Disini saya akan memberitahu media yang dipilih oleh generasi milenial
Smartphone menjadi satu dari media konvergensi yang digunakan untuk mengakses internet. Pengguna Smartphone saat ini, tidak hanya dalam taraf memenuhi kebutuhan komunikasi, namun juga pada taraf adiksi. Ketergantungan akan smartphone tidak hanya menimbulkan masalah fisik namun juga psikis. Selain mengalami kelelahan mata akibat radiasi, individu juga merasa terasing dalam dunianya, karena terlalu lama menggunakan smartphone. Konvergensi media adalah satu dari sekian banyak kemajuan teknologi. Dalam bidang teknologi, konvergensi lebih merujuk pada perubahan dari analog menjadi digital. Dengan bantuan internet membuat Gambar, suara, teks, video, dan segala jenis pesan lainnya digabung dan dimanipulasi dalam satu format yang sama. Salah satu media yang digunakan untuk mengakses semua content itu adalah smartphone. Ponsel pintar yang menawarkan berbagai macam fitur dan paltform ini menjadi fenomena baru perkembangan teknologi komunikasi.
 Pengguna smartphone dari tahun ke tahun semakin meningkat. tercatat hampir 150 juta penduduk Indonesia telah menggunakan smartphone dengan penggunaan terbanyak berada di Pulau Jawa yaitu sebesar 67%. Sementara itu, sebanyak 62% pengguna internet di Indonesia mengaku bahwa mereka hanya menggunakan smartphone dalam mengakses internet, dan tidak ada alat lain untuk mengakses internet.
Consumer Barometer (2017)  mengungkapkan, Indonesia merupakan salah satu dari 12 negara di  dunia dengan tingkat penggunaan smartphone lebih tinggi daripada komputer, yaitu sebesar 43% . Kondisi ini mengakibatkan Indonesia menjadi negara ke-4 dengan penggunaan smartphone terbanyak di dunia. Tercatat hampir 150 juta penduduk Indonesia telah menggunakan smartphone dengan pengguna terbanyak berada di Pulau Jawa yaitu sebesar 67%. Selain itu, sebanyak 62% pengguna internet di Indonesia mengaku bahwa mereka hanya menggunakan smartphone dalam mengakses internet, dan tidak ada alat lain untuk mengakses internet. Survei yang dilakukan pada oleh CNN Indonesia pada Januari 2015 lalu mencatat bahwa pemakai internet yang terbanyak berada pada rentang usia < 25 tahun dengan persentase 49% dan jika dilihat dari status pekerjaannya pelajar menduduki peringkat kedua dalam penggunaan internet (18%) setelah karyawan swasta (55%).
Dari jumlah itu, 30 juta diantaranya adalah berasal dari anak-anak dan remaja. Hasil penelitian yang dilakukan UNICEF bekerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika dan Universitas Harvard, AS menyebutkan bahwa dari 400 responden yang berasal dari perkotaan dan pedesaan yang berada pada kisaran usia 10 sampai 19 tahun, 98% persen dari anak dan remaja mengaku tahu tentang internet dan 79,5 persen di antaranya adalah pengguna internet, sedangkan sisanya sekitar 20% mengaku tidak mengenal internet.Â
Hasil penelitian menyebutkan, tiga motivasi bagi anak dan remaja untuk mengakses internet, yaitu untuk mencari informasi, untuk terhubung dengan teman (lama dan baru) dan untuk hiburan. Pencarian informasi yang dilakukan sering didorong oleh tugas-tugas sekolah, sedangkan penggunaan media sosial dan konten hiburan didorong oleh kebutuhan pribadi. Hasil studi juga menemukan, masih ada kesenjangan digital yang kuat antara anak dan remaja yang tinggal di wilayah perkotaan (lebih sejahtera) di Indonesia, dengan mereka yang tinggal di daerah pedesaan (dan kurang sejahtera).
Di daerah perkotaan, hanya 13 persen dari anak dan remaja yang tidak menggunakan internet, sementara di daerah pedesaan ada 87 persen anak dan remaja tidak memakai internet. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta dan Banten, misalnya, hampir semua responden merupakan pengguna internet. Sementara di Maluku Utara dan Papua Barat, hanya sepertiga jumlah responden menggunakan internet.
