Mohon tunggu...
wiro naibaho
wiro naibaho Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Belajar menulis,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Edukasi dan Regenerasi untuk Petani

22 Mei 2019   16:23 Diperbarui: 22 Mei 2019   16:52 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika topik "Blog Competition" adalah tentang pertanian di Indonesia, rasanya  sebagai seorang anak petani tidak baik untuk tidak mencoba merangkai kata walau hanya secuil kalimat. Berbagi pikiran untuk kemajuan pertanian di Indonesia.

Terlahir di  keluarga petani layaknya menjadi seorang pengamat pertanian.  Sebab kita bisa mengamati dan  juga mengalami secara langsung beberapa proses dan perubahan dalam pertanian.  Dalam hal ini pertanian di kampung kita sendiri pada khususnya.

Mungkin tidak semua orang bisa menyaksikan beberapa perubahan  yang sangat signifikan  di peradaban suatu daerah. Namun saya beruntung, terlahir di akhir tahun 1980-an. Banyak "jejak perubahan" yang benar-benar  disaksikan dengan mata kepala sendiri. Di berbagai bidang seperti teknologi hingga pertanian.

Contohnya,  masuknya listrik pertama sekali di kampung saya. Pengalaman yang sangat  istimewa, masih mengalami penggunaan "lampu teplok" dan "lampu gas" untuk penerangan di malam hari.

Ya, bagi kita yang pernah mengalaminya, pasti sangat istimewa. Ketika menggunakan lampu teplok di malam hari untuk belajar dan ataupun bermain. Maka besok paginya, lubang hidung akan hitam. Lucunya itu di masa itu. Akh, jadi bernostalgia. Kembali ke pertanian.

Di bidang pertanian. Tentu tidak kalah menarik dari bidang lain.  Banyak proses peralihan dan perkembangan yang benar-benar menarik untuk diceritakan.  

Bagaimana pertanian di kampung saya berubah dan berkembang dari tahun ke tahun, tentu tidak lagi harus membaca buku seorang  penulis atau mengetahuinya dari berbagai media. Namun, adalah saksi mata yang mengalami dan mengamati betul perubahan itu.

Kampung saya itu berada hampir di puncak gunung Samosir (Pulau Samosir).  Samosir itu bisa dikatakan pulau karena berada ditengah-tengah danau Toba. Namun sebetulnya, Samosir adalah gunung berapi seperti halnya gunung api lainnya.

Sekitar  30 menit dari kota Pangururan ( ibu kota Kabupaten Samosir). Kotanya di pinggiran danau, lalu kampung saya naik ke atas, ke arah puncak Samosirnya.

Satu-satunya kecamatan dari tujuh kecamatan yang ada di Samosir, yang tidak memiliki pinggiran danau Toba. Namanya kecamatan Ronggur ni huta. Jika diterjemahkan secara langsung dalam bahasa Indonesia, "Runggur ni huta = Kampung petir". Wah, seram kan.

Di tahun 1990-an, salah satu penghasilan utama petani dari Ronggur ni huta adalah kopi. Berdasarkan cerita orangtua, sebelum kopi, dulunya penduduk setempat menjual daun ubi Jalar ke kota Pangururan.  Lalu kemudian, hasil penjualannya digunakan untuk membeli kebutuhan rumah tangga.

Kopi yang dipanen oleh petani-petani di tahun 1990-an adalah kopi yang ditanam, mungkin 20 tahun sebelumnya.  Jika dilihat dari besar dan tinggi kopi yang pada masa itu saya lihat langsung.

Kehadiran kopi sangat membantu masyarakat. Walaupun, kopi jenis ini butuh waktu sekitar 5 tahun supaya menghasilkan buah. Dan masih dalam jumlah yang sangat sedikit.  Yang biasa kita sebut dengan "Kopi Arab".

Pohonnya lumayan besar, diameter batangnya bisa mencapai 20 cm, tingginya  hingga 10 meter (perhitungan perkiraan saja). Jadi kalau mengambil bijinya harus menggunakan tangga atau memanjatnya. Ada juga Kopi Robusta, namun tidak  banyak petani yang menanamnya. Karena proses pengolahannya sampai bisa dijual lumayan ribet dan butuh waktu yang lebih lama.

