[caption caption="Kartu Jakarta Pintar. Sumber foto: liputan6.com"][/caption]
Program Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang awalnya dimaksudkan sebagai bantuan bagi masyarakat tidak mampu agar anak-anak mereka dapat mengenyam pendidikan minimal hingga tingkatan SMA/SMK kini malahan menimbulkan masalah. Dalam pelaksanaannya, sebagian orangtua dari pemilik KJP diduga melakukan penyelewengan terhadap program KJP tersebut. Ditemukan banyak pelaku yang menggunakan KJP untuk mendapatkan uang tunai dari toko-toko. Uang yang didapatkan tersebut tentu saja sulit untuk dikontrol penggunaannya – walaupun menurut peraturan, setiap pemakaian KJP untuk berbelanja harus dilampiri bon (bukti) pembelian, hal tersebut tidak mencegah pelanggaran KJP tersebut. Ditengarai uang tersebut tidak semuanya digunakan untuk keperluan sekolah para siswa.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan sanksi akan diberikan kepada masyarakat yang menyalahgunakan KJP. Tidak hanya pemberian dana KJP dihentikan, mereka juga bisa dikenakan pidana.
Djarot mengungkapkan, pihak yang dikenakan pidana terkait dengan penyalahgunaan KJP adalah orangtua. Pelaku harus diberikan hukuman pidana karena telah melakukan penipuan.
"Kan bisa saja yang punya KJP itu siswa tapi yang menggunakan orangtua Anda," ‎kata Djarot.Â
Pelanggaran KJP dan Tuntutan Hukum
Baru-baru ini, Yusri Isnaeni, seorang ibu rumah tangga yang juga aktivis Gemapana (Gerakan Masyarakat Peduli Anti Narkoba), menemui Ahok (sapaan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama) di Gedung DPRD. Dia mengadu dan mempertanyakan mekanisme penggunaan KJP. Yusri menanyakan mengapa dana KJP yang didapatnya mengalami pemotongan sebesar 10 persen. Dia ternyata melakukan pengambilan tunai di sebuah toko perlengkapan sekolah dan toko itulah yang melakukan pemotongan dana tersebut.
"Toko di Pasar Koja itu yang bilang, kalau mau belanja seragam sekolah harus dicairkan dulu uangnya. Saya dapat KJP sudah dipotong 10 persen dan ini terjadi di semua wali murid. Terus tokonya minta uang juga," kata Yusri (kompas.com). Disadari atau tidak, perbuatan Yusri tersebut merupakan pelanggaran KJP.
Ahok tentu saja marah mengetahui orang yang mengadu kepadanya ternyata malah melakukan pelanggaran KJP. Ahok sempat melontarkan kata maling dan penjarakan saja ketika tahu Yusri mengambil uang tunai dari toko. Penyalahgunaan KJP memang bisa dikenakan pidana.
Ternyata perkataan ‘maling’ yang diucapkan Ahok tersebut berkelanjutan. Yusri yang tidak terima disebut maling dan merasa dipermalukan oleh Ahok kemudian melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah. Dia menginginkan Ahok meminta maaf di depan publik serta membayar ganti rugi sebesar Rp 100 miliar. Yusri mengaku menerima banyak cercaan dan putrinya menjadi bahan pergunjingan di sekolah serta lingkungan rumahnya. Yusri juga meminta Ahok untuk tidak selalu meremehkan rakyat kecil.
Menurut Yusri, Ahok melalui stafnya telah menyampaikan permintaan maaf lewat telepon. "Ahok pernah menyuruh stafnya untuk meminta maaf melalui telepon, tetapi saya tidak terima," kata Yusri. Dia menghendaki Ahok meminta maaf langsung kepadanya dan tidak melalui sambungan telepon.
Tetapi pernyataan Yusri tersebut dibantah Ahok. “Ngapain saya minta maaf sama orang yang mencuri uang rakyat? Saya membela uang rakyat," demikian bantahan Ahok. Ahok menegaskan tidak akan meminta maaf karena Yusri telah menyalahgunakan dana KJP.