 Tingginya penggunaan internet oleh remaja karena mereka berada dalam masa pencarian Identitas. Mereka bukan lagi anak-anak, dan tidak juga bisa disebut dewasa. Pencarian identitas pada remaja ini membuat mereka akan mencoba hal-hal baru yang ditawarkan oleh lingkungan sekitar mereka.  Media digital telah menjadi pilihan utama saluran komunikasi bagi anakanak dan remaja.
 Kecenderungan untuk menggunakan media sosial sebagai saluran komunikasi membuat remaja menjadi tergantung dengan gadget. Hasil penelitian terbaru dari universitas Airlangga menyebutkan 83% remaja memiliki ketergantungan pada medsos, mereka mengaku tidak pernah lepas dari gadget walaupun hanya sehari. Ketergantungan itu, membuat mereka mengabaikan komunikasi langsung. Tidak hanya itu, saat berada bersama dalam lingkungan sosial mereka juga saling mengabaikan satu sama lain. Mereka cenderung asik dalam dunia maya, dan mengabaikan realitas sosial.Â
 Kenyamanan remaja dalam dunia maya, lebih karena mereka merasa lebih bisa diterima dalam dunia maya, yang tidak membutuhkan identitas real. Jika di dunia nyata mereka masih takut dan tidak peduli, maka di dunia maya mereka bisa mengekspresikan apapun keinginan mereka tanpa takut merasa salah, dilecehkan dsb.
Kondisi diatas sejalan dengan pendapat Bernroider, Krumay, dan Margiol (2014), dalam penelitiannya, salah satu alasan seseorang dapat mengalami adiksi smartphone adalah karena penggunaan smartphone dapat meningkatkan perasaan
"bersenang-senang (having fun)" dalam diri mereka. Hal ini dikarenakan adanya ketidakpuasan yang dirasakan dalam kehidupan sehari- hari. Smartphone dianggap lebih aman dan berguna jika dibandingkan dengan individu lainnya.
Secara fungsinya, manusia adalah makhluk sosial dengan kebutuhan yang mendalam untuk saling berbagi, saling membantu dan merasa sebagai sesama anggota kelompok. Menurut Fromm (dalam Widodo, 2005) tuntutan menjadi manusia sosial inilah yang justru menjadi sebuah kekuatan yang menyebabkan terjadinya alienasi dalam diri manusia, karena manusia hanya melakukan hal apa yang dapat membuat dirinya diterima, sebagai bentuk penyesuaian diri.
Merasa terasing, sendiri dan merasa tidak ada yang peduli dengan kondisi diri adalah efek penggunaan smartphone yang dilaporkan. Individu yang menggunakan smartphone secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dilaporkan mengalami perubahan mood, perasaan dan orientasi. Untuk mereka yang memiliki kepribadian yang introvert, penggunaan smartphone dan akses contennya memunculkan perasaan yang berbeda seperti yang terjadi didunia nyata, dan pada taraf lebih lanjut memunculkan depresi.
sosial memiliki hubungan yang significant dengan penggunaan smartphone. Umumnya subjek yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap smartphone karena dirinya tidak mampu memulai interaksi sosial di dunia nyata, umumnya mereka merasa lebih nyaman untuk berinteraksi dengan menggunakan smartphone yang mereka miliki.
Ketergantungan terhadap smartphone yang sangat tinggi menimbulkan banyak masalah serius baik fisik maupun psikologis. Dengan banyaknya sekarang mahluk hidup yang memiliki smartphone maka semakin juga banyak mahluk hidup yang tidak peka terhadapa lingkungan sekitar. Keteregantungan Smartphone juga sangat bahaya sekali untuk anak-anak kecil lantaran meraka tidak lagi saling ketemu satu sama lain untuk bermain melainkan mereka bertemu lewat media sosial atau bermain game online bersama. Keseringan anak-anak bermain smartphne juga tidak baik untuk mereka di lingkungan, Kurangnya berkomunikasi dengan teman-teman sebaynya bahkan parahnya lagi mereka akan jarang juga berkomunikasi dengan orang. Rasa peduli yang dimiliki oleh anak-anak akan menurun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H