Walau hasil dari kopi ini sudah membantu namun sebetulnya masih jauh dari kata "lumayan". Hanya saja kopi termasuk  tanaman yang mengasilkan buah setiap saat. Sehingga masyarakat  bisa memanennya seminggu sekali. Untuk dijual ke pasar. Walaupun sebetulnya ada musim untuk kopi berbuah  dalam  jumlah banyak. Pada masa itu sekitar bulan november ke desember.

Lalu, sekitar pertengahan tahun 1990-an. Di kampung saya hadir seperti sejenis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tidak tahu pasti LSM atau tidak. Namanya Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) .  

Awalnya kelompok studi ini membina masyarakat untuk membentuk wadah "simpan-pinjam"   yang beranggotakan sekelompok masyarakat, yang kita kenal dengan CU (Credit Union). Hingga saat ini kelompok ini masih ada, dengan nama "CU Harapan Maju" desa Lintong ni huta.

Setelah dari "simpan-pinjam", kemudian mereka membina masyarakat membentuk "kelompok tani".  Membina masyarakat bagaimana cara bertani yang baik. Hingga saat ini, masyarakat diberbagai desa di Samosir sudah tidak asing lagi dengan KSPPM. Lembaga ini telah membantu masyarakat diberbagai bidang seperti pertanian, ekonomi hingga bantuan hukum.

Perlunya Edukasi untuk Petani. 

Kira-kira diawal tahun 2000-an, awal hadirnya "Kopi Ateng" yakni kopi yang berukuran lebih kecil, lebih cepat berbuah dan memiliki buah yang lebih banyak. Tentu saja kehadiran kopi yang satu ini menjadi berkat yang tidak mungkin didustakan oleh petani di kampung saya. Hingga mereka menamainya sebagai "Kopi Sigalar Utang"/ kopi pembayar utang.

Sebutan kopi "Sigalar Utang" adalah ungkapan kesenangan masyarakat, kerena kehadiran kopi ini mampu mengangkat perekonomian petani.

Kehadiran kopi Ateng, apakah oleh karena peranan pemerintah atau KSPPM.  Tidak tahu pasti. Yang pasti adalah bahwa KSPPM-lah  setahu saya yang telah membina masyarakat untuk mengembangkan kopi Ateng.

Hingga beberapa dari petani pernah beberapa kali difasilitasi untuk melakukan kegiatan berupa kunjungan dan pelatihan ke daerah lain, yang sudah lebih dahulu mengembangkan pertanian kopi Ateng.

KSPPM juga memberikan penyulungan kepada petani  tentang ilmu tanah. Dalam hal ini, yang masih benar-benar saya ingat tentang tingkat keasaman (pH) tanah dan  kecocokan tanaman di tanah yang diukur pH-nya tersebut.  Dan juga penggunaan pupuk sesuai dengan jenis dan kondisi tanah.

Sehingga petani mulai memahami tentang kondisi tanah dan tanaman yang harus ditanam sekitar tanah tersebut.

Disisi lain, KSPPM juga membina petani untuk beternak lebah. Pada awalnya, lebah hanya di ambil saja madunya oleh masyarakat. Ketika ada sarang lebah disekitar desa, biasanya langsung saja dibakar sarang lebahnya di malam hari lalu kemudian madunya diambil. Sehingga lebah tersebut pun menghilang begitu saja.

Namun, setelah kehadiran para staf KSPPM yang adalah lulusan-lulusan perguruan tinggi. Masyarakat mulai memahami tentang pentingnya madu bagi kesehatan dan juga cara beternak lebah yang baik. Hingga, madu hasil ternak lebah pun menjadi salah satu penghasilan masyarakat.

Dan masih banyak lagi contoh pembinaan dalam bidang pertanian yang dilakukan kelompok studi ini, hingga saat ini di desa saya. Beberapa poin diatas telah membuktikan bahwa aplikasi dari ilmu pertanian dari akademik, sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh para petani.  

