Mohon tunggu...
Wiranta Carloes
Wiranta Carloes Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Saya adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Mahasiswa Golput: Apatis dan Melanggar Hak Konstitusional?

27 November 2024   00:42 Diperbarui: 27 November 2024   02:01 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Golput atau golongan putih adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sikap tidak memilih dalam pemilihan umum. Tindakan golput sering kali dianggap sebagai bentuk apatis dan ketidakbertanggungjawaban terhadap proses demokrasi.
Namun, hak untuk memilih atau tidak memilih merupakan hak asasi yang dijamin oleh konstitusi. Dengan demikian, golput seharusnya dipandang sebagai hak individu yang dilindungi oleh hukum.

Selain itu, golput juga dapat dilihat sebagai bentuk protes atau sikap politik dari seorang warga negara terhadap kondisi politik dan pemerintahan yang dianggap tidak memadai. Dalam konteks ini, golput bukanlah tindakan apatis, melainkan merupakan ekspresi politik yang sah dan dilindungi oleh hukum.

Meskipun demikian, terdapat beberapa negara yang menerapkan aturan mewajibkan warganya untuk menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum. Jika aturan ini dilanggar, sanksi administratif seperti denda atau pencabutan hak-hak politik lainnya dapat dikenakan.

Sebelumnya kita harus tahu mengenai Fakta Hukum tentang Golput antara lain:
1. Hak untuk Memilih: Menurut Pasal 28 UUD 1945, setiap warga negara memiliki hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Ini mencakