Pendidikan sejatinya adalah proses yang ditempuh manusia untuk mengembangkan dirinya, dari tidak tau menjadi tau, dari tidak bisa menjadi bisa, sehingga pendidikan juga dapat dimaknai dengan proses yang ditempuh oleh seseorang untuk dapat menjalani kehidupan yang lebih baik. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut pendidikan tidak hanya bisa ditempuh di lembaga formal, tapi juga bisa melalui lembaga pendidikan nonformal dan bahkan di lingkungan keluarga, kelompok serta masyarakat.
Dalam sistem pendidikan nasional, pada pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pemerintah telah menetapkan jenjang-jenjang pendidikan baik pendidikan formal maupun nonrmal. Adapun dalam pendidikan formal jenjang pendidikan terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan mengengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar bisa berbentuk sekolah Dasar (SD), madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah dapat berbentuk sekolah menengah Atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menegah kejuruan (SMK), madrasah aliyah kejuruan (MAK), dan bentuk lainnya yang sederajat. Adapun pada jenjang pendidikan tinggi mencakup program diploma, sarjana, magister, spesialis (kedokteran), dan doktoral yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Dalam menyelenggarakan pendidikan formal dari jenjang pendidikan dasar sampai ke jenjang pendidikan tinggi, peran guru dan dosen merupakan peran yang sangat penting. Guru dan dosen merupakan ujung tombak bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar tahun 1945,yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan yang dituntut oleh sistem pendidikan nasional di sini bukan hanya semata-mata terkait pengetahuan yang harus dimiliki oleh peserta didik, namun sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang terkandung dalam pasal 3 Undang-undang No. 20 Tahun 2003, pendidikan nasional ditujukan untuk mengembangkan tidak hanya aspek pengetahuan, namun juga membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga dalam hal ini guru dan dosen perlu menerapkan pembelajaran yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut.
Dalam melaksanakan pembelajaran yang dimandatkan oleh sistem pendidikan nasional, guru baik yang berperan mengajar sebagai guru kelas di jenjang pendidikan dasar maupun guru mata pelajaran di jenjang pendidikan dasar di level SMP dan MTS, pendidikan menengah maupun di level pendidikan tinggi perlu menerapkan model pembelajaran yang inovatif. Hal ini sejalan dengan perkembangan dan tuntutan perubahan pendidikan global dalam pembelajaran abad 21. Adapun tuntutan pendidikan abad 21 adalah bahawa siswa dituntut untuk memiliki berbagai pengetahuan kompleks yang disertai dengan berbagai keterampilan baik keterampilan berpikir tingkat tinggi, keterampilan dalam dunia kerja, keterampilan dalam menggunakan informasi, media maupun teknologi sesuai dengan kerangka kerja pembelajaran inovatif abad 21 yang dicanangkanSumber gambar: Tambah Pintar oleh Partnership for 21st Century Learning (2011). Siswa sebagai individu yang tentunya sudah hidup di situasi cara pandang sosial dan cara berpikir yang telah berubah dan akan terjun ke dunia kerja nantinya dituntut untuk mampu menguasai cara pikir yang  kritis, kemampuan berkomunikasi maupun kemampuan berkolaborasi baik dengan individu lain maupun dengan teknologi yang sudah sangat berkembang pada saat ini. Dari sinilah tolak pandang bahwa guru harus lebih inovatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang salah satunya dengan menggunakan model- model pembelajaran yang inovatif.
Model-model pembelajaran inovatif abad 21 Â yang dimaksud adalah model pembelajaran yang mampu pada penerapannya mendorong peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi atau sering disebut dengan kemampuan High order of thinking skills (HOTS). kemampuan berpikir tingkat tinggimelibatkan analisis dan sintesis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta ataukreativitas (C6) (Krathworl dan Anderson, 2001). Peserta didik tidak hanya mampu menyebutkan, memahami ataupun hanya menerapkan sebuah pengetahuan, namun mereka sudah harus mampu menganalisis, mengevaluasi dan bahkan menciptakan sebuah produk dari pengetahuan yang mereka dapat.adapun model-model pembelajaran yang dimaksud adalah Model Pembelajaran Penyingkapan/Penemuan, Problem based learning dan project based learning.
1. Model pembelajaran discovery learning
Model pembelajaran ini lebih menekankan kepada penemuan. Dalam kegiatan pembelajarannya siswa didorong untuk menemukan berbagai konsep pengetahuan secara aktif mengacu pada masalah yang disajikan atau diajukan di awal pembelajaran. Dalam menemukan menemukan konsep-konsep materi serta pengetahuan tesrebut tentunya ditempuh dengan langkah-langkah ilmiah berisi pengajuan masalah yang harus ditemukan, pertanyaan-pertanyaan pemicu kepada siswa, hipotesis awal, pengujian hipotesis serta menyimpulkan hasil kajian dari langkah-langkah yang telah ditempuh. hal ini tentunya senada dengan konsep high order thinking skills (HOTS) maupun pengembangan kompetensi yang tidak hanya pengetahuan saja, namun juga mencakup aspek afektif dan psikomotor peserta didik.
2. Model Pembelajaran  Problem based learning
Model pembelajaran ini menekankan pada proses pemecahan masalah otentik yang terjadi maupun yang dialami peserta didik dalam kehidupan nyata. Pembelajaran dengan model ini tentunya bisa lebih bermakna bagi peserta  didik karena menyentuh aspek kehidupan mereka secara langsung dan tentunya mengedepankan proses berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan dan mencarikan solusi dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi, sehingga pembelajaran menjadi terfokus kepada siswa (student-centered). Pada tahapannya pembelajaran dimulai dengan pengenalan peserta didik terhadap masalah, mengorganisasi tugas siswa untuk memecahkan masalah, membimbing kegiatan siswa, mengembangkan dan menyajikan hasil penyelesaian masalah dan mengevaluasi proses dari pemecahan masalah.
3. Model pembelajaran Project based learning