Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jual Beli Paket Proyek Siapa Takut ?

10 Oktober 2014   07:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:38 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_365272" align="aligncenter" width="300" caption="Beground/fhoto Galeri KPK"][/caption]

Sampai saat ini sejak di bentuknya Lembaga Pemberantasan Korupsi yakni, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pimpinannyapun sudah silih berganti, namun perhatian lembaga ini belum menyentuh terhadap Kepala Daerah Gubernur/Bupati/Walikota yang melakukan jual beli paket proyek yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Hampir di seluruh Provinsi/Kota/Kabupaten di Indonesia, Kepala Daerahnya melakukan peraktek jual beli paket proyek kepada pihak rekanan/kontraktor yang ingin mendapatkan paket proyek. Besaran dana jual beli paket proyek ini berpariasi. Mulai dari 6% sampai dengan 10% dari pagu proyek yang di tenderkan.

6% sampai dengan 10%, itu hanya untuk Kepala Daerah. Sementara Fee untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang lazim di sebut sebagai Kepala Dinas (Kadis) juga kecipratan uang fee sebesar 3%. Kemudian fee untuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pimpinan Proyek (Pimpro) yang punya jabatan sebagai Kepala Bidang (Kabid) di masing masing Dinas.

Setelah itu menyusul uang fee untuk pengawas lapangan sebesar 1%, Bendaharawan Proyek 1%, pembuatan bestek sekaligus Anwijing (Peninjauan lapangan) 1%, uang pengamanan untuk Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP)/Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pusat 1%. Pembuatan Surat Perintah Pembayaran Uang (SP2U) di bagian Keuangan 1%, semua ini di bayarkan oleh pihak kontraktor sebelum Berita Acara (BA) pencairan uang di lakukan.

Sebelum pekerjaan di lakukan pihak kontraktor terlebih dahulu menyelesaikan persoalannya dengan pihak Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI)/Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) dengan dalih jasa untuk bongkar buat barang material proyek, walaupun kedua serikat buruh dan pekerja ini tidak melakukan kegiatan bongkar muat. Dan yang terakhir uang pengamanan untuk Preman Setempat (PS). Jika tidak di beri jangan harap proyek yang di kerjakan bisa berjalan dengan mulus. Walaupun untuk serikat buruh/pekerja dan PS ini tidak ada patokan uang yang harus di berikan, akan tetapi jika di hitung secara total jumlahnya juga hamper mencapai 1% dari pagu anggaran proyek.

Maka jika di total secara keseluruhannya berjumlah nya 16%. Itupun kalau paket proyek itu langsung di berikan oleh Kepala Daerah atau SKPD. Akan tetapi ada juga paket proyek yang di beli oleh pihak rekanan/kontraktor dari pihak ketiga. Dari keluarga Kepala Daerah, atau dari Pimpinan/anggota DPRD yang mendapat jatah paket proyek, maupun dari Tim Sukses (TS) yang memenangkan Kepala Daerah ketika pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Pembelian paket proyek dari pihak ketiga, biasanya mencapai 10% dari pagu proyek. Jika di kalkulasikan seluruhnya maka jumlah uang yang akan di keluarkan oleh pihak Rekanan/kontraktor sebesar 26%. Pengeluaran dana fee ini tidak diatur di dalam Peraturan/Undang Undang. Tapi melainkan merupakan peraturan yang tidak tertulis yang bernuansa korupsi.

Bahkan terkadang jual beli paket proyek ini di lakukan jauh hari sebelum Anggaran di kotok oleh DPR/DPRD. Dan tidak jarang pula pihak rekanan/kontraktor merasa kesal karena paket yang di belinya tidak sesuai dengan yang telah di janjikan. Dari 26% yang harus di keluarkan oleh pihak rekanan/kontraktor dari pagu proyek, belum termasuk Pajak Penghasilan (PPH) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) masing masing sebesar 11,1/2% untuk PPH, dan 12,1/2 untuk PPN. PPH/PPN keseluruhannya berjumlah 25%. Dan ini wajib untuk di bayar oleh pihak rekanan/kontraktor, sesuai dengan peraturam dan perundang undangan.

Mari kita bayangkan uang yang terkuras di luar dari peruntukan pekerjaan proyek sebesar 26%, kewajiban yang tidak tertulis, di tambah 25% kewajiban yang tertulis, maka jumlah totalnya sebesar 51% dari pagu Proyek. Belum lagi keuntungan yang diambil oleh pihak rekanan/kontraktor dari hasil pekerjaan proyek itu. Jika mengacu kepada Peraturan Presiden No : 55 Tahun 2012, kontraktor hanya boleh mengambil keuntungan sebesar 15% dari pagu proyek yang di kerjakannya. Jika kontraktor mengambil keuntungan sebesar 15% maka jumlah total dana diluar peruntukan pekerjaan proyek sebesar 66%. Maka sisa dana yang di peruntukkan buat pekerjaan proyek hanya bersisa sebesar 34%.

Maka kita tidak perlu merasa heran jika dalam suatu pekerjaan kita temui pekerjaan proyek itu tidak sesuai dengan bestek. Hari ini di kerjakan, satu bulan kemudian keadaannya sudah kupak kapik. Karena apa, karena dana pembangunan proyek tersebut sudah habis untuk keperluan mendapatkan paket proyek. Maka wajar jika mutu proyek itu rendah karena dana nya tidak lagi sesuai dengan bestek proyek itu.

Tentu timbul pertanyaan, apakah penegak hukum di daerah tidak mencium bau busuk paket proyek ini?,kita pastikan bahwa para penegak hukum di daerah jelas mencium adanya permainan jual beli paket proyek yang di lakukan oleh Kepala Daerah/Keluarga dan kroninya. Lantas kenapa tidak di tindak. Tentu pertanyaan ini yang muncul.

Boro boro mau menindak Kepala Daerah/Keluarga dan kroninya. Para penegak hukum di daerah ini juga punya jatahpaket proyek yang di berikan oleh Kepala Daerah. Nah jalan satu satunya untuk memutus mata rantai korupsi yang di lahirkan dari proses jual beli paket proyek di daerah harapan ada pada KPK. Itupun terlepas ikut tidaknya KPK bermain Proyek di daerah.

Salam Kompasiana !

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun