Mohon tunggu...
wiro naibaho
wiro naibaho Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Belajar menulis,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ikut Les Bimbel Itu Mesti Sesuai Kebutuhan

9 April 2019   23:26 Diperbarui: 10 April 2019   12:09 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suasan belajar di Bimbingan Belajar (sumber: pixabay)

Sebelum tamat kuliah S-1, si Abang ini  pernah mengajar di sebuah Bimbingan Belajar (bimbel) di kota Medan. Karena pada masa itu, kalau belum pernah bekerja jadi "tentor" (sebutan guru bimbel di Medan), rasanya seperti tidak terasa kuliah di jurusan keguruan dan juga menambah uang saku tentunya. 

Pun setelah tamat kuliah masih bekerja sebagai tentor selama kurang lebih 2 tahun. Jadi kalau ditotal hampir 3 tahunan jadi tentor kala itu. Jadi agak-agak gimana gitu setelah membaca topik pilihan di Kompasiana terkait pro-kontra anak masuk bimbel.

Tapi sebelumnya, sebutan "si Abang" di sini adalah untuk kata ganti penulis. Soalnya semenjak saya, bernaung di pulau Jawa, ketika seseorang atau penduduk setempat mengetahui saya dari daerah Medan sana, langsung mereka menyapa dan menyebut dengan kata yang seksi ini, si Abang. Misalnya di Bandung, "eh ada si Abang, kumaha damang". Ceunah. Begitu kira-kira. Waduh sampai mana tadi jadi lompat sana-sini. Iklan ceritanya. Kembali ke laptop...

Pada masa itu, tidak seperti jam belajar anak sekolah sekarang.  Dulu mah, siswa pulang sekitar pukul  13.00 atau 14.00 dari sekolah. Sehingga kala itu, bimbel sangat diminati oleh siswa.

Lalu bagaimana dengan sekarang ini. Jam siswa di sekolah sudah ditambah. Mungkin sekitar 7 atau 8 jam setiap harinya untuk sebagian sekolah, dan ada juga yang 9 jam untuk sebagian sekolah lagi.

Dalam situasi ini, tentu saja orangtua siswa akan mempertimbangkan untuk mengikutkan les tambahan lagi anaknya seperti di bimbel setelah pulang sekolah.

Berdasarkan pengalaman si Abang waktu mengajar di sebuah sekolah swasta di Pekanbaru, Riau. Sekolah tersebut masuk pagi pukul 7.30 dan pulang sorenya pukul 16.00 untuk SD dan pukul 17.00 untuk SMP dan SMA. 

Berarti kurang lebih 8 dan 9 jam anak berada disekolah. Oleh karenanya, tidak banyak lagi siswa yang mengikuti bimbel di luar sekolah. Jika pun les di luar jam sekolah kebanyakannya les  bidang terkait musik seperti piano, gitar, vokal dan sebagainya. Karena bidang ini tidak ada jam tambahan di sekolah.

Pihak sekolah juga menganjurkan orangtua untuk tidak mengikutkan lagi anaknya les tambahan diluar sekolah. Karena disekolah sudah diberikan jam tambahan bagi siswa-siswa yang dinilai kurang oleh guru dalam mengikuti materi pelajaran.

Tetapi tidak semua juga siswa ataupun orangtua yang mengikuti anjuran sekolah tersebut. Tetap saja ada beberapa siswa yang mengikuti les tambahan di luar sekolah, baik bimbel maupun les private. 

Berkaitan dengan pro-kontra tentang anak masuk bimbel yang sekarang ini lagi hits di K.

Berdasarkan jam belajar anak di sekolah dari kurikulum saat ini. Adalah tidak memungkinkan lagi bagi anak untuk mengikuti jam belajar di luar sekolah. Terutama di perkotaan, kebayakan sekolah sudah menerapkan sistem jam belajar 8 jam lebih siswa di sekolah. Namun, untuk kebutuhan atau target tertentu, siswa mengikuti les tambahan di bimbel.

Masalah masuk bimbel di luar jam sekolah bukan pro-kontra tentang sistem dan konten yang berbeda berkenaan dengan siswa. Tetapi, sejatinya adalah terkait hak anak dalam lingkup yang seharusnya.

Kegiatannya linier dan saling mendukung atau melengkapi dengan proses belajar siswa. Belajar materi pelajaran di sekolah, begitu juga di bimbel. Motivasi belajar yang disampaikan guru sekolah dan guru bimbel juga pasti tidak jauh berbeda.

Pendapat sebagian orang, seakan dipaksakan siswa belajar terus. Padahal sebetulnya sudah lagi jenuh belajar, bagi yang tidak "suka" belajar misalnya. Namun karena dorongan (perintah) orangtua jadinya si siswa nurut saja.

Bagi anak yang "suka" belajar mungkin saja tidak masalah. Si anak tersebut yang meminta untuk mengikuti les tambahan. Karena tertarik untuk lebih mempelajari mata pelajaran yang dari sekolah.  Seperti kita tahu bersama ilmu itu tidak ada  batasnya, malah semakin kita pelajari semakin banyak hal yang harus dipelajari lagi. Begitu terus.

Pada umumnya siswa-siswa yang les tambahan di luar jam sekolah adalah mereka yang memiliki tujuan tertentu. Seperti, mengejar ketertinggalan materi di sekolah, mendapatkan nilai bagus mencapai prestasi atau mempertahankan prestasi yang sudah diperoleh sebelumnya, atau mengikuti kompetisi ujian di luar sekolah seperti Olimpiade dan sejenisnya.

Yang paling umum adalalah ketika tiba saatnya siswa pada kelas tertinggi di level pendidikanya. Kelas enam (SD), kelas sembilan (SMP), dan kelas dua belas (SMA), karena akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Mereka pun meminta les tambahan.

Meskipun UN tidak "seseram" dulu lagi, karena tidak seutuhnya lagi nilai UN ini digunakan sebagai penentu kelulusan, namun nilai ujian yang diangkat menjadi topik debat cawapres beberapa waktu lalu ini masih sangat menarik untuk di kalangan siswa. Sebab, nilai UN memiliki fungsi tersendiri di kelanjutan pendidikan mereka.

Bagi siswa SD, nilai UN salah satu poin yang masuk dalam instrumen penilaian masuk sekolah favorit mereka ke tingkat SMP. Bagi siswa SMP juga demikian, keperluannya untuk studi selanjutnya.

Berbeda dengan SMA, nilai UN tidak digunakan untuk masuk perguruan tinggi (PT). Namun, bisa saja menjadi salah satu alternatif penilaian ketika mereka langsung mencari kerja.

Kembali lagi ke bimbel. Menambah jam belajar di bimbel, tentu saja hal yang positif. Karena pasti tujuannya untuk menambah pengetahuan bagi siswa. Selain memperoleh ilmu lebih, juga yang terutama adalah siswa berada dalam suasana lingkungan belajar.

Kita semua pasti sepakat dengan si Abang bahwa mencari, menciptakan lingkungan yang positif bagi anak adalah hal yang sangat penting. Seperti halnya lingkungan "belajar" di bimbel.

Dari pada di rumah, sebelum orantua pulang bekerja. Terkadang tidak tahu, apa yang dikerjakan anak di rumah. Jika yang positif, bagus. Jika tidak positif, tanda tanya bukan?.

Seperti halnya sebuah bimbel tempat saya pernah mengajar di Bekasi. Semua siswa dianjurkan untuk tetap bisa datang setiap hari kerja ke bimbel walaupun tidak ada jam untuk belajar sesuai penjadwalan.

Bimbel ini melengkapi beberapa fasilitas belajar seperti buku-buku, beberapa komputer, dan wifi, sehingga siswa terbantu belajar. Walapun tidak dalam jam belajar di ruang kelas, siswa bisa belajar sendiri dulu dengan adanya fasilitas-fasilitas tersebut. Dan pastinya setiap guru yang berada di bimbel siap membantu siswa tersebut selama dalam jam kerja.

Menariknya, banyak orangtua yang menyukai sistem seperti ini. Mungkin karena orangtua tersebut bekerja di luar rumah, sehingga merasa nyaman dengan situasi anaknya setelah pulang sekolah karena berada di lingkungan orang-orang yang belajar.

Sekalipun beberapa siswa yang datang ke bimbel, tidak langsung belajar. Biasanya ada yang istirahat, duduk dulu di sofa yang tersedia. Namun, setidaknya lingkungan sekitarnya akan menjadi stimulus yang baik bagi mereka dalam berpikir, bertindak dan berbicara yang positif.

Jika selain ilmu tetapi juga lingkungan yang positif  yang bisa diperoleh seorang siswa di bimbel. Lalu, haruskah seorang siswa mengikuti les tambahan di bimbel?. Tentu saja jawabnya, tidak harus.

Tergantung kebutuhan. Bimbel adalah salah satu pilihan dari sekian banyak. Tidak selamanya sisi positif yang disediakan oleh bimbel bermanfaat bagi semua siswa.

Ada siswa yang tidak suka belajar (lingkup mapel disekolah). Tapi tidak juga "nakal". Hanya saja hobinya dominan dibandingkan kebutuhan belajarnya. Sehingga ketika disuruh belajar materi tambahan, malah akan menimbulkan kerugian tersendiri. Misalnya sudah bayar uang bimbingan ternyata jarang datang. Tentu saja tidak baik.  

Siswa yang demikian tidak cocok untuk les tambahan di bimbel. Les tambahanlah sesuai dengan minatnya tersebut.  Seperti masuk sekolah sepak bola (SSB), jika hobi main bola. Dan yang lain.

Terkait persiapan UN. Sebab nilai UN ini masih ada nilai kebutuhannya. Maka sering siswa berharap mesti mendapatkan nilai terbaik. Dan setidaknya lulus dari standar kelulusan.

Seberapa perlukah mengikuti les tambahan di bimbel untuk persiapan UN, tetap jawabnya tergantung kebutuhan siswanya.  

Di sekolah pada umunya membuat program tambahan yang sering disebut dengan "pemantapan". Kalau di kampung Abang dulu di Samosir sana "sekolah sore" disebutnya. Karena memang belajarnya di sore hari. Berbeda dengan di kota pada umunya, jam pemantapan ini dijadwalkan lebih pagi, sebelum jam pelajaran pada umumnya.

Jika dari hasil pemantapan pun, siswa masih kurang hasil belajarnya.  Dalam hal ini, tentu saja siswa perlu jam tambahan lagi. Karena tidak semua siswa punya daya tangkap yang sama. Bisa berbeda, bahkan untuk satu mata pelajaran tertentu, berbeda dengan mata pelajaran lain. Tapi ada yang secara umum "lambat". Dan tak sedikit juga yang "lanangcelup"/lama-nangkap-cepat-lupa.

Jika toh juga belajar itu perlu. Dan tahap pendidikan itu adalah bagian dari pembentukan manusia seutuhnya bagi seorang siswa. Abang pikir, adalah usaha yang bijak untuk mengikutkan les tambahan seperlunya seperti halnya di bimbel. Karena ini adalah bagian dari proses untuk mensukseskan pendidikan anak.

Selain itu, menambah jam belajar juga pemicu kepercayaan diri siswa dalam menghadapi ujian.

Jadi menurut si Abang. Mengikutkan anak les tambahan di bimbel adalah hal yang bijak, tetapi harus sesuai kebutuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun