Mohon tunggu...
Wira Sanjaya
Wira Sanjaya Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Semesta

Indonesia Hebat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

The Main Baru untuk "Bek Awan" Seraya di Era Disrupsi

17 November 2021   19:31 Diperbarui: 18 November 2021   13:13 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia memiliki potensi sumber daya dan produksi ikan yang sangat besar dan merupakan negara penghasil ikan nomor lima terbesar di dunia setelah Cina, Peru, Chili dan Amerika Serikat. Ironisnya negeri dengan luas laut sekitar 5,8 juta km, dengan potensi sumber daya laut yang berlimpah ruah seperti, ikan, kepiting, udang, kerang-kerangan dan berbagai sumber daya laut lainnya hustru sebagian besar penduduk nelayannya masih hidup miskin dalam berbagai keterbatasan, baik ekonomi, sosial, politik maupun pendidikan.

Beberapa hasil penelitian tentang kemiskinan yang menunjukan bahwa di antara kelompok masyarakat miskin, kelompok nelayan tradisional merupakan kelompok yang paling miskin serta merupakan kelompok sosial terbesar dalam populasi masyarakat nelayan di Indonesia. Kondisi ini disebabkan oleh tingginya ketergantungan nelayan tradisional kepada keadaan alam. Artinya, dalam melaksanakan kegiatan usahanya nelayan tradisional sangat tergantung pada kondisi alam. Apabila cuaca buruk, maka aktivitas bekerja nelayan tradisional akan mengalami hambatan. Menurut data DKP dan BPN (2009), 37.09 % penduduk Indonesia adalah penduduk miskin, 66 % di antaranya merupakan penduduk pedesaan termasuk di dalamnya nelayan, masyarakat pesisir, dan pembudidaya perikanan. Dari keseluruhan penduduk miskin di pedesaan, ternyat  a 90 % di antaranya bekerja tetapi tetap miskin karena mereka tidak mempunyai akses yang nyata terhadap sumbersumber ekonomi, tanah, modal dan teknologi.

Desa Seraya merupakan sebuah desa yang terletak di bagian timur pulau Bali tepatnya di Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. Desa Seraya terdiri dari 13 Banjar Dinas, berdasarkan data profil desa tahun 2021, jumlah penduduknya mencapai 7.360 jiwa dari 1.215 KK dan sekitar 2% dari total populasinya berprofesi sebagai nelayan. Profesi sebagai nelayan di Desa Seraya bukan serta merta sebagai pencari ikan atau penangkap ikan ke laut, namun terdapat beberapa jenis pekerjaan lagi dalam profesi yang mereka sandang tersebut. Penulis dalam hal ini melakukan penelitian kecil dengan observasi langsung dan wawancara dengan para nelayan di Pantai Yeh Kali, Banjar Yeh Kali pada Senin, 27 September 2021 Pukul 09.00 WITA tepat pada saat para penangkap ikan berlabuh ke pesisir.

  • Pada kenyataannya para nelayan Desa Seraya ini seluruhnya menggunakan metode penangkapan ikan tradisional untuk mencari ikan ke laut. Mereka akan berangkat sekitar pukul 04.00 -- 05.00 dan kembali rata-rata pukul 09.00 dengan menggunakan perahu tradisional dengan mesin seadanya. Dalam sehari di cuaca yang cerah, ada sekitar 10-15 kapal nelayan yang berangkat ke laut untuk mencari ikan. Dan setiap kapal rata-rata mampu mendapatkan 15 ember besar ikan tongkol atau yang disebut bek awan oleh masyarakat lokal. Ikan hasil tangkapan akan di angkut oleh buruh angkut menuju pesisir untuk kemudian di jual ke para penjual keliling, masyarakat pembeli yang langsung datang ke pantai dan sebagaian besar ikan akan didistribusikan ke pengepul ikan di Pantai Kusamba, Kabupaten Klungkung. Pengepul ikan akan mengolah ikan menjadi pindang untuk kemudian dipasarkan ke Denpasar, Gianyar, Klungkung, Bangli dan sekitarnya.
  • Menurut penelusuran yang penulis lakukan, ternyata profesi nelayan yang selama ini kita generalisasikan hanya sebagai para pencari ikan ke laut itu tampaknya keliru. Ekosistem dari profesi nelayan tidak sesederhana dan sekecil yang dibayangkan public selama ini. Ada beberapa profesi yang dapat disajikan dalam gambar berikut :

Ekosistem Nelayan Seraya
Ekosistem Nelayan Seraya
  • Buruh angkut ini merupakan ibu-ibu sekitar yang berjumlah sekitar 30 orang yang bertugas untuk mengangkut ikan tangkapan dari kapal nelayan menuju darat/mobil nelayan. Mereka biasa mendapatkan upah Rp 1.500-2.000/orang untuk sekali angkut sebuah ember besar berisi ikan penuh.
  • Buruh Angkat adalah bapak-bapak yang juga warga sekitar berjumlah 10 orang (1 kelompok) yang bertugas mengangkat kapal nelayan menuju pesisir ketika nelayan datang dari laut. Upah mereka berkisar Rp 25.000 -- 30.000 perkapal untuk 1 kelompok pengangkut.
  • Penjual ikan lokal adalah penjual ikan yang membeli ikan dari nelayan dan menjual kembali ke masyarakat (berjualan keliling dengan motor atau di pasar).
  • Konsumen bisa masyarakat maupun pengepul ikan di daerah lain.

whatsapp-image-2021-09-28-at-11-32-07-6194f4c1c26b775fcd1189d2.jpeg
whatsapp-image-2021-09-28-at-11-32-07-6194f4c1c26b775fcd1189d2.jpeg
Data di atas menunjukan bahwa ekosistem nelayan sangat kompleks, bukan hanya menjadi mata pencaharian bagi pencari ikan saja, namun juga bagi para buruh angkut, buruh angkat, penjual ikan keliling dan juga nelayan utama sebagai pemilik usaha atau pemilik modal atau yang dalam hal ini penulis menyebutnya sebagai nelayan inti. Bagi nelayan inti, penghasilan yang didapatkan dari bisnis ikannya mungkin terbilang cukup. Lalu bagaimana untuk populasi lain dalam ekosistem ini? Tentu dari fakta yang disajikan di atas dapat dikategorikan bahwa penghasilan yang diterima para buruh sangat kecil dan ini merupakan salah satu factor kenapa kemiskinan di wilayah pesisir masih sangat tinggi.

Di era digital atau era disrupsi seperti saat ini, pelaku usaha apapun dituntut untuk memiliki inovasi-inovasi dan juga terobosan baru dalam bisnisnya. Hal ini berlaku untuk semua sektor bisnis termasuk untuk para nelayan ini. Sektor usaha dan bisnis harus mampu memukan The Main baru dalam bisnisnya, karena the main is no longer the main (Rhenald Kassali, 2019:47). Seperti contoh Gojek yang awalnya hanya merupakan platform yang menawarkan jasa transportasi, tapi bisa kita lihat saat ini Gojek sudah menjadi startup dengan berbagai layaanan mulai dari Go-Food, Go-Send, Go-Tix, Go-Car, dan lainnya. Begitu juga PLN sebagai perusahaan listrik nasional yang saat ini juga sudah membuka cabang usaha baru dengan menawarkan layanan data internet bagi konsumennya. Ini lah yang dimaksud oleh Rhenald Kassali dalam Bukunya The Great Shifting dan M#O bahwa bisnis dan usaha harus shifting agar terus dapat eksis dan tetap berkembang di era disrupsi saat ini. Tidak dapat hanya mengandalkan satu sumber pendapatan (the main) tapi harus mampu mengembangkan the main baru dalam bisnisnya.

Hal ini juga harus menjadi perhatian bagi para nelayan di Desa Seraya sebagai pelaku bisnis ikan. Mereka yang selama ini hanya mengandalkan penjualan ikan ke konsumen lokal atau pun mengekspor ikan segar ke Pantai Kusamba di Klungkung, tidak boleh terus terjebak dalam the main bisnisnya itu. Tetapi harus mengembangkan bisnis ikannya dan menemukan the main baru di bisnis ini. Lalu apa yang bisa dilakukan?

Inovasi dan Strategi Pengembangan Nelayan di Era Digital

Digitalisasi sektor kehidupan seperti saat ini mencipatakan peluang usaha dan bisnis yang sangat besar dan bebas dalam dunia perekonomian. Peluang ini tercipta karena perkembangan teknologi informasi telah membuat seluruh dunia, seluruh umat manusia dapat terhubung kapan saja, dimana saja secara realtime. Hal ini kemudian disebut connected society oleh Rhenald Kassali dalam bukunya The Great Shifting Tahun 2018. Rhenald Kassali mengungkapkan bahwa dunia digital menghadirkan cara baru berbisnis yang sifatnya multisided dan melahirkan network effect yang merupakan kolaborasi banyak hal pada waktu yang bersamaan. Para actor-actor ekonomi digital terus berinovasi yang mengubah persaingan produk menjadi persaingan platform. Apalagi gaya hidup konsumen saat ini sudah bergeser, dimana masyarakat yang kita kenal sebagai masyarakat digital saat ini lebih cenderung melakukan transaksi jual beli di internet atau secara online. Membeli atau menjual makanan, minuman, barang, baju, dan kebutuhan lainnya sudah melalui platform-platform digital yang menawarkan kemudahan, praktis, delivery langsung dan tentunya jauh lebih murah. Hal inilah yang harusnya menjadi perhatian dan atensi para nelayan desa Seraya terutama pemerintah desa Seraya untuk mengambil langkah maju dalam pemberdayaan ekonomi nelayan di era disrupsi oleh transformasi teknologi informasi digital saat ini.

Pemerintah Desa Seraya seharusnya menjadi actor penggerak dan inisiator bagi para nelayan untuk mengembangkan usaha baru yang bisa diolah dari usaha ikannya selama ini. Apalagi di era pembangunan berpusat ke desa, dengan dana desa yang sangat besar nominalnya dan sangat potensial untuk dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi perdesaan di era digital. Hal ini juga searah dengan pernyataan Menteri Desa PDTT seperti yang dilansir jurnas.com bahwa Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan Produk Unggulan Desa (Prukades) merupakan dua motor penggerak utama dalam pertumbuhan dan pengembangan ekonomi pedesaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun