Mohon tunggu...
Wisda Manik
Wisda Manik Mohon Tunggu... Freelancer - INTP-T

Hidup dan bernafaslah. Selagi hidup jangan lupa bernafas.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Harmonisasi Kepentingan antara Pelajar, Orangtua, Pendidik, dan Pemerintah untuk Menyusun Praktik Baik dalam Semarak Merdeka Belajar

31 Mei 2023   21:41 Diperbarui: 31 Mei 2023   22:15 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) melalui data sensus penduduk tahun 2020, Indonesia akan memasuki puncak bonus demografi pada tahun 2025. Ramalan BPS, bonus demografi Indonesia akan terjadi dari 2025-2050, dimana proyeksi penambahan usia produktif dari 2045 ke 2050 tidak meningkat signifikan. Bonus demografi merupakan istilah yang menyebutkan kondisi negara dimana total penduduk didominasi oleh usia produktif atau berusia 15-64 tahun (Santika 2023). 

Keuntungan dari suatu negara yang mengalami bonus demografi adalah adanya harapan peningkatan ekonomi, dan Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu negara yang memiliki angkatan kerja terbanyak di Asia. Indonesia diharapkan akan mengalami peningkatan ekonomi dengan adanya fenomena bonus demografi tersebut, dimana angka ketergantungan yang diprediksi cukup tinggi juga namun dapat ditutup dengan kisaran 69% total penduduk yang berusia aktif kerja. 

Kondisi ideal ini dapat terjadi jika jumlah penduduk yang berusia produktif tersebut memiliki kualitas pendidikan dan tingkat kesehatan yang baik. Jika yang terjadi sebaliknya, maka tidak adanya kemajuan perekonomian melainkan disaster demographic. Pemerintah harus memiliki program jitu dan taktik yang strategis untuk memanfaatkan fenomena bonus demografi tersebut.

Pemanfaatan fenomena bonus demografi bisa diawali dengan perluasan akses dan penyetaraan kualitas pendidikan di seluruh daerah yang ada di Indonesia. Dari sekolah yang ada di kota besar, maupun sekolah di dusun terpencil di tengah hutan, pendidikan harus setara dari segi fasilitas dan teknologi yang mendukung pembelajaran, serta kualitas pendidikan dengan parameter kualitas guru, sistem belajar, dan kebijakan kurikulum. Saat ini pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) gencar mengkampanyekan Semarak Merdeka Belajar. 

Merdeka Belajar adalah program yang diusung untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan dan menjadikan proses belajar menjadi hal yang menyenangkan bagi pelajar di Indonesia. Program Merdeka Belajar memperbaharui pola ajar dalam kelas yang awalnya hanya berfokus pada teori dan pengajaran satu arah dari guru, melalui program ini siswa atau mahasiswa (pelajar) dapat memilih pelajaran yang diminati. 

Hal ini bertujuan untuk membangun dan mengoptimalkan minat bakat pelajar serta karakter yang kuat, sehingga di masa depan berkontribusi bagi pembangunan bangsa. Tujuan dari program Semarak Merdeka Belajar utamanya adalah membangun kualitas sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa. Namun, program yang dianggap menawan ini, apakah dapat diaplikasikan di seluruh negeri di Indonesia? Pelaksanaan program akan maksimal jika terlebih dahulu kita melihat permasalahan pendidikan di Indonesia dan keunikan belajar-mengajar di tiap daerahnya.

Buku "Quo Vadis Pendidikan Kita? Refleksi Satu Dekade Menyuarakan Pendidikan" yang ditulis oleh Indra Yusuf (2016), menguraikan banyak kisah ironi pendidikan di Indonesia. 

Secara ringkas, beberapa kelemahan pendidikan di Indonesia yang bisa kita amati dengan kasat mata yaitu (1) adanya kesenjangan sarana dan prasarana pendidikan antara di kota dan desa, (2) kurang diperhatikannya kesejahteraan guru yang mempengaruhi kualitas pendidik, (3) program pendidikan pemerintah cenderung plin plan untuk menetapkan kurikulum pengajaran, standar evaluasi pembelajaran, bantuan dana pendidikan, dan kebijakan sertifikasi guru, (4) banyaknya praktik politik di lingkungan pendidikan, korupsi dan pungutan liar yang membebankan pelajar dan orang tua, (5) ketidakjujuran pengajar, pelajar, orang tua, dan pemangku kepentingan lainnya dalam sistem pendidikan di sekolah/universitas, (6) rendahnya minat baca-tulis masyarakat, pelajar, dan pengajar, (7) tingginya angka diskriminasi dan intoleransi di lingkungan pendidikan, (8) rendahnya manajemen pendidikan seperti perencanaan, kreativitas kegiatan pembelajaran, serta monitoring dan evaluasi pembelajaran, dan (9) belum adanya kolaborasi yang solid antara orang tua, guru, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan industri sebagai pemangku kepentingan dalam peningkatan pendidikan di Indonesia (Yusuf 2016; Suryana 2020; Fitri 2021).

Menurut Nadiem (2022), terdapat tiga indikator keberhasilan program Merdeka Belajar, yaitu partisipasi pelajar, pembelajaran yang efektif dan tidak adanya ketertinggalan anak didik. 

Ketiga indikator dapat dicapai dengan memperbaiki infrastruktur dan teknologi pendidikan (BRAFOPMK 2022). Namun, Indonesia masih memiliki sekitar 4.700 desa tanpa listrik, desa-desa yang terdapat di sekitar kawasan hutan (Setiawan 2022). Maka, pengembangan pola digitalisasi pembelajaran masih belum bisa dilaksanakan secara merata. 

Sulitnya pelajar di desa untuk mengakses teknologi, internet memerlukan perhatian dan solusi praktis dari pemerintah agar satu parameter kemajuan pendidikan (melek internet dan teknologi) bisa tercapai. Kesenjangan kesejahteraan guru masih memprihatinkan, antara guru di kota dan desa. 

Guru adalah ujung tombak untuk membangun generasi penerus. Penguatan kualitas guru harus sejalan dengan unsur well educated, well trained, dan well paid. Murid adalah hasil produk guru, bagaimana kualitas pelajar yang dihasilkan ditentukan dari bagaimana kualitas guru yang mengajar. 

Maka jelas, salah satu dasar kokoh untuk membangun bangsa adalah membangun dan menguatkan kesejahteraan dan kualitas pengajar. Kondisi ironi di lingkungan pendidikan yang banyak menjadi tagline berita-berita saat ini adalah bullying antar pelajar, tawuran, pelecehan seksual, seks bebas, intoleransi dan rasisme, suicide dan tindak kriminalitas lainnya. 

Hal ini cukup menyakitkan di dunia pendidikan Indonesia, dan memerlukan penanganan cepat. Penurunan karakter dan kesadaran spiritual pelajar memerlukan kembali kampanye Pendidikan Karakter Pancasila dan Pembelajaran Agama yang benar.

Program Merdeka Belajar menjadi rencana yang seksi dan jitu yang ditawarkan oleh Kemendikbudristek sebagai persiapan Indonesia memasuki masa bonus demografi di tahun 2025. Mari melihat tawaran praktik atau program yang dari Semarak Merdeka Belajar ini. Berdasarkan beberapa pustaka, Merdeka Belajar merupakan kurikulum yang membebaskan pelajar memilih mata pelajaran sesuai minat, dimana artinya kurikulum 2013 yang terdapat peminatan IPA/IPS dihapuskan, struktur kurikulum yang lebih fleksibel, guru diberikan keleluasaan mengembangkan praktik mengajar sesuai capaian dan perkembangan pelajar, dan mengedepankan pembentukan karakter, soft skill, dan hard skill. 

Menurut Menko PMK, melalui Merdeka Belajar akan mengembangkan 5 life skill yaitu critical thinking, creativity and innovation, communication skill, collaboration, dan confidence. Life skill tersebut akan membentuk karakter pelajar di masa depan mampu menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan baru di kehidupan pribadi maupun lingkungan pekerjaan (Makleat 2021, BRAFOPMK 2022). Tawaran program pembelajaran dari Merdeka Belajar merupakan praktik yang baik dan harapan baru untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Hal lain yang diharapkan melalui Merdeka Belajar adalah terciptanya lingkungan pendidikan yang menyenangkan bagi pelajar, keinginan untuk aktif dan partisipatif dalam peningkatan kualitas dirinya.

Berbagai metode, cara, sistem, dan kebijakan telah pemerintah susun dan rumuskan untuk melaksanakan dan menerapkan Merdeka Belajar dari tingkat pendidikan PAUD hingga universitas. Namun, semua proses dan praktik baik memerlukan kesatuan visi dan penyamaan kepentingan dari semua aktor yang terlibat dalam Merdeka Belajar. Aktor-aktor yang terlibat dalam Merdeka Belajar antara lain pelajar, guru/pendidik, orang tua pelajar, lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), industri, dan pemerintah. Jika pemerintah memiliki kepentingan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas demi pembangunan bangsa dan peningkatan ekonomi, orang tua mengharuskan anak-anaknya memiliki pendidikan tinggi yang berkualitas namun tidak mahal, kegiatan belajar yang tidak menyulitkan, dan adanya penguatan karakter anak-anaknya. Dari dua aktor saja ada kepentingan yang sama namun ada yang bertolak belakang. Sistem yang masih rumit yang diterapkan oleh pemerintah tentu bertolak belakang dengan keinginan orang tua yang dimana administratif pendidikannya mudah dan jelas. Harmonisasi kepentingan semua aktor memerlukan komitmen untuk berkolaborasi dan aktif bergerak melaksanakan dan menyemarakkan program Merdeka Belajar.

Beberapa ide praktis untuk menjadikan program Merdeka Belajar membumi dimanapun penerapannya dilakukan (desa maupun kota). Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menerapkan sistem pembelajaran yang mengembangkan kompetensi didik sesuai keunikan sumber daya dan potensi daerahnya. Merdeka Belajar rasanya perlu mengadopsi KTSP untuk menjadikan keunikan daerah menjadi salah satu materi pembelajaran dan guru dapat berkreasi meningkatkan soft skill dan hard skill, selain itu meningkatkan kecintaan daerahnya. Perlunya infrastruktur pendidikan dalam mempersiapkan Merdeka Belajar satu diantaranya adalah jaringan internet harus stabil dan berkecepatan tinggi, apalagi sistem digitalisasi pendidikan di era industri 4.0 (Afi 2021). 

Desa-desa yang belum dialiri listrik, maka perlu waktu panjang untuk menerapkan Merdeka Belajar bagi pelajar di desa terdepan, terpencil, dan tertinggal (3T). Jika pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sangat sulit untuk masuk ke daerah 3T, maka kantor pemerintahan di kecamatan yang telah dialiri listrik harus membangun kelas teknologi dan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh sekolah-sekolah di desa sekitarnya. Pembebasan memilih mata pelajaran sesuai minat dan bakat pelajar, program Merdeka Belajar memerlukan kewajiban pelajar untuk mengambil mata pelajaran yang esensial seperti pendidikan karakter Pancasila, agama, pembelajaran tentang lingkungan, sejarah, matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa asing (Inggris, Mandarin, dll). Pembelajaran karakter Pancasila dan Agama diharapkan menjadi mata pelajaran wajib karena melihat salah satu poin kelemahan pendidikan Indonesia yang sedang terjadi saat ini.

Program Merdeka Belajar menjadi program yang menawan dan cerdik namun kompleks untuk menjawab dan memanfaatkan tantangan bonus demografi di Indonesia. Perlu adanya perluasan dialog mengenai program ini, mengampanyekan lebih giat, dan kepastian kesejahteraan guru demi membentuk kualitas pendidikan yang baik di lingkungan pendidikan. Berharap melalui Semarak Merdeka Belajar Kemendikbudristek dapat menghasilkan pelajar yang senang belajar dan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter.

Sumber:

Afi KEYM. 2021. Mempersiapkan Generasi Unggul dalam Menghadapi Tantangan di Era Globalisasi melalui Merdeka Belajar. Di dalam: Merdeka Menulis tentang Merdeka Belajar. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

BRAFOPMK. 2022. Merdeka Belajar, Ikhtiar Memperkuat Pilar Pendidikan. Kemenko PMK, https://www.kemenkopmk.go.id/merdeka-belajar-ikhtiar-memperkuat-pilar-pendidikan [29 Mei 2023].

Fitri SFN. 2021. Problematika Kualitas Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pendidikan Tambusai. 5(1): 1617-1620.

Makleat N. 2021. Merdeka Belajar dalam Belenggu "Kolonialisme" Pendidikan. Di dalam: Merdeka Menulis tentang Merdeka Belajar. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

Santika EF. 2023. Proyeksi Bonus Demografi dan Rasio Ketergantungan Penduduk (2020-2050). Databoks, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/05/20/bonus-demografi-indonesia-diproyeksi-mencapai-puncak-pada-2050 [29 Mei 2023].

Setiawan VN. 2022. 4.700 Desa Belum Teraliri Listrik, Begini Jurus PLN. CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/news/20220615172612-4-347429/4700-desa-belum-teraliri-listrik-begini-jurus-pln [29 Mei 2023].

Suryana S. 2020. Permasalahan Mutu Pendidikan dalam Perspektif Pembangunan Pendidikan. Jurnal Edukasi. 14(1):1-12

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun