Semenjak belum dipastikan pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden, sudah ada pro-kontra terkait isu pemerintahan (presiden) di sekitar si Abang.
Namun kita terkadang hanya membuat topik itu sekedar guyonan saja. Berusaha untuk membicarakan topik lain jika perdebatan semakin memanas.
Pro-kontra ini, terkait keberpihakan kepada presiden sekarang dan juga yang kontra. Dalam beberapa topik, ada bagian materi yang berkaitan dengan SARA. Ada sebagian yang beranggapan pemerintah berpihak kepada salah satu dari bagian SARA tertentu. Namun ada juga yang berpandangan lain.
Sebetulnya si Abang tidak ingin menganggkat isu yang agak sensitif seperti ini, tapi pada kenyataannya begitu materi ataupun topik yang sering dibicarakan jika terkait pemerintahan dan pilpres pada masa itu.
Yang  walaupun sebetulnya kita berada pada lingkungan orang-orang yang sudah berpendidikan tinggi. Dan juga unsur politik  tidak berkaitan dengan bidang ilmu konsentrasi kita. Seperti ilmu politik, ilmu pemerintahan dan yang lainnya.
Terkadang masih banyak orang yang terlalu percaya dengan berita-berita politik yang sebetulnya belum tentu kebenarannya. Lalu kemudian memperbincangkan hal itu, dalam bentuk perdebatan.
Namun sekali lagi, karena tak ingin lebih memanas. Kita selalu berusaha mengalihkan pembicaraan.
Tibalah saatnya. KPU mengumumkan paslon presiden dan wakil presiden. Pro-kontra yang tadinya hanya ada di lingkungan kecil tadi, kini sepertinya ada dimana-mana. Malah di lingkungan si Abang yang tadi, jadi tidak ada lagi, mungkin sudah pada capek duluan.
Di media sosial apalagi. Kemungkinan karena tidak langsung bertatap muka dengan orang lain yang di-kontrakan, sehingga luwes saja dalam membuat komentar ataupun kritikan terhadap pihak tertentu.
Di kedai kopi juga, hal yang sama dibicarakan. Isu pilpres pokoknya. Kita yang misalnya tidak pro atau kontra terhadap salah satu paslon, jadi agak riweuh. Kok orang dimana-mana pada membicarakan politik.
Tidak ada yang salah sebetulnya dengan membicarakan politik. Adalah bagus ketika semua masyarakat melek politik. Namun, harus tetap pada porsi dan arah yang semestinya.
Contohnya pengalaman si Abang. Lagi makan di rumah makan. Tiba-tiba si Ajo-nya minta pendapat kira-kira siapa nanti yang bakal menang di pilpres ini. Lalu kemudian saya jawablah seadanya saja. Untuk membuat suasana semakin akrab. Siapa tahu di kasih potongan uang makannya. Begitu dalam hati. Hehe.. "Kalau dari debat pertama, kayaknya masih unggul 01. Tidak tahu nanti setelah debat kedua ya" begitu jawab saya.
Lalu kemudian, saya ke warung untuk beli mie instan. Disana Abang mendengar isu politik juga yang dibicarakan emak-emak. Begini kira-kira. Kata ibu yang punya warung. "Iya sekarang harga bawang lagi naik". Lalu salah seorang dari emak-emak tersebut menyahut begini : "iya ibu, mudah-mudahan nanti ganti presiden biar harga-harga pada turun". Begitu.
Dan sebetulnya masih banyak lagi pengalaman yang  Abang temukan tentang pro-kontra pilpres ini.
Oleh sebab itu, sudah merasa lelah dengan isu ini. Sehingga harapannya setelah 17 april beberapa hari yang lalu. Semua topik pro-kontra tentang pilpres akan mendingin, lalu sejuk negeri ini, untuk menyambut Hari Kartini, Hari Bumi, Hari Buku dan juga Hari Pendidikan dalam waktu dekat ini. Ternyata tidak juga. Malah semakin memanas oleh adanya isu klaim-mengklaim kemenangan.
Padahal kita punya yang" Mulia" Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sudah disepakati bersama sebagai pemegang otoritas penuh terhadap penyelenggaraan dan hasil pemilu.
Dalam ring tinju ataupun pertandingan ring lainnya. Ketika dalam proses pertandingan, benar-benar terlihat pertandingan sangat emosional. Namun ketika lonceng juri berbunyi tanda ronde berakhir. Mereka langsung berpelukan dan saling senyum lalu menunggu hasil pertandingan dari juri. Padahal mereka sudah saling babak belur, ataupun salah satunya mungkin.
Lalu kita yang menonton pun langsung kembali tenang dan santai. Walaupun terkadang yang kita dukung kalah. Senyum dan saling berpelukan diantara petarung adalah momentum yang sangat menentukan.
Di pilpres kemarin sepertinya tidak demikian. Hingga saat ini pun, belum terlihat kedua kubu saling bertemu. Tetapi perdebatan atas klaim kemenangan oleh kedua paslon di media elektronik, televisi, yang dikonsumsi masyarakat.
Tentu saja, para pendukung dari kedua paslon juga belum pada tenang. Yang diatas sana juga belum tenang.
Segera Rekonsiliasi
Mengapa harus segera rekonsiliasi? Kita membutuhkan persatuan seluruh rakyat Indonesia membangun bangsa ini.Â
Mau apapun yang dilakukan oleh kedua pihak paslon. Sekuat apapun berteriak, sebagus apapun argumen untuk memihak kepada dukungan paslonnya tidak akan mengubah hasil yang sudah diperoleh KPU pada pemilu kemarin.
Biarkanlah KPU bekerja dengan baik. Tidak usah diganggu dengan isu-isu yang tidak baik lagi.
Sudah terlalu banyak waktu dan energi kita selama ini untuk beradu ide memberikan yang terbaik bagi bangsa ini. Mendukung paslon kita. Menyampaikan argumen-argumen terbaik utuk menarik perhatian masyarakat kepada paslon dukungan kita.
Kini, sudah saatnya kita kembali melihat orang-orang di sekitar sebagai saudara yang memiliki satu misi dan tujuan untuk Indonesia.Â
Mari kembali mewujudkan cita-cita bangsa ini menjadi bangsa yang besar. Bangsa yang bersatu. Bangsa yang hidup dalam kebhinekaan. Dan bangsa yang berdemokrasi.
Salam Damai Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H