekolahmu. Biar bagaimanapun ibu akan mengusahakan biaya sekolahmu dan biaya sekolah adik adikmu. Ibu masih sanggup Zis untuk semua itu”. Azis mendengarkan suara ibunya yang lirih.
“ Siapa yang akan membantu kita bu?, sementara ibu lihat sendiri abang dan kakak, mereka juga hidup dengan pas pasan. Apakah kita minta bantuan keluarga dari abang dan adik ayah, atau dari keluarga ibu”, Azis menatap wajah ibunya. Wanita itu juga menatap kearahnya.
“ Zis, kita tidak perlu untuk meminta bantuan kepada siapa siapa. Kita hanya boleh meminta bantuan kepada yang diatas, dialah yang menentukan segalanya. Hidup ini jangan terlalu cengeng. Kita tak boleh lemah dalam menghadapi kehidupan kita harus tegar. Sering seringlah berdoa kepada tuhan dia akan memberi kelonggaran buat orang orang yang senantiasa berdoa kepadanya. Kau tidak boleh bekerja, karena belum saatnya kau untuk bekerja, kau harus sekolah. Ibu akan mengusahakan segalanya”. Wanita tua itu berkata tegas. Jika sudah seperti ini Azispun tak berani untuk lebih banyak membantahnya. Karena ia tahu sipat ibunya ini yang tidak pernah mau menyerah, sekalipun itu terhadap waktu.
“ Bu, kalau ibu izinkan aku untuk bercerita, ada yang ingin kuceritakan kepada ibu?”, Azis adalah seorang anak yang cukup hormat kepada orang tua, maka dalam menyampaikan kata kata dia memilih kata kata yang sopan dan santun, azis dalam setiap perkataannya menjaga agar apa yang disampaikannya tidak menyinggu perasaan orang tuanya. Apalagi sejak kematian ayahnya, ibunya bertindak sebagai ibu dan sekaligus ayah bagi mereka anak anaknya.
“ Apa yang ingin kau katakan, katakanlah, ibu akan mendengarkannya, sekalipun itu tak pantas kau sampaikan kepada ibu”. Wanita itu menatap tajam kepada putranya ini, ia seakan meraba isi hati anaknya inyang berada dihdapannya, apa yang akan dikatakan oleh putranya.
“ Bu, Meilan siap untuk membantu biaya sekolahku, jika aku melanjutkan sekolah?”, kata azis suaranya bagaikan tersekat. Diliriknya wanita yang melahirkannya, namun dia tidak berani untuk menegakkan kepalanya.
“ Mailan ?, apa yang kau maksud Meilan anak toukeh ikan Haifeng itu?”, ada getaran yang melukisan ketidak senangan ibunya terhadap gadis turunan Tiongkok ini. Tapi Azis tak mengetahui apa penyebab ketidak senangan ibunya.
“ Iya bu ?”, Azis masih tetap dalam posisi menundukkan wajahnya. Wanita tua yang dipanggilnya ibu semakin melirik tajam kearahnya.
“ Apa hubunganmu dengannya?”.