[caption caption="Sumber fhoto/Hr Medan Bisnis"][/caption]
Sebelumnya
Melihat wajah bono yang dipenuhi oleh sisa kue bolu yang dilemparkan oleh Maisyaroh, membuat para siswa yang mengemasi peralatan acara perpisahan itu menjadi tertawa. Sorak soraipun membahana dilokasi itu. Beberapa guru keluar dari ruangan kantor dan melihat apa yang terjadi. Begitu mereka melihat wajah Bono ditempeli sisa kue bolo, para guru itupun ada yang tertawa dan ada yang hanya tersenyum saja. Merekapun masuk kembali keruangan kantor sekolah.
“ Maaf ya Bono, aku tak sengaja, aku tadi mau melempar Maimunah, tapi kau lewat didepannya, maka kaulah yang terkena”. Dengan gugup Maisyaroh berkata kepada Bono
“ Kalau bercanda jangan keterlaluan, ini bagaimana?”, kata Bono sembari menunjuk kearah wajahnya, tak biasanya Bono bersikap selembut ini. Biasanya jika dia tersinggung perkataan kasar yang keluar.
“ Iya, iya aku bersihkan “, Ujar Maisyaroh,
“ pakai apa?”, Tanya Bono
“ Pakai Rinso”, jawab Meilan sambil tertawa, Maisyaroh juga mau tertawa mendengar apa yang dikatakan oleh Meilan tapi dia tahan rasa gelinya itu karena dia takut Bono akan marah.
“ Mari biar aku yang membersihkan “, kata Azis, diapun mengambil kertas tisu yang terletak diatas meja, kemudian mengambil sebotol air mineral lalu ia menyuruh Bono memcuci mukanya terlebih dahulu. Setelah itu Azis mengelapnya dengan kerta tisu.
“ Sudahlah biar aku sendiri yang membersihkannya?”, Bono mengambil kertas tisu dari tangan Azis lalu membersihkannya sendiri.
“ Bono berharap agar Maisyaroh yang membersihkan, ternyata Azis yang datang”. Canda Jamal dari atas pentas ia sibuk membantu pemilik music kayboart menyusun peralatannya
“ Ternyata harapan Bono tak kesampaian, kasihan deh loe”. Maimunah memanas manasi Bono, tapi Bono tak terpancing dengan apa yang dikatakan oleh kedua temannya itu.
“ Maisyarohkan sudah minta maaf dia tak sengaja melempar Bono”, kata Meilan
“ Sudahlah, jangan lagi dipersoalkan, kerjakanlah masing masing pekerjaan kalian”, Azis meredakan suasana. Semua siswa yang tergabung dalam kepanitiaan kembali mengerjakan pekerjaan yang tersisa.
Langit mulai memperlihatkan tanda tanda bahwa malam akan tiba, sinar mata hari Nampak memerah jingga. Dihalaman sekolah hanya yang terlihat para siswa yang menjadi panitia dan beberapa orang guru. Mereka dengan sungguh menyelesaikan pekerjaannya jangan sampai malam tiba.
“ Sudah selesai semuanya?”, Tanya Buk sartika, sebagai guru pengawas di SMP itu
“ Sudah buk?”, Jawab Azis
“ Tak ada lagi yang tinggal atau hilang?’
“ Semua sudah sesuai dengan yang dipakai dan yang dipulangkan”, kata Meilan
“ kalau begitu kalian boleh pulang”. Buk Sartika menyuruh Azis untuk memanggil Mang Sadiman penjaga sekolah.
“ Iya buk”, Azis berlari lari kecil kebelakang sekolah . rumah penjaga sekolah itu berada dibagian belakang sekolah.
“ Mang, Mamang disuruh Buk Sartika untuk menemuinya “. Mang Sadiman tampak tengah membersihkan halaman belakang sekolah
“ Dimana ibuk itu Zis?”
“ Di halaman Depan Mang”
“ Azis duluanlah, mamang menyusul”, mang Sadikun menyimpan peralatannya lalu menyusul Azis kehalaman depan sekolah.
“ Ada apa Buk?’, Tanya mang Sadikun setelah berada didekat buk Sartika
“ Mang, Teratak dan alat alat pentas ini, akan mereka bawa nanti malam, jadi tolong jagain sebelum yang punyanya datang”, Mang Sadiman tampak mangut mangut
“ Iya Buk, akan saya jaga”,
“ Kami sudah boleh pulang buk?” kata Maisyaroh.
“ Kalau memang tidak ada lagi yang kamu kerjakan, kalian boleh pulang”. Jawab buk sartika. Mendengar ini, para siswa itupun kemudian bubar dan pulang. Buk Sartika masuk kedalam kantor sekolah, dan kemuadian keluar.
“ Mang pintu kantor ditutup ya, semua guru sudah pada pulang”. Ujar Buk sartika sambil brejalan keruangan parkir untuk mengambil sepeda motornya dan kemudian hilang dibalik gerbang sekolah.
“ Zis kau menyambung kemana?”, Tanya Bono ketika mereka telah berada diluar gerbang sekolah.
“ Belum tahu, kalau kau kemana?”, Azis balik bertanya tapi yang menjawab bukan Bono melaikan jamar.
“ Kalau aku menyambung SMA di Sinaboi ini saja?”.
“ Aku mungkin menyambung SMA Negeri Bagan Siapi Api. Itupun tergantung kalau nilaiku cukup “. Kata Bono.
“ Kalau tak cukup, kau menyambung kemana?”, Tanya Jamal pula
“ Ke Pekan Baru ketempat kakakku. Disana aku bisa sekolah sambil membatu mereka bekerja?”, Bono menjelaskan, langkah mereka bertiga semakin jauh meninggalkan sekolah
“ Kakakmu kerja Apa di Pekan Baru?”, Azis melihat kepada Bono, dia ingin tahu juga apa yang dikerjakan oleh kakak Bono di Pekan Baru, mana tahu entah dia juga bisa bekerja dengan Bono disana.
“ Mereka buka bengkel mobil dan pencuciannya”, Jawab Bono. Azis tidak bertanya lagi. Tapi pikirannya melayang entah kemana.
“ Kau kenapa menyambung di Sinaboi Saja Mal?”, Tanya Bono.
“ Kalau keluar tentu banyak biayanya”, kata Jamal Menjawab
“ Mutunya rendah disini”, kata Bono lagi agak menyombongkan diri
“ Tergantung kita juga. Dimanapun kita bersekolah kalau memang dasar kita orang bodoh tetaplah bodoh”, Azis menipali apa yang mereka katakan.
“ Betul kau katakan itu Zis”, jawab Jamal pula
“ Disekolah yang elit dan mutu pendidikannya hebat, kalau muridnya bodoh ia tetaplah bodoh. Sebaliknya jika walaupun sekolahnya tidak elit dan mutu pendidikannya rendah, tapi jika siswanya pintar pintar sekolah itu akan menjadi hebat”. Azis menyambung perkataannya yang semapat dipotong oleh Jamal.
“ Lagi pula jika aku sekolah di Sinaboi ini, aku bisa ikut melaut sama ayah, jika hari hari libur. Kan lumayan bisa membantu biaya sekolah”. Jamal menuturkan kenapa dia tidak bersekolah diluar Sinaboi.
“ Kalau kau Zis menyambung kemana?”, Tanya Jamal.
“ Mungkin aku tak menyambung”. Jawab Azis singkat, walaupun dalam hatinya diua masih mempertimbangkan tawaran dari Meilan dan keputusan dari ibunya.
“ Kenapa kau tak melanjutkan?”, susul Jamal lagi.
“ seperti yang kau katakan tadi, sekolah perlu biaya”.
“ Kita menyambung di Sinaboi ini saja, sewaktu waktu kita bisa melaut untuk mencari uang”, Azis terdiam sesaat, dia membenarkan juga apa yang disarankan oleh temannya ini.
“ Betul juga kau bilang itu Mal, kalau kita sekolah di Sinaboi ini, siang pulang sekolah kita bisa menjaring ditepi tepi pantai itu. Dan hasilnya bisa untuk menambah biaya sekolah kita”, Bono termaka hasutan yang disampaikan oleh Jamal.
“ Iya, dari pada kita tak sekolah, mau jadi apa”, kata Jamal pula. Ketiganya terus melangkah untuk menuju pulang kerumah. Sebagai biasa pula dipersimpangan Balai Desa ketiganya berpisah.
“ Besok jam berapa kita kesekolah”, Jamal bertanya sebelum ia membelok kearah kiri
“ jam sepuluh pagi”, jawab Bono. Lalu melanjutkan langkahnya meninggalkan Azis. Jamal juga membelok kekanan. Azis dengan hati yang bingung dia juga melanjutkan langkahnya menuju rumah.
Didalam perjalanannya banyak Tanya yang berkecamuk dihatinya. Ia teringat dengan kata kata Meilan kepadanya tentang kelanjutan sekolahnya. Tapi disisi lain dia juga tidak ingin terlalu memberatkan gadis itu untuk membiayai pendidikannya. Tentang ibunya, Azis juga belum mengetahuinya apakah ibunya akan menyetujui jika dia berhenti sekolah dan bekerja, atau dia berterus terang bahwa dia tetap sekolah dengan bantuan Meilan?, inilah yang sedang berkecamuk dihatinya.
Bersambung…….
Bagan Siapi Api 2016
Tulisan ini diikut sertakan dalam Tantangan 100 Hari Menulis Novel – Fiksianacommunity di Kompasiana
“ Cerita yang di kemas dalam bentuk Nopel ini adalah merupakan cerita fiksi belaka, jika ada nama dan tempat serta kejadian yang sama atau mirip terulas dalam nopel ini hanyalah secara kebetulan saja. Tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian yang sebenarnya “ (Penulis)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI