Mohon tunggu...
Raden Muhammad Wisnu Permana
Raden Muhammad Wisnu Permana Mohon Tunggu... Lainnya - Akun resmi Raden Muhammad Wisnu Permana

Akun resmi Raden Muhammad Wisnu Permana. Akun ini dikelola oleh beberapa admin. Silakan follow akun Twitternya di @wisnu93 dan akun Instagramnya di @Rwisnu93

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Alasan Sekolah Tetap Tutup sedangkan Mall Boleh Buka

29 April 2021   06:06 Diperbarui: 29 April 2021   12:03 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sekolah (Foto: Kompas.com)

Saya sering sekali melihat komentar netizen di media sosial yang intinya mempertanyakan kebijakan pemerintah yang melarang kegiatan belajar mengajar di sekolah untuk dibuka. 

Selain karena sekolah secara online itu tidak efektif dan efisien, sebagian besar masyarakat Indonesia adalah masyarakat menengah ke bawah dimana tidak semuanya memiliki laptop/smartphone. 

Tidak sedikit cerita sedih yang bisa kita baca di media sosial tentang perjuangan orang tua agar anaknya bisa tetap sekolah dari rumah. Sekalipun punya laptop/smartphone untuk sekolah online, gak semuanya punya akses internet di rumah. Bahkan saya saja tidak punya WiFi di rumah, masih tethering pakai HP saya.

Permasalahan ini bertambah rumit karena saat ini sejumlah mall, bioskop, restoran sampai pasar sudah boleh buka meskipun dibatasi oleh protokol kesehatan yang ketat, yang jelas-jelas menimbulkan kerumunan dibandingkan anak sekolah meskipun sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat sekalipun. 

Ini ditambah dengan dibukanya transportasi publik seperti pesawat, kereta api, dan kapal laut asalkan membawa surat bebas Covid-19 setelah melakukan Rapid Test/Swas Antigen/Swab PCR dari rumah sakit atau klinik terdekat.

"Mall dibuka, ari sakola ditutup? Kumaha sih pemerintah teh?" (Mall dibuka, tapi sekolah dituutup. Pemerintah ini gimana sih?

Menurut saya, sekolah adalah tempat yang lebih kotor dibandingkan mall. Bandingkan toilet sekolahan kalian dengan toilet mall, mana yang lebih bersih? Kecuali sekolahnya sekolahan mahal ya. 

Selain itu, ratusan siswa anak-anak dan remaja di sekolahan itu lebih susah diatur dibandingkan ratusan orang dewasa di mall. Orang dewasa sih tinggal suruh pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak pas nonton bioskop atau makan di mall. Anak-anak dan remaja ya susah disuruh seperti itu. Cobain deh.

"Tapi kan guru-guru dan staf sekolah sudah divaksin?"

Memang betul, saya juga melihat guru SMA saya sudah pada divaksin sebaga prioritas utama pemerintah agar sekolah bisa secepatnya dilakukan seperti biasanya. Tapi kan anak-anak dan remaja peserta didik belum divaksin? Anak-anak ini sistem imunnya belum sebagus orang dewasa lho. 

Saya saja lebih sering sakit-sakitan, meskipun tidak sampai dirawat di rumah sakit. Sakit yang saya alami hanyalah flu, demam, dan batuk yang sembuh dengan sendirinya tanpa perlu dirawat di rumah sakit. 

Dikawatirkan, ketika sekolah dibuka, anak-anak ini sekalipun positif dan jadi orang tanpa gejala, bisa menularkannya ke orang lain seperti orang tua mereka di rumah, atau yang lebih parah, kakek dan nenek mereka yang jelas-jelas sudah lansia. Emang ribet sih si Covid-19 ini.

Kemarin-kemarin, saya juga menonton salah satu video Pandji Pragiwaksono yang bercerita bahwa anaknya yang bernama Dipo sering sekali terkena flu saat sekolah tatap muka. Tapi saat sekolah dilakukan secara online, anaknya tidak pernah terkena flu sama sekali. 

Jadi, anak Pandji Pragiwaksono ini jelas-jelas tertular flu dari sekolah, entah dari droplet teman-temannya, atau dari perabotan sekolah dan alat tulis. Makanya Pandji Pragiwaksono sendiri masih belum menilai bahwa Indonesia sudah siap untuk sekolah tatap muka.

Tidak hanya flu, saya sendiri memiliki pengalaman terkena diare saat SMP yang menurut hipotesa dokter saat memeriksa saya,  diakibatkan sanitasi sekolah yang buruk bersih serta kantin sekolah yang kurang bersih, padahal sekolah saya adalah Sekolah Standar Nasional dan Sekolah Percontohan UKS Nasional. 

Ya memang sih saya gak merasakan apa-apa pas diare, masih bisa main PlayStation dan mengerjakan PR di rumah,  haynya saja saya sering bolak-balik ke toilet aja dalam beberapa hari tersebut. 

Tapi kan gak semua anak punya imunitas yang bagus karena dalam beberapa kasus, diare dapat menyebabkan kematian jika ditangani dengan tepat.

Mungkin orang tua yang ingin anaknya sekolah tatap muka karena melihat anak-anaknya justru stress karena belajar secara online itu tidak efektif sama sekali. 

Anak jadi harus rebutan laptop dengan orang tuanya yang juga kerja dari rumah (WFH), belum lagi gantian dengan kakak atau adiknya yang sama-sama sekolah dan kuliah dari rumah. 

Kalaupun masing-masing anggota keluarga di rumah punya laptop pribadi,  boros listrik dan boros quota internet juga meskipun sudah dibubsidi quota oleh pemerintah sekalipun.

Lagipula, saya lihat sekolah di negara maju seperti Inggris dan Korea Selatan saja masih dilakukan secara online kok, padahal mereka dari awal pandemi ini lockdown, tracing dan testingnya juga lebih masif dari Indonesia, serta sanksi untuk masyarakat yang tidak menggunakan masker pun lebih tegas dari Indonesia. 

Soalnya ketika mereka mencoba untuk membuka sekolah, malah jadi bikin cluster baru, jadi ya mending ditutup dulu deh, sekolah secara online saja dulu.

Mungkin, dibandingkan sekolah, membuka kampus jauh lebih masuk akal karena mahasiswa ini kan lebih mudah diatur dengan protokol kesehatan yang ketat dan lebih kuat sistem imunitasnya dibandingkan anak sekolah. 

Mudah-mudahan dengan membaca tulisan ini kalian bisa paham kenapa pemerintah masih bersikukuh untuk menutup sekolah meskipun mall dan tempat umum lainnya sudah boleh dibuka. 

Mudah-mudahan , pandemi Covid-19 ini dapat berlalu dengan cepat agar kita bisa hidup dengan normal seperti sedia kala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun