Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Bukalah Pintumu

29 Maret 2015   16:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:50 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditepian Sungai Rokan

Ditepian  sungai Rokan kita ukir sejarah

dari batu, dari pasir, dari segala yang ada

cerita masa lalu

mengalir bagaikan darah

dari nadi nadi kehidupan

Entah zaman yang sudah berobah

atau kita yang sudah latah

termakan usia yang semakin papa

menggoreskan luka diatas asa

wajah wajah kita yang nampak

dicermin kaca yang retak

Airmu mengalir bagaikan jalan yang tidak ada ujung

menerpa samudra diluasnya padang pasir

kita ukir cerita usang kepada anak cucu

yang entah kapan lahirnya

Kau luapkan amarahmu

air mata tangismu merendam huma

murkamu menjelma menjadi prahara

yang menggoreskan luka diatas duka

dari tahun ketahun tak pernah lunas

Tapi engkau bisa juga tenang

ketika emosi tak mengombak hati

ketika ambisi tak berujung iri

ketika amarah tak berlapis dengki

airmu tenang tempat becermin dimasa depan

Bagan Siapi Api 2014

Untuk Yang Pertama

Ini kali pertama kita saling kenal

diantara  serpihan angin selat Malaka

kita tarah gelombang

untuk kita jadikan biduk berlayar kertas

mengharungi  samudra api

Ini kali pertama kita bertemu

di lorong lorong kehidupan

kau tawarkan segelas madu

diantara ribuan gelas kristal berisi racun

memantulkan cahaya wajah wajah kita yang kusam

dalam tarikan nafas yang penuh sesak

karena houk mengutuk nasib

Ini kali pertama kita jalan bersama

diantara  ilalang dan pematang sawah

kau buka cerita usang yang mengingatkan aku pada sesuatu

diantara dengus kerbau dan suara tajak yang menggodam

hati penuh tanya

belum sampai juga kita ke ujung jalan

dalam pemikiran yang berbeda

betapa sebak rasa di dada

dipersimpangan jalan kau berlalu begitu saja

membuat aku jadi kecewa.

Bagan Siapi Api 2014

Membaca Takdir

Kita berdiri dalam syaf yang berbeda

pada sepenggal waktu yang sama

kita baca takdir di garis tangan kehidupan

pada kaki langit direntang cahaya biang lala

Kitapun bergegas

mengejar  sinar mata hari yang tinggal sepenggal

diantara lorong lorong waktu yang mengantarkan kita menjadi tuna

diantara tangis yang tidak dapat kita bedakan

diantara semua yang asing membuat kita menjadi terasing

Kitapun bersujud

diantara  air mata dan hujan yang turun rintik rintik

memaksa kita berhenti dan menepi

pada lorong lorong gelap dan sepi

merenungi diri

untuk membaca takdir dari ilahi.

Bagan Siapi Api 2014

Bukalah Pintumu

Andai kata kau biarkan aku masuk

dari pintu manapun kan kutembus

walau dari pintumu yang paling lapuk

Aku bukanlah pengembara yang syupi

setia membaca ayat ayatmu diluasnya padang kehidupan

tapi aku pernah meraut kalam  penunjuk ilahi dari ayatmu yang suci

di saat tubuh menggigil, malaria datang bertengger

aku teringat padamu

entah kenapa aku ingin berehat

walau tidur diatas lumpur yang bernoda

sekalipun jasad masih bisa menghirup udara bebas

diantara  deraian debu pada musim kemarau

diantara sepenggal pesan yang membuat cerita menjadi usang

hati yang kembara

diperjalanan waktu yang menyita

Bertahtalah maut

bukalah pintumu

biarkan aku masuk

dari pintumu yang paling buruk.

Bagan Siapi Api  2014

Sengkarut Memangut Luka

Sengkarut yang memangut disisi luka

Kita  berdiri disana

mengukir karang diganasnya ombak

menanam pohon ditali arusnya laut

ilusi hampa menghampar sukma

sajak kutaja luka diatas bara

kita berunding diatas meja yang retak

tampa arah, tampa kata

tak lagi bermakna

penaku kaku bak menari diatas duri

tapi dawatnya tercecer kemana mana

Kealam baka, sampai kesorga

Memberi warna.

Bagan Siapi Api 2014

Jendela

Lewat jendela ini aku menatap cakrawala

melahap segala yang berlalu lewat mata

pada dinginnya subuh

yang tak pernah melihat

segala yang ada

segala musnah pupus hilang bentuk

digaris bianglala

pada kaki langit yang tidak pernah bersenggama mesra ke bumi

pada helaian daun bambu

segalanya tertulis samar

tanpa makna

meraba dalam sabda

gelap pada hujan yang rintik

kitapun menepi

jendela kita tutup

semuanya jadi gulita

semuanyapun tanpa arti

Bagan Siapi Api 2014

Dendam

Kau hunus pedang pada sebuah harapan

kau kubur dengki pada pusara dendam

kau tabur kembang  pertikaian diatas tanah masa depan

pada nisan yang tertulis labirin kedamaian

sukmamu terpuaskan nafsu

sengkarut diwajahmu tak dapat menipu

segala yang melihat

takdir ditelapak tanganmu kaualiri dengan sumpah serapah

dalam lisan ditabir bibirmu

dendammu inpas sudah

tunai terbayar  dalam asa disegala yang ada

pada jiwamu yang rapuh

masihkan kau semayamkan dendam’

Bagan Siapi Api 2014

Ilustrasi/Fhoto Fixabay.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun