Mohon tunggu...
wishnu sukmantoro
wishnu sukmantoro Mohon Tunggu... Administrasi - Saya suka menulis dan fotografi. Suka menulis tentang politik, militer, humaniora, lingkungan dan kesehatan

Saya ekolog satwa liar, menyelesaikan S1 Biologi Universitas padjadjaran, Master degree ekologi di Institut Teknologi Bandung, fellowship program di Pittsburg University dan Doktoral Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

TNI Kita Rapuh?

1 April 2019   01:53 Diperbarui: 1 April 2019   09:13 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@foto: youtube.com - Tank Boat buatan Lundin - Indonesia



Debat capres kemarin (Maret 2019 red.) terpaksa memalingkan perhatian saya tentang ini, meskipun saya agak malas ingin membuka komentar atau menulis ulasan debat capres seperti yang pernah saya lakukan tahun 2014. Mengapa demikian? Karena ada ulasan tentang pertahanan dan keamanan dan anggapan salah satu paslon bahwa TNI kita rapuh.


Rapuhkah TNI kita? Sebentar dulu, kita bisa bahas satu persatu. Pertama, posisi Indonesia di dalam Global Fire Power 2019 memiliki nilai indeks 0.2804 atau peringkat 15 dunia dalam hal kekuatan militer. Kekuatan ini dipengaruhi paling banyak dari sumber daya manusia yaitu 108,6 juta jiwa populasi penduduk sebagai sarana atau pendukung militer, 4,54 juta jiwa sebagai masyarakat yang memiliki potensi untuk ikut dalam berperang atau para militer, personel militer berjumlah 800,000 jiwa (estimasi) yang terdiri dari personel aktif maupun cadangan. Kekuatan alusista berkisar antara peringkat 30 -- 43 kecuali alat transportasi tentara dan logistik di peringkat 11 atau helikopter angkut di peringkat 24 dari total 137 negara. Peringkat Indonesia masih di atas Israel dan peringkat paling atas di dalam Asean.


Dari besaran anggaran, Indonesia masih berperingkat kedua pengeluaran anggaran belanja militer yaitu sebesar 6,9 miliar US dollar dibandingkan Singapura sebesar 9,7 milyar US Dollar dan diperkirakan meningkat setiap tahun karena dukungan target MEF (Minimum Essential Force) tahap kedua meskipun jika dibandingkan dalam nilai PDB adalah 0.8% dan 5% dari APBN. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, anggaran Belanja pertahanan sebenarnya mengalami kenaikan kisaran antara 120 -- 155%, jika dibandingkan dengan Vietnam yang terus mengalami penurunan anggaran militernya yang saat ini (2019) hanya 3,36 milyar US Dollar dari 5 milyar US dollar tahun 2016. 


PP no. 5 tahun 2010 mengamanatkan rencana militer Indonesia mengikuti Minimum Essential Force yang kemudian diselaraskan dalam Permen Pertahanan no. 19 tahun 2012 meliputi rematerialisasi untuk pemenuhan 100% TOP personil dan materiil TNI, revitalisasi terhadap personil dan materiil TNI, relokasi dan pengadaan alusista. Tujuannya adalah dalam menangani atau penanggulangan masalah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar khususnya yang berada di Corong Barat, mengatasi separatisme, mengatasi terorisme, mengatasi bencana alam, mengatasi ragam kegiatan ilegal dan mengatasi permasalahan wilayah perbatasan negara; keenam, penyiapan Standby force, Striking force dan Peace Keeping Operation (PKO). Tahun 2010, setelah dicanangkan MEF adalah sebagai tahun kebangkitan pertahanan negara Indonesia dengan pertimbangan "tidak ada masa depan tanpa teknologi" dimana industri pertahanan harus melibatkan teknologi, bahkan teknologi masa depan. 