[caption caption="Yusri Isnaeni (32), melaporkan Basuki Tjahaja Purnama ke Polda Metro Jaya terkait pencemaran nama baik, Jakarta, Rabu (16/12/2015) (KAHFI DIRGA CAHYA/KOMPAS.COM)"]
Penindakan
Manajer PD Pasar Jaya Jakarta Utara Pence Harahap telah melakukan penggerebekan terhadap salah satu toko di Pasar Koja yang tertangkap tangan melakukan pencairan dana KJP. Akibat pelanggaran tersebut, toko itu dikenakan sanksi harus ditutup. Pemilik toko menyatakan bahwa transaksi tersebut dilakukan atas permintaan dari orangtua siswa pemegang KJP. Mereka beralasan uang tersebut akan digunakan untuk membayar uang sekolah anak-anak mereka. Padahal pemilik toko sudah mendapatkan surat edaran larangan mencairkan dana KJP dari Kepala Pasar Koja Baru ditambah lagi di pasar tersebut juga dipasang spanduk pengumuman bahwa para pedagang pasar tak boleh mencairkan dana KJP. Sanksi yang ditetapkan bagi pelanggar salah satunya memang berupa penutupan tempat usaha.
Berkaitan dengan pengaduan Yusri kepada Ahok, Disdik (Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta) dan Bank DKI berencana melakukan penyelidikan terhadap toko-toko di Pasar Koja, Jakarta Utara, yang diduga telah melakukan pelanggaran berupa pencairan KJP. Disdik ingin memastikan apakah permintaan pencairan dana itu berasal dari orangtua siswa pemegang KJP atau inisiatif pemilik toko.
Evaluasi KJP
Jika dalam penyelenggaraan KJP telah terjadi begitu banyak penyelewengan, bukan tidak mungkin Disdik akan mengevaluasi KJP. Dan jika setelah dilakukan pengkajian dan penyelidikan ternyata ditemukan banyak pelanggaran KJP (seperti yang diberitakan), bisa saja Disdik menghentikan (membekukan) program KJP ini untuk sementara waktu. Tentunya hal ini dimaksudkan untuk menghindari penyalahgunaan KJP (pencairan – atau mentunaikan). Hal ini tentu berimbas kepada bantuan yang seharusnya didapatkan banyak siswa di DKI ini.
Pemprov DKI tentunya tidak ingin terjadi masalah seperti ini – pelanggaran dan (kemungkinan) penghentian sementara program KJP. Tujuan diberikannya KJP adalah baik, untuk membantu meringankan orangtua murid (dari kalangan masyarakat tidak mampu) membiayai sekolah anak-anak mereka.
Jika program pemprov DKI yang bertujuan yang baik ini kemudian malah menuai masalah lain (masalah hukum), seperti adanya tuduhan pencemaran nama baik kepada Gubernur dan tuntutan uang ganti rugi Rp 100 miliar (pelaporan dilakukan oleh Yusri Isnaeni), hal ini benar-benar merupakan setback.
Tindakan ini bisa mempengaruhi pelaksanaan program KJP lebih lanjut karena pemegang KJP yang melakukan pelanggaran (melakukan pencairan dana KJP) – yang seharusnya ditindak (dengan pemblokiran KJP hingga pidana) malahan mengajukan tuntutan hukum (pencemaran nama baik dan fitnah).
Yusri, yang telah meminta Ahok untuk tidak meremehkan rakyat kecil, sebaiknya juga membantu Ahok dan Pemprov DKI (Disdik) memikirkan keadaan siswa-siswa sekolah di DKI Jakarta ini. Bukan hanya dia dan putrinya yang membutuhkan dana KJP, para siswa yang berjumlah ribuan orang dari keluarga tidak mampu juga membutuhkan dana KJP untuk membeli keperluan sekolah mereka.
Jangan sampai tindakan yang dilakukan oleh Yusri mencederai program KJP ini dan menimbulkan permasalahan yang lebih besar lagi bagi masyarakat kurang mampu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H