Pendaftaran Pilgub DKI Jakarta tinggal menunggu hari. Nama-nama kandidat kian berkelindan. Semua pihak kian serius mengatur strategi memenangkan kontentasi menguasai Ibu Kota. Para calon gubernur semakin tebar pesona dan menggalang kekuatan partai juga dukungan masyarakat. Banyak nama calon Gubernur tersaji seperti petahana Basuki Tjahya Purnama, Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra hingga Tri Risma Harini. Sementara di kursi Cawagub, hanya satu nama yang menjadi pusat perhatian dan primadona. Yakni Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah. Sandiaga dan Yusril jatuh hati dan serius ingin menggaet Saefullah. Rasanya sang petahana Ahok juga memiliki keinginan serupa.
Cinta ditolak dukun bertindak, itu pepatah cinta monyet anak ABG. Namun di Pilkada Jakarta, “Cinta” Ahok yang ditolak Saefullah membuat Ahok berfikir seribu cara menjatuhkan Saefullah. Ahok sangat sadar bahwa Saefullah adalah pemain kunci yang bisa menjadi penentu siapun yang berpasangan dengannya berpotensi besar untuk mengalahkan dirinya. Inilah alasan mengapa operasi character assassin kepada Saefullah dilancarkan. Bila Saefullah berhasil dibusukkan dan dijatuhkan, maka jalan bagi Ahok untuk melenggang akan kian mudah.
Sebagai catatan penting, Saefullah dipilih dan diangkat saat Jokowi menjabat Gubernur. Setelah Jokowi menjadi Presiden, Ahok yang merasa terganggu keberadaan Saefullah kemudian meminta Presiden Jokowi mengganti Saefullah. Namun Presiden Jokowi tetap mempertahankan Saefullah. Ini karena Presiden Jokowi tahu benar bagaimana kualitas dan integritas Saefullah. Dengan tidak mengganti Saefullah, Presiden Jokowi ingin mengatakan pada publik bahwa Presiden Jokowi mendukung dan menggaransi Saefullah.
Setidaknya ada dua scenario yang telah gagal membunuh karakter Saefullah beberapa waktu terakhir. Pertama, Saefullah dituduh terlibat dalam kasus yang menyeret Sanusi. Ahok mengatakan kalau Saefullah bersekongkol dengan M Taufik menghapus poin kontribusi tambahan 15%. Rencana ini gagal karena memang Saefullah bersih dan tidak ada hubungannya dengan reklamasi.
Skenario kedua, Ahok (dan juga Djarot) menuduh Saefullah melanggar Etika dengan berpolitik padahal Saefullah adalah PNS. Bawaslu bertinda sebagai endoser yang ikut menggugat Saefullah. Tapi scenario ini terlalu lemah. Karena memang aturan tidak melarang PNS berproses maju ke Pilkada. Yang dilarang adalah PNS resmi menjadi Calon setelah ditetapkan oleh KPUD, atau PNS terlibat langsung dalam kegiatan kampanye Pilkada. Dan Saefullah tidak melakukan keduanya. Saefullah tidak menghadiri pertemua Ketua PBNU dan Yusril karena dilaksanakan pada jam kantor. Ini bukti Saefullah tetap taat aturan.
Karena dua scenario awal telah gagal, kini operasi pembunuhan karakter berlanjut ke Isu yang lebih mematikan. Penulis menduga, belajar dari kejatuhan banyak politisi, maka isu yang akan ditembakkan adalah isu skandal affair atau isu perempuan. Isu ini kerap efektif digunakan. Yang terbaru adalah motivator Mario Teguh yang jatuh karena isu ini. Di Amerika, presiden sekalipun akan jatuh bila diterpa isu ini.
Semakin tinggi pohon, maka angin yang menerpa akan semakin kencang. Itulah yang akan dihadapi Saefullah. Isu affair dengan perempuan diprediksi akan digunakan untuk menjegal dan menjatuhkan Saefullah. Kita tunggu dari mulut siapa isu affair ini akan keluar, siapa wanitanya dan media mana saja yang aktif menggoreng isu ini. Soal kebenaran tentu tidak akan mereka pedulikan karena mereka akan mengabaikan moral dan etika demi mencapai tujuan menjatuhkan lawan dan memenangkan calon mereka. Ini adalah alarm awal untuk Saefullah agar ia waspada.
Mengapa menggunakan isu perempuan bukan isu korupsi? Menggunakan isu korupsi akan menjadi boomerang yang mematikan ahok. Sementara isu perempuan Ahok relatif aman. Lihat saja tiba-tiba ada berita ahok jalan-jalan dengan istri & keluarganya. Kasus Mario Teguh juga akan mudah menjadi pemanasan dan legitimasi awal menyerang Saefullah. Bila dalam beberapa hari kedepan muncul isu affair atau skandal perempuan menerpa Saefullah, maka ini adalah operasi yang menjadi bukti kepanikan pihak-pihak pendukung petahana.
Harusnya siapapun pihak yang ingin menjatuhkan Saefullah dengan cara-cara kasar dan kotor berfikir ulang. Saefullah adalah Ketua PWNU yang menjadi representasi masyarakat NU. Mendzalimi Saefullah sama dengan menyakiti hati warga NU. Jangan lupa bahwa saat ini NU adalah tulang punggung bertahannya Pemerintahan Jokowi-JK. Memancing kemarahan warga NU akan berdampak pada posisi dan dukungan Pemerintahan Jokowi. Apalagi kita sama-sama paham bahwa Presiden Jokowi percaya dan mendukung Saefullah mengawal Jakarta.
Bilapun isu affair ini berhembus, maka Saefullah harus tegar. Sebagai tokoh yang merepresentasi umat Islam dan warga Betawi Jakarta, Saefullah harus menunjukkan kebesaran dan ketegaran jiwanya. Masyarakat sangat percaya bahwa Saefullah adalah sosok yang professional, berintegritas dan pengayom serta kepala keluarga yang baik. Jangan sampai operasi busuk membunuh karakter Saefullah ini berhasil karena ini merugikan kepentingan dan harapan warga Jakarta yang kian jengah dengan aroganis, korupsi dan proxy cina-nya petahana.
Jakarta adalah barometer dan tulang punggung marwah Demokrasi Indonesia. Masyarakat menginginkan proses Pilkada Jakarta berjalan demokratis, fair dan sehat. Berkompetisilah dengan sehat dan ksatria. Tidak perlu ada kriminalisasi, pembunuhan karekter dan perbuatan kotor lainnya karena itu akan membuat masyarakat muak dan menodai demokrasi. Kita buktikan siapa yang akan menjadi kesatria dengan bertarung sehat di pilkada, dan siapa pecundang dan pengecut yang melakukan operasi busuk character assassin sebagai cara kotor menjatuhkan kontestasn Pilkada Jakarta.
Kita tunggu babak selanjutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H