Untuk itulah, kebijakan pertahanan Indonesia berorientasi progresif terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam kemandirian industri pertahanan dalam berbagai strategi yaitu joint knowledge (JK), join produksi (JP) dan TOT (transfer of Technology) dimana sampai tahun ini, proses ini tetap berjalan terutama mulai meningkatnyaproduksi-produksi dalam negeri dalam skema join produksi dengan negara lain danhasil TOT misalnya dalam pengadaan kapal perang tipe Sigma (Korvet), LPD (Landing Platform Doc), Trimaran (yang rencananya dibangun dalam unit kedua dimana pengerjaan telah selesai 80% oleh PT. Lundin, Anoa seri, Badak (panser dengan meriam caliber 90 mm), tank -- boat yang dipesan pula oleh Rusia, tank harimau (tipe Kaplan) kerjasama Indonesia -- Turki sebagai MBT (Medium Battle Tank), kapal Selam ketiga yang dibuat di PAL dari TOT dengan Korea Selatan tipe Cang Bo Go yang dianggap kapal selam anjing kampung, dimodivikasi sehingga banyak pengamat menyatakan tidak kalah dengan tipe Amur 1650. Selain itu, hasil skema TOT, JK dan JP menghasilkan berbagai varian senjata serbu yang dikembangkan Pindad, dan menariknya swasta ikut terlibat dalam pembuatan senjata serbu yang kemudian dibangun pabriknya di wilayah Bekasi, dan belum lagi kendaran rantis untuk personel pasukan khusus yang dibangun perusahaan BUMN dan swasta dan IFX untuk pesawat tempur Indonesia Korea masa depan. Selain itu, roket Indonesiapun berkembang setelah dua kali percobaaan dan berhasil diluncurkan dalam tipe R-Han 450. 


Patut diketahui, sistem pertahanan tidak hanya persoalan jumlah personel militer, persenjataan dan uang, tetapi juga menyangkut ketahanan angkatan bersenjata atau kawasan dari serangan, strategi dan teknologi perang modern termasuk pengadaan logistik dan pencegahan terhadap infiltrasi baik secara fisik maupun eletronik yang saat ini menjadi trend militer dunia. Bagaimanapun, sistem persenjataan yang canggih tanpa dukungan logistik dan akses bisa dikatakan non sense, apalagi dalam kondisi perang jangka panjang. Dalam konteks ini, penyiapan terhadap perang manual juga menjadi salah satu bagian perencanaan dalam MEF, selain perang elektronik. 


Penyiapan perang manual adalah bertumpu kepada kemampuan personil dan logistik dasar dan dukungan masyarakat dan geografi. Grenne 2007 menyebutkan bahwa militer meskipun di era elektronik tetap mempersiapkan strategi konvensional, karena umumnya perang elektronik relatif mahal, sumber daya terbatas dan dikooptasi oleh negara-negara pemilik teknologi dan pengetahuan. Strategi konvensional umumnya jangka panjang, biaya relatif rendah dan dapat mendominasi peeprangan apabila masyarakat semesta melakukan dukungan meski tidak ditunjang peralatan yang lengkap. Strategi ini persis yang dilakukan pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia dan sebenarnya Indonesia mengalami periode ini dalam jangka panjang di berbagai peristiwa. Meskipun demikian, Grenne 2007 mendorong asas fleksibilitas yaitu tetap mengkombinasikan antara peperangan modern dan konvensional. Leonhard 2012 menyatakan hal yang lain yaitu bahwa perang modern selain alusista juga mengandalkan pengaruh misalnya melibatkan jaringan internet sebagai barisan personel tentara yang mempengaruhi banyak orang sehingga pertahanan musuh dilemahkan, disebut setrategi asimetrik misalnya perang cyber dimana satu negara dapat pecah belah, kemudian lemah, dan setelah lemah oleh adu domba melalui cyber lalu dikuasai. 


Dalam peperangan elektronik yang dibahasdi dalam seminar bertajuk Achieving Defence SuperiorityThrough Electronic Warfare Technology. Teknologi ini cukup beragam, misalnya China mengembangkan strategi Y-9 dimana pesawat intai dapat menganalisa danmendapatkan data detail tentang topografi, ataupun data-data geospasial secaralebih mendalam di satu kawasan. Kemudian, teknologi jammer atau pengacau radarbahkan peralatan tempur, sehingga senjata bisa di lock. TNI memiliki peralatan ini dantelah diproduksi oleh salah satu perusahaan swasta di Indonesia, tools IFF (Identification Friend or Foe) yangtelah dipasangkan pada pesawat terbang atau kapal perang RI. Untuk itulah SAAB Swedia menginginkan kerjasama TOT untuk uji coba Gripen dimana Indonesia bisamembeli beberapa unit untuk penggunaan teknologi IFF, meskipun pesawat tempurini masih diragukan multi role. 


Nah, apakah TNI rapuh? Dalam konteks ini, TNI tidaklah rapuh, proses MEF dianggap berjalan baik meskipun beberapa kendala terjadi sampai proses tahap kedua MEF. Dari sisi kemandirian alusista, dibandingkan negara-negara Asean, Indonesia relatif lebih maju baik dalam pengembangan peralatan tempur darat, air dan udara dan persiapan mengarahkan pada peperangan elektronik. Perusahaan-perusahan swasta militer dalam kondisi yang berkembang terutama dalam alih teknologi dan kerjasama jual beli dengan militer Indonesia dan dalam konteks ekspor alusista. Meskipun demikian, Indonesia perlu mempercepat proses alih teknologi dan jumlah minimum pertahanan mengingat 2030, militer China akan merubah haluan ke arah pertahanan regional dan diperkirakan lebih menggesek isu Laut China Selatan. Dari sisi keamanan dari pertahanan dalam periode sampai 2030 masih dianggap relatif aman dan relatif sesuai dengan prediksi paslon dimana dalam waktu 15 tahun, Indonesia dapat leluasa mempersiapkan strategi pertahanan tersebut sehingga lebih mumpuni dan masuk ke era lebih modern. 


Nurak et al. 2014 dalam realisasi kerjasama Indonesia Rusia mencatat bahwa arah geopolitik milter Indonesia mengarahkan pada Rusia dan ini diperkuat dalam pertemuan di tahun 2019 terutama dalam pembicaraan prioritas utama bagi kedua belah pihak adalah dalam mengimplementasikan perjanjian yang dicapai antara Jokowi dan Putin pada Mei 2016 dan kemudian pada KTT Asia Timur pada November 2018. Disamping komitmen alusista dan JK meski0un tidak sampai ke arah TOT, pembelian Su-35 dan alusista lainnya menimbulkan deterrent effect bagi Australia dan Singapura misalnya dengan pembelian F-35 oleh keduanya. Secara jumlah, tentu tidak seimbang, tetapi kedua negara menandai Indonesia bersekutu secara militer dengan Rusia. Selain, Indonesia juga memiliki sekutu terselubung dengan China terutama saat Indonesia mengalami konfrontasi dengan Australia di masa SBY. 


Hal yang paling dinilai merapuhkan TNI adalah profesionalitas TNI. Huntington 2003 telah mencatat militer akan tidak professional pada saat masuk ke arena politik kekuasaan, meskipun militer dapat masuk ke dalamnya yang kondisi sosial negaranya lemah, institusi-institusipolitik tidak berfungsi efektif dan dengan demikian kontrol sosial tidakefektif. Saluran-saluran komunikasi terhambat, maka militer memiliki peluanguntuk melakukan intervensinya. Kedua,kondisi politik yang menjadikan Intervensi militer muncul dari persoalan-persoalan sipil. Dalam  banyak kasus kembalinya sipil ke militer untuk mendapatkan dukungan ketika struktur politik sipil terfragmentasi dalam faksi-faksi politik dan ketika perangkat konstitusi tidak berjalan.


Di Indonesia, sudah sejak lama, militer melakukan intervensi ke dalam dunia politik atau melakukan seteru politik misalnya di jaman jenderal Sudirman, militer Indonesia terbagi dalam beberapa faksi yang tidak saling koordinasi terutama militer Indonesia eks PETA dengan militer Indonesia eks KNIL. Kemudian tahun 1958, dwi fungsi TNI dibangun dimana agen-agen militer mengelola aset-aset negara terutama perusahaan -- perusahaan milik Belanda yang telah dinasionalisasi. Di fase orde baru, militer masuk ke ranah politik pusat dan daerah, banyak petinggi militer duduk sebagai gubernur dan bupati kemudian militer juga menduduki perusahaan strategis seperti HPH (Hak Pengusahaan Hutan) maupun Yayasan milik swasta dan pemerintah. Militer tersebut dianggap memiliki tipe pretorian dan militer mengontrol sipil. Sundhaussen (1998) menyatakan bahwa tipe militer seperti ini tidaklah profesional dan fokus dalam profesinya. Hal yang menkawatirkan telah terjadi dimana kedua paslon menyimpan mantan-mantan militer yang menjadikan militer terpecah ke dalam dua kubu besar. Kubu-kubuan di dalam militer Indonesia disebabkan oleh mantan petinggi militer yang masih berpengaruh, tentu melunturkan nilai netralitas militer sendiri meski tuntutannya adalah netralitas. Apalagi berperan sebagai subyek memerankan perang asimetrik ditujukan kepada kalangan sipil idolatry sehingga mengakibatkan konflik horisontal antar masyarakat sipil. 


 

Penulis: Wishnu Sukmantoro sebagai pengamat yang lebih amatir dari kebanyakan pengamat amatir, dan secara netral tidak memihak dan anggota Komunitas Militer Indonesia. 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun