Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Korpri Jangan Hanya Sekedar Tukar Baju

2 Januari 2015   17:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:58 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_387846" align="aligncenter" width="275" caption="Ilustrasi/grosirkainbatik.blogdetik.com"][/caption]

Setelah ditetapkannya Undang Undang N0 : 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), maka nama Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (Korpri) akan berganti nama menjadi Korps Profesi Aparatur  Sipil Negara (KPASN). Hal ini terjadi setelah 43 tahun Korpri menjadi tempat bernaungnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di dalam Pemerintahan Republik Indonesia.

Pergantian nama Korpri menjadi KPASN menjadikan persaingan dalam peningkatan kinerja di kalangan PNS akan semakin ketat. KPASN tentu akan menuntut setiap PNS harus memiliki kompetensi yang benar-benar bisa diandalkan. Setiap PNS memiliki kredibel dan dedikasi yang tinggi serta professional dalam menggeluti setiap pekerjaan yang ditugaskan oleh Negara kepadanya.

Karena anggota KPASN yang bernaung di dalamnya tidak semata hanya PNS seperti yang ada pada Korpri. Tapi melainkan ada pihak swasta yang professional dan pihak TNI/Polri yang dikaryakan. Hal itu termaktub pada BAB III Jenis, Status dan Kedudukan Bagian kesatu. Jenis Pasal 6 ayat (1) Pegawai KPASN terdiri dari atas A. PNS. B. Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (4) menyebutkan PPPK adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki syarat tertentu yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.

Kemudian pada BAB IV Jabatan ASN Bagian Kesatu umum Pasal 20 ayat (1) Jabatan ASN diisi dari pegawai ASN. Ayat (2) Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari A. Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri)

Berdasarkan UU NO 5 Tahun 2014 tentang ASN itu pula yang akan memberi peluang dan kesempatan kepada pihak swasta di luar PNS untuk memimpin satu departemen di tingkat pusat dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tingkat provinsi, kabupaten dan kota melalui jabatan PPPK.

Bagi PPPK yang memiliki kompetensi di bidang pendidikan bisa untuk diangkat menjadi SKPD pada Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten dan Kota. Atau sebagai SKPD pada Dinas Pekerjaan Umum, sesuai dengan kompetensi ilmu dalam bidang kerja yang digelutinya. Sementara para PNS yang tidak memiliki kompetensi akan tersisih, sekalipun bahwa pangkat dan golongannya memungkinkan diangkat menjadi SKPD.

Selama ini para PNS di daerah tidak merasa tersaingi dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi Negara. Banyak PNS yang tidak memiliki kompetensi, tapi oleh karena kedekatan dengan kepala daerah dan banyaknya uang dalam memberikan upeti kepada Kepala Daerah lalu diangkat menjadi SKPD, akibatnya pembangunan di daerah sering menjadi amburadul dan tidak memiliki konsep dan masterplan yang jelas.

Belum lagi tingkah para PNS yang non eselon, yang jarang masuk kantor, dan ngobrol di warung-warung kopi pada jam kerja, sehingga membuat masyarakat kesulitan untuk mendapatkan pelayanan dari abdi Negara itu. Karena kantor umumnya di Kelurahan/Desa dan kecamatan sering kosong pada jam-jam kerja. Para pegawainya yang telah digaji oleh Negara pada jam-jam kerja masih sibuk ngobrol dan main catur di warung kopi.

ASN Striel Dari KKN:

Seperti yang diamanatkan oleh UU N0 5 tahun 2014 Tentang ASN pada BAB III Bagian Ketiga Peran Pasal 12 menyebutkan Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana dan pengawas penyelenggara tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan, kebijakan dan pelayanan publik yang professional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktek Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN).

Jika mengacu kepada UU ASN ini, maka PPPK yang diangkat untuk melaksanakan tugas pemerintahan adalah orang-orang yang benar-benar memiliki rekam jejak yang baik. Yang tidak terikat dengan salah satu kepentingan partai politik yang dapat menjalankan tugas pemerintahan secara independen, kemudian tidak mementingkan jabatan yang diembannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni dan koncoisme.

Tentu dalam konteks UU NO 5 Tahun 2014 tentang ASN ini menimbulkan sebuah pertanyaan. Apakah para pemangku kepentingan yang akan mengangkat pengawai ASN menjadi PPPK dapat berlaku professional dan melepaskan kepentingan KKN-nya. Karena yang terjadi selama ini para kepala daerah sudah terbiasa untuk mengangkat seorang SKPD di lingkungan pemerintahannya tidak terlepas dari unsur KKN.

Sudah bukan merupakan rahasia lagi, bahwa untuk menjabat SKPD dalam lingkungan pemerintahan daerah wajib setor ratusan juta. Belum lagi setelah menduduki jabatan SKPD yang bersangkutan dijadikan sebagai mesin uang oleh kepala daerah untuk mengisi pundi-pundi pribadi, istri dan anak kepala daerah. Maka mau tidak mau seorang SKPD terpaksa harus banting setir dengan melakukan korupsi demi untuk memenuhi pundi-pundi kepala daerah.

Korpri yang selama 43 tahun menjadi tempat bernaungnya para PNS, selama ini juga tidak mampu untuk memberikan pencerahan kepada para anggotanya agar tidak melakukan KKN. Korpri juga tidak mampu melakukan perlidungan dan pembelaan hukum terhadap anggotanya yang teraniaya, jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) selaku Ketua Korpri di daerah acap kali berlepas tangan jika ada anggotanya yang tersandung masalah. Apa lagi masalah itu berkaitan dengan Kepala Daerah.

Dengan bergantinya nama Korpri menjadi KPASN, tentu diharapkan akan membawa angin segar bagi perlindungan para PNS dan ASN. Apa lagi jabatan ketua KPASN itu bukan harus dijabat oleh PNS tapi juga boleh jadi dijabat oleh PPPK.

Harapan Masyarakat:

Masyarakat mengharapkan lahirnya UU NO : 5 tahun 2014 ini bukan hanya sekedar tukar baju, akan tetapi praktik di lapangan setali tiga uang dengan peraturan yang lama. Dan malah semakin menumbuhsuburkan praktik-praktik KKN di dalam pemerintahan di daerah.

KPASN sebagai organisasi pengganti Korpri haruslah benar-benar steril dari praktik-praktik KKN yang terjadi selama ini.

KPASN harus mampu untuk melakukan tindakan kepada anggotanya jika melanggar peraturan dan melakukan praktik-praktik KKN terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan dari abdi Negara. Jangan lagi ada kantor yang kosong pada jam-jam kerja karena pegawainya kebanyakan ngobrol dan main catur di warung kopi.

Jika KPASN tidak mampu untuk membawa perubahan dalam pelaksanaan tugas yang diemban oleh abdi Negara itu, sebaiknya Korpri tidak perlu untuk berganti nama. Karena orang bijak mengatakan apalah artinya sebuah nama jika praktiknya tetap sama. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun