Mohon tunggu...
wishnu sukmantoro
wishnu sukmantoro Mohon Tunggu... Administrasi - Saya suka menulis dan fotografi. Suka menulis tentang politik, militer, humaniora, lingkungan dan kesehatan

Saya ekolog satwa liar, menyelesaikan S1 Biologi Universitas padjadjaran, Master degree ekologi di Institut Teknologi Bandung, fellowship program di Pittsburg University dan Doktoral Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Fregat Iver-Huitfeldt Indonesia di Natuna?

15 Maret 2020   00:07 Diperbarui: 15 Maret 2020   00:11 865
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kebutuhan kapal perang untuk TNI tidak bisa ditawar lagi mengingat beberapa kapal perang yang akan dibebas tugaskan di tahun 2024. Untuk itu, dalam rangka memperpanjang masa Minimum Essential Force militer Indonesia untuk tahun 2020 - 2024, keberadaan dan penambahan kapal perang menjadi salah satu prioritas penting.

Total kapal perang AL Indonesia sejauh ini dalam daftar yang tercatat dalam publikasi umum adalah 317 yang terdiri dari beberapa unit Fregat, puluhan unit Korvet, sejumlah kapal patroli, LPD (Landing Patform Dock) dan sejumlah kapal selam baik tipe Cakra class dan Nagapasa Class (Chang-bogo). TNI tidak memiliki kapal perang di atas Fregat misalnya kapal perang penjelajah, atau kapal perusak kelas berat.

Tetapi dalam perang modern, tipe kapal perang yang besar dengan bobot yang berat akan membutuhkan sumber daya yang besar juga dan perawatan yang mahal, contoh tahun 1960an Indonesia memiliki kapal perang besar tipe komando sekelas Kirov (Rusia) atau dua kali tipe Absalon dengan bobot mati 12,000 ton (panjang sekitar 220 m) yaitu KRI Irian yang kemudian digrounded dipotong jadi dua menjadi besi kiloan karena mahalnya perawatan.

Saat ini kapal perang Indonesia tipe fregat tapi tipe Martadinata dan Ahmad Yani. Tipe martadinata yang relatif terbaru sudah dilengkapi jammer, sedangkan tipe Ahmad yani yang rencananya purna bakti dalam waktu dekat memiliki panjang 113 m dengan berat masing-masing kapal antara 2200 - 3100 ton. Fregat ini masih di bawah fregat Singapura yang memiliki bobot mencapai 3800 ton.

Tahun lalu, pemerintah Indonesia tertarik untuk mengakuisisi 2 unit Iver - Huifeldt yang merupakan kapal fregat kelas berat dan transisi tipe penjelajah dengan bobot mencapai 6,300 ton dengan panjang kapal mencapai 155 m dan apabila hadir di perairan Indonesia merupakan kapal fregat berat terbesar di Asia Tenggara. ketertarikan Indonesia akan fregat buatan Denmark ini bukan tanpa alasan. Selain mengusung berbagai tipe senjata yang relatif duakali lebih banyak dan lengkap dari tipe Fregat Martadinata, tipe ini juga relatif cepat dengan kecepatan maksimal 30 knot dan dengan bobot dan besarnya akan menimbulkan efek gentar.

Berkaitan dengan Natuna, kapal-kapal Coast Guard Tiongkok ini memiliki bobot yang tidak main-main, satu atau dua diantaranya sekelas Fregat Martadinata dan tentu dengan kehadiran Fregat kelas berat dan lengkap tempur ini bisa menjadi efek gentar kapal-kapal Tingkok yang masuk ke dalam ZEE Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun