Dua hari terakhir ini bisa jadi menjadi hari yang penuh dengan pengalaman buruk bagi calon penumpang pemegang tiket Lion Air. Bayangkan, penundaan atau delay penerbangan yang terjadi secara gila-gilaan (bahkan ada yang menyebutkan sampai 17 jam) membuat banyak penumpang yang kebingungan dan emosi atas banyaknya penerbangan yang delay. Ironisnya tidak ada informasi yang memuaskan atas delay penerbangan Lion Air. Petugas Lion Air yang sangat dinantikan keberadaannya oleh calon penumpang, malah tidak ada di tempat. Calon penumpang berusaha ke berbagai ruangan yang ada guna mencari petugas Lion Air yang ada. Buntutnya, ada beberapa fasilitas Lion Air yang dirusak oleh calon penumpang, sebagai puncak dari kekesalan calon penumpang akan nasib penerbangan mereka.
Mengenai hak yang harus didapatkan calon penumpang, jika terjadi delay dalam suatu penerbangan. Kementrian Perhubungan Republik Indonesia sejatinya sudah mengatur hal tersebut melalui Peraturan Menteri Nomor 77 tahun 2011. Peraturan ini sudah sangat jelas menuliskan apa saja yang didapat calon penumpang jika mengalami delay dalam suatu penerbangan, lengkap dengan jangka waktu delay serta bentuk kompensasinya. Salah satunya pemberian makanan ringan jika penerbangan delay antara 60-120 menit, atau reschedule penerbangan jika delay hingga 180 menit. Regulasi ini seharusnya bisa bermanfaat baik bagi calon penumpang maupun maskapai penerbangan. Calon penumpang akan mendapatkan kompensasi atas delay dari penerbangan, sedangkan maskapai penerbangan akan terhindar dari segala macam bentuk emosi penerbangan atas delay yang terjadi.
Namun apa yang terjadi pada Lion Air, hak penumpang akan semua delay yang terjadi tidak semuanya dipenuhi dan terkesan mengabaikan hak calon penumpang. Berdasarkan penelususran portal berita detik.com dan Kompas, banyak penumpang yang baru diberikan makanan ketika penerbangan tersebut sudah tertunda lebih dari enam jam, bahkan ada yang tidak mendapatkan sama sekali. Pemberian akomodasi penginapan (sebagai syarat jika penerbangan delay lebih dari enam jam) juga tidak diberikan, memaksa penumpang menginap di area ruang tunggu bandara. Refund yang dijanjikan juga berada di bawah ekspetasi penumpang, sehingga semakin memperkeruh kondisi dari emosi penumpang. Delay penerbangan yang terjadi tepat di momen liburan Imlek juga mebuat banyak rencana liburan calon penumpang berantakan.
Sayangnya, baik pemerintah maupun pihak Lion Air, sama-sama lambat dalam merespon keterlambatan ini. Perhatian saya fokuskan pada Lion Air sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas delay parah yang terjadi di perusahaan mereka. Beberapa hal yang disorot adalah ketidakmampuan pihak Lion Air akan memeberikan informasi akan delay penerbangan, kegagalan dalam memberikan hak penumpang atas delay penerbangan, hingga keacuhan pihak Lion Air akan kondisi delay yang parah. Pemerintah juga tidak merespon dengan cepat atas delay penerbangan yang tejadi. Ketika pihak Lion Air memutuskan untuk me-refund calon penumpang, ironisnya mereka tidak memiliki uang tunai, sehingga terpaksa ditalangi oleh pihak Angkasa Pura selaku pengelola Bandara.
Kejadian ini diharapkan membuka mata pemerintah akan melakukan audit secara menyeluruh akan pelayanan dasar maskapai kepada penumpang, pengawasan ketat regulasi, serta sanksi yang tegas bagi Lion Air akan kejadian ini. Hingga artikel ini ditulis (tanggal 20 Februaru 2015) kekacauan masih terjadi pada penerbangan Lion Air yang delay. Hendaknya ini menjadi pelajaran yang berharga bagi semua pihak stakeholder yang terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H