Kita bilang, Indonesia adalah negara kaya akan sumber daya alam. Jika kita tidak memahami dan memperlajari sumber daya tersebut maka sama saja kekayaan itu sesungguhnya tidak nyata.  Seperti halnya masyarakat sebelum kehadiran KSPPM, banyak sumber daya alam di sekitar desa yang belum diketahui tentang manfaatnya hingga nilai ekonominya.

Ilmuan untuk Petani

Letak geografis Indonesia menjadikannya negara yang subur dan kaya akan jenis tumbuhan. Juga kaya akan tanaman.  Sehingga pertanian adalah sektor yang sangat menjajikan di bumi Indonesia ini. Namun sayangnya, negara yang dijuluki sebagai negara agraris ini, tidak lagi menjadi jati dirinya melihat kondisi ekonomi terutama dari hasil pertanian.  

Walaupun dalam 4 tahun dikabarkan Kementerian pertanian telah  berhasil menurunkan inflasi bahan makanan, mendongkrak ekspor pertanian, meningkatkan investasi pertanian.  Hingga, produksi pertanian mampu mendongkrak PDB sektor pertanian. Namun, tantangannya masih sangat banyak. Oleh pencapaian sektor pertanian di masa lalu.

Tantangan dalam dunia pertanian kini semakin terbuka. Peranan sektor pertanian untuk menunjang perbaikan kondisi ekonomi semakin terlihat. Kondisi ekspor-impor menjadi berita yang paling sering dibicarakan di media.

Petani adalah pihak yang tidak bisa diabaikan dalam hal ini. Karena bagaiamana pun, hasil sektor pertanian untuk kebutuhan ekspor adalah hasil kerja nyata dari petani. Dalam hal ini, perlunya edukasi dan pembinaan terhadap petani menjadi tantangan bagi semua pihak, seperti para ilmuan (sarjana dan akademisi) hingga pemerintah.

Petani butuh ilmu dan wawasan dari kita yang sudah belajar hingga perguruan tinggi.  Yang sudah mempelajari ilmu-ilmu di bidang pertanian.

Sebab untuk mengambangkan pertanian di negeri ini diperlukan peranan ilmu dari para insan terpelajar, ahli-ahli dan ataupun ilmuan.  Sehingga diharapkan petani bisa teredukasi dengan baik. Dengan demikian peluang untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor pertanian akan bisa terwujud.

Regenerasi Petani 

Sekarang  ini, dapat dipastikan bahwa kaum muda hampir tidak ada yang bercita-cita ingin jadi petani. Ketika saya masih mengajar di sekolah, hampir tidak ada siswa yang bercita-cita jadi petani. Juga ketika ketemu dengan orang-orang muda termasuk siswa diluar sekolah, hampir tidak ada yang ingin jadi petani.

Bahkan, mahasiswa lulusan fakutlas pertanian. Tidak sedikit yang beralih bidang ketika terjun di dunia kerja. Artinya pertanian seakan  sektor yang kurang menarik untuk dikembangkan.  Terutama bagi kaum muda  yang berpendidikan tinggi di bidang pertanian.

Padahal, seharusnya para ilmuan seperti lulusan pertanian ini yang sangat dibutuhkan kehadirannya di lingkungan desa. Daya tarik kaum muda terhadap sektor pertanian, tentu saja sangat berpegaruh terhadap regenerasi petani.

Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah tidak lain karena  kondisi ekonomi para petani di negara ini, umumnya adalah menengah ke bawah. Sehingga perlu solusi nyata untuk memperbaiki sektor pertanian.

Upaya peningkatan tingkat ekonomi petani dapat dilakukan melalui peningkatan hasil pertanian mereka. Dan dalam proses peningkatan inilah dibutuhkan peran para ilmuan untuk ikut berpartisipasi secara langsung.

Disisi lain, paradigma kaum muda terhadap pertanian perlu dibenahi. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran penting untuk mengarahkan para kaum muda dan juga ahli-ahli pertanian untuk terlibat secara langsung  membangun Indonesia dari sektor pertanian.  Sehingga, generasi muda semakin tertarik untuk berperan dalam upaya peningkatan hasil pertanian.  Dan regenerasi petani pun tetap terjaga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun