Meskipun delineasi Kawasan HCV seringkali sangat kecil nilainya bagi daya dukung habitat spesies tertentu, tetapi pelaku usaha ini masih memiliki kesadaran dalam menerima dan mengoptimalkan Kawasan ini untuk spesies tersebut sebagai langkah BMP-nya. Tetapi ada beberapa pelaku usaha justru meminimalisir penggunaan HCVnya bagi spesies tersebut dengan dalih pengurangan konflik satwa liar-manusia.
Umumnya adalah Kawasan-kawasan perkebunan sawit yang menerapkan BMP dengan mengeliminir gajah masuk di dalam HCVnya termasuk membangun pagar penghalang di batas konsesi yang mengakibatkan konflik gajah-manusia pindah ke area lain terutama lahan masyarakat.
Tanpa dukungan solusi pengelolaan gajah dari perkebunan tersebut di area dimana konflik tersebut berpindah, kematian gajah pun terjadi di area ini dan kerugian masyarakat terjadi di area dimana dulunya mereka tidak berkonflik dengan gajah.
Langkah ke depan
Elaborasi langkah-langkah keberhasilan adalah pijakan untuk melangkah ke depan dari konservasi Gajah di Indonesia. Penggunaan variasi tehnik mitigasi yang dianggap efektif dan didukung teknologi termasuk early warning system melalui GPS Collar yang dipasang pada gajah atau akustik suara dengan artifisial intelijen dalam mendeteksi bentuk suara gajah adalah salah satu hal yang terkini bahkan menjadi penting di masa datang.
Dalam kebijakan tata ruang, rujukan ruang yang bernilai konservasi tinggi di dalam usulan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Sumatera yang sedang proses penyusunan di tahun 2023 menjadi landasan dalam pengelolaan ruang bagi gajah terutama di dalam area konsesi dan lahan masyarakat.
Penyediaan ruang bagi gajah terutama di area hutan tanaman, kebun sawit perusahaan dan masyarakat adalah prioritas, dan pemerintah patut tegas untuk mencabut izin atau tidak memberikan rekomendasi dalam penerbitan sertifikat FSC, RSPO dan ISPO atau memasukkan status rendah di dalam PROPER apabila mengeliminir keberadaan gajah di dalam konsesinya.
Inisiatif terkini adalah mendorong konservasi gajah yang sifatnya cost sector menjadi benefit sector yaitu proyek pembinaan habitat di dalam Kawasan konservasi atau penyangganya memberikan dampak dari pengembangan turisme atau jasa lingkungan lain termasuk pengelolaan daerah aliran sungai.
Bagi masyarakat dan perusahaan, pemulihan habitat gajah dan mendorong sistem wanatani atau agrikultur yang tidak menimbulkan konflik gajah, selain menekan ongkos akibat resiko kerugian akan konflik, nilai ekonomi dan manfaat dapat ditingkatkan dari pola kebun dan pertanian konvensional termasuk dalam upaya mendapatkan benefit dari kredit karbon sukarela.
Bagi perusahaan tentu akan mendapatkan nilai tambah perusahaan yang peduli terhadap perlindungan gajah.
***