[caption caption="Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama(merdeka.com/muhammad lutfhi rahman)"][/caption]
Gubernur DKI Jakarta yang satu ini, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, selain terkenal tegas dan galak juga diketahui sebagai sosok yang murah hati. Ahok kerap memberikan bantuan – apakah itu berupa uang, hibah, dan lain-lain, bagi mereka yang membutuhkan dan memang pantas menerima bantuan tersebut.
Bantuan atau hibah tersebut selain diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan, juga diberikan kepada TNI-Polri sebagai bentuk dukungan Pemprov DKI kepada kedua institusi yang bertugas untuk mengamankan ibukota tersebut.
Namun demikian, Ahok tidak ingin dana bantuan dan hibah Pemprov DKI Jakarta kepada TNI-Polri menjadi polemik. Menurutnya, dana bantuan dan hibah tersebut dianggarkan setiap tahunnya pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta dalam pos Bantuan Sosial. Semua bantuan tersebut juga melewati prosedur yang berlaku, seperti halnya institusi dan lembaga lainnya penerima bantuan dan hibah Pemprov DKI Jakarta.
Selain dana bantuan dan hibah terhadap kedua institusi yang telah dianggarkan tersebut, Ahok juga berencana membantu operasional BNN (saat BNN ini dipimpin oleh Komisaris Jenderal Budi Waseso yang dikenal dengan sebutan Buwas), yang memerlukan gedung. Gedung BNN yang sekarang digunakan merupakan milik Polri dan berstatus pinjaman. Gedung tersebut rencananya akan direnovasi untuk digunakan sebagai kantor Bareskrim. Ahok bahkan telah menginstruksikan Sekretaris Daerah untuk mengurus administrasi terkait hal itu.
"Saya sudah mengatakan pada Sekretaris Daerah bila perlu berikan saja gedung kepada BNN, untuk apa meminjam terus," kata Ahok di Balai Kota DKI, Jumat (13/11). Gedung yang rencananya akan dihibahkan itu adalah bekas gedung dinas Wakil Gubernur DKI dan bekas gedung Dinas Pekerjaan Umum DKI.
Terlepas dari sosok Buwas yang kontroversial, dukungan Pemprov DKI terhadap operasional BNN mutlak diperlukan (berdasarkan data peredaran dan bisnis narkoba di Indonesia sampai tahun 2014, DKI Jakarta menduduki peringkat keempat setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah). Nilai transaksi narkoba di Indonesia dua tahun lalu sudah mencapai Rp 48 triliun. Tentu merupakan hal yang wajar bagi Pemprov DKI menghibahkan gedung untuk mendukung operasional BNN.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti akhirnya menyatakan bahwa penggunaan gedung tersebut sepenuhnya menjadi keputusan Kepala BNN. Dengan demikian hingga kini gedung tersebut masih diperuntukkan bagi BNN.
Tawaran kepada Buwas ini bukanlah yang pertama kali dilakukan Ahok. Ketika Buwas menjabat sebagai Kabareskrim, Ahok sudah mengajukan rencana hibah ini karena Bareskrim memang belum memiliki gedung sendiri. Namun sebelum keinginan (bantuan) Ahok tersebut terealisasi, Buwas telah berpindah tugas ke BNN. Ketika Buwas mengalami permasalahan yang sama – kebutuhan akan gedung untuk operasional lembaga yang dipimpinnya, Ahok kembali menawarkan bantuan.
Baru-baru ini pembalap Rio Haryanto juga menemui Ahok untuk meminta dukungan dana agar bisa berlaga di Formula 1 (Rio masih membutuhkan dana sekitar 10 juta euro – suatu jumlah yang sangat besar), Ahok berjanji untuk memberikan bantuan dana tersebut. Namun ternyata hal tersebut tidak bisa dilakukan. APBD DKI tidak bisa dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat komersial.
Ahok mendapatkan rekomendasi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menyebutkan perhelatan olahraga yang bersifat komersial tidak boleh dibiayai APBD. BPKP menilai bahwa ajang Formula 1 bersifat komersial. Akhirnya Pemprov DKI batal membantu pendanaan Rio Haryanto untuk berlaga di Formula 1.
Walaupun berniat baik ingin memberikan bantuan, Ahok tetap mengacu kepada peraturan yang berlaku.
Bukan hanya bantuan dalam jumlah sangat besar (seperti yang rencananya akan diberikan untuk Rio Haryanto) yang harus diteliti, bantuan dalam jumlah ‘kecil’ pun tidak luput dari perhatian Ahok.
[caption caption="Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama membesuk RGM, bocah penderita gizi buruk, di di RSUD Koja (Foto: MTVN/Wanda)"]
Beberapa waktu yang lalu, Ahok mengunjungi RGM (usia 9 tahun), bocah penderita gizi buruk, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Utara. Ahok berencana memberikan bantuan tetapi batal dilakukan. Ahok melihat nenek si bocah, Taminah, yang terlihat sangat sehat dan setelah berbincang-bincang dengannya, Ahok mengetahui bahwa Taminah telah menerima banyak bantuan dari berbagai pihak.
Ahok pun memutuskan untuk tidak jadi memberikan bantuan – walaupun saat itu ia sudah membawa uang untuk membantu perawatan RGM. Untuk mengatasi agar kejadian tersebut tidak berulang, Ahok akan mengarahkan para lurah untuk membantu membawa para penderita kurang gizi ke rumah sakit.
Tentu setiap perbuatan harus dipikirkan terlebih dahulu – walaupun tindakan tersebut bertujuan baik. Jangan sampai bantuan yang diberikan disalahartikan sebagai hal yang rutin dan membuat orang yang dibantu menjadi tergantung pada bantuan tersebut. Terlebih jika disinyalir orang yang dibantu itu tidak menggunakan uang bantuan yang didapatkan untuk hal yang semestinya.
Kita bisa melihat apa yang dilakukan Ahok, untuk berbuat baik pun dia tetap mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku.
Apa yang dilakukan Ahok hendaknya bisa dijadikan contoh bagi para pejabat atau siapa saja (termasuk ormas) yang kerap bertindak mengatasnamakan kepentingan warga (rakyat) tetapi kenyataannya malah berbuat anarkis atau melanggar aturan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H