Mohon tunggu...
Effendy Wahyu
Effendy Wahyu Mohon Tunggu... profesional -

lahir dan menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Tanjungpandan Belitung, Babel. Saat ini menjadi Direktur Eksekutif Yayasan Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi (GANDI) sejak tahun 2005. Aktif menulis opini dan buku tentang sosial, politik dan hukum (HAM)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

"Visit Belitung Wonderful 2018" dalam Ancaman RZWP3K

29 Desember 2017   11:54 Diperbarui: 31 Desember 2017   14:00 1589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang UU 1/2014 memberikan kelonggaran untuk perbaikan penyesuaian atas segala ijin yang sudah ada selama 3 tahun sejak diundangkannya yaitu 15 Januari 2014. Sehingga dalam tenggat waktu hingga sampai 15 Januari 2017, segala IUP sudah harus didasarkan kepada UU 1/2014. Dan kenyataan hari ini (Desember 2017), RZWP3K Babel baru dalam pembahasan, ini berarti segala IUP yang berjalan belum mendapatkan penyesuaian sampai tenggang waktu yang sudah ditentukan oleh UU. Dalam perfektif hukum, tiada bahasa lain untuk IUP yang belum memenuhi syarat UU, selain harus dinyatakan batal demi hukum. Pelanggaran atas UU 1/2014 oleh siapapun berpotensi pelanggaran pidana kumulatif sampai 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 10 Milyar rupiah. Dan pelanggaran tersebut merupakan delik umum yang harus segera ditindaklanjuti penegakan hukumnya.

Pada saat ini, Pemprov Babel akan menyelenggarakan konsultasi publik terakhir tentang Ranperda RZWUP3K. Pembahasan dan penyusunan RZWUP3K akan kehilangan legalitas sepanjang masih nyata-nyata terjadi pelanggaran atas induk hukum dari RZWP3K yaitu UU 27/2007 jo UU 1/2014. Maka tiadalah alasan bagi Gubernur sebagai pemegang mandat UU Pemda untuk segera membatalkan segala IUP yang melanggar UU terkhusus IUP PT KTU beserta KIP-nya sebelum pengesahan RZWP3K Babel. RZWP3K Babel seyogyanya harus didasarkan pada substansi Pasal 23 UU 27/2007 jo. UU 1/2014 bahwa wilayah pesisir dan pulau kecil hanya diprioritaskan kepada kegiatan-kegiatan yang hayati non ekstraksi (minerba) tanpa zona pertambangan.  Luasan dan interval pulau induk dan pulau kecil di Kepulauan Babel yang relatif tidak besar, menjadi dasar pertimbangan dari penerapan Pasal 23 UU PWP3K.

Masa depan ekonomi Babel sedang bergerak kepada ekonomi non-Timah (sunrise economy). Bahkan telah terjadi pergeseran tenaga kerja yang cukup signifikan dari sektor minerba ke berbagai sektor terutama pertanian/perkebunan/perikanan serta pariwisata dan jasa. Bahkan transisi ekonomi didominasi oleh inisiatif dan prakarsa masyarakat Babel sendiri. Menggantungkan kembali pada ekonomi timah (sunset economy) yang usianya sejagung, merupakan "ekonomi bunuh diri". Zona pertambangan perairan 1 (satu) inch pun akan menghancurkan modal perairan perikanan dan pariwisata Belitung. Masyarakat Belitung dan Babel umumnya sudah berbuat dan bicara, sekarang giliran  Gubernur ataupun Bupati/Walikota beserta segenap DPRD merealisasikan  komitmen atas moratorium pertambangan laut yang kerap diucapkan. Tiada pilihan lain selain membebaskan Babel khususnya kabupaten Belitung dan Belitung Timur dari zona pertambangan sebagaimana amanat Pasal 23 UU No 27/2007 jo 1/2014. Ini akan menjadi kesempatan berharga bagi pemerintah dan masyarakat Belitung khususnya dalam mengangkat pariwisata Belitung (Babel) dalam Calendar of Event Wonderful Indonesia (CoE WI) 2018. Layar sudah dikembangkan, tiada jalan kembali (ke pertambangan). #bebaskan perairan Belitung (Babel) dari zona pertambangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun