Mohon tunggu...
wisanggeni saja
wisanggeni saja Mohon Tunggu... -

pengelana jalanan, mencari sesuap nasi dari sepotong inspirasi, memimpikan Indonesia akan kembali jaya dengan filosofi Nusantara Raya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gurita Century: “Kuda Troy” Masa Kini

7 Januari 2010   04:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:35 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus Century benar-benar telah menggurita. Hiruk-pikuk kasus tersebut hampir tiga bulan ini menghiasi pelbagai media massa cetak dan elektronik nasional. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono didakwa sebagai tokoh sentral dalam kasus yang melibatkan kucuran dana sebesar Rp. 6,7 Triliun ini. Puluhan seminar digelar, ratusan analisis dipaparkan, bahkan ribuan argumentasi diperdebatkan untuk mengupas kasus ini. Insiden pemukulan George Aditjondro terhadap Ramadhan Pohan saat acara pra launching, “Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Kasus Century” juga menjadi “bumbu penyedap” Gurita Century.  Tak ketinggalan facebook groups, jejaring sosialita di dunia maya, yang menjadi popular pasca penggalangan dukungan saat kasus perseteruan Chandra-Bibit dengan Bareskrim Polri maupun kasus lain yakni Prita Mulyasari dengan RS. Omni International kembali bersuara. Mantan Anggota DPR, Permadi bahkan mengatakan bahwa sekarang ini tekanan publik mempunyai power yang lebih kuat di banding hukum. Dan yang teraktual, “buku tandingan” Gurita Cikeas yakni “Hanya Fitnah & Cari Sensasi, George Merevisi Buku” karya Setiyardi Negara telah diluncurkan. Di era reformasi seperti ini, perbedaan pendapat merupakan sebuah kewajaran. Masing-masing pihak keukeuh  pada keyakinannya masing-masing.

Hanya saja yang saya sesalkan, politisasi kasus Century kental terasa dan seolah menepikan upaya penyelesaian secara hukum. Semakin jauh jika diamati,kasus ini semakin terdistorsi ke ranah politik. Keberadaan Pansus Hak Angket Century di bawah komando Idrus Marham disinyalir membawa berbagai kepentingan politik. Lihatlah betapa ngototnya beberapa anggota Pansus yang mengusulkan penonaktifan Wapres Boediono dan Menteri Keuangan Sri Mulyani selama masa pemeriksaan. Alasan penonaktifan yang diberikan Pansus memang logis agar tidak mengganggu proses penonaktifan, namun dibalik itu jika dikaji lebih mendalam, ada dampak-dampak negatif yang ditimbulkan. Untungnya Presiden SBY secara langsung menyampaikan amanat agar Wapres dan Menkeu tetap menjalankan tugasnya. Keputusan ini boleh dibilang cukup tepat. Buktinya, Wapres Boediono dapat menjalani masa pemeriksaan tanpa kendala apapun. Bahkan ironisnya, agresivitas Pansus nyaris tak terlihat karena sikap “nothing to lose” yang ditunjukkan Wapres. Bagi saya pribadi, Hal ini semakin menguatkan indikasi bahwa kasus Century sangat kental bernuansa politis. Kasus Century mungkin telah menjadi sorotan yang dinantikan tiap episode kelanjutannya dari dunia internasional. Setidaknya hal ini tersirat ketika The Wall Street Journal edisi Asia memuat wawancara terhadap Menkeu Sri Mulyani (saat itu sedang sorotan) yang berjudul “Aburizal Bakrie is not happy with me”(terbit Kamis,10/12/2009).  Hal ini dipicu oleh perseteruan keduanya selama menjabat Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I ketika Ia menolak permintaan Aburizal untuk menghentikan sementara perdagangan saham-saham beberapa perusahaan milik keluarga Bakrie saat dunia mengalami gejolak resesi tahun lalu.. Kredibilitas The Wall Street Journal sebagai  salah satu surat kabar terkemuka, perlahan tentu menyeret permasalahan bank Century menjadi konsumsi dunia internasional. Bahkan jika tidak salah, ada jurnalis dari Al Jazeera yang meliput secara langsung acara pra launching “Membongkar Gurita Cikeas di Balik Skandal Kasus Century” di Doekoen Coffee yang sempat diwarnai insiden George Aditjondro-Ramadhan Pohan.

Mengapa saya menyebut Kasus Century sebagai Kuda Troy masa kini? Hal ini berdasar pengamatan saya bahwa ada upaya pelemahan kewaspadaan bangsa Indonesia terhadap ancaman dari luar sejak pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 hingga saat ini. Permasalahan mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dinilai cukup serius telah menyedot fokus perhatian segenap elemen bangsa sehingga membuka celah ketidakwaspadaan terhadap ancaman terorisme yakni meledaknya bom di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan beberapa bulan silam yang akhirnya membatakan kunjungan tim Manchester United. Sama halnya dengan saat ini, berbagai masalah yang ditujukan pada pemerintahan SBY seperti perseteruan KPK-Polri hingga Gurita Century harus diakui bisa menghambat jalannya program seratus hari. Jika boleh meminjam analogi dalam pertempuran Troy, maka saya ibaratkan beberapa kelompok kepentingan di negeri kita yang mempolitisasi kasus Century seperti  prajurit-prajurit yang ber-euforia membawa Kuda Troya sebagai simbol kemenangan. Euforia yang membuat kita lupa bahwa “ancaman dari luar” siap menerkam prajurit-prajurit yang dimabuk kemenangan.

ASEAN China Free Trade Agreement (AC-FTA) sudah di depan mata, dan menurut pengamatan saya, kita sangat tidak siap menghadapi hal ini. RIbuan ribu atau bahkan jutaan angka pengangguran telah terbayang. Oleh karena itu, mari saatnya segenap elemen bangsa rapatkan kembali barisan, jangan biarkan perpecahan atas penyelesaian kasus Century berlarut-larut dan melemahkan kewaspadaan kita terhadap ancaman yang lebih nyata. Uang 6,7 Triliun memang sangat besar. Namun saya yakin kita akan kehilangan lebih dari jumlah itu, jika kita tidak segera menyadari akan ancaman AC-FTA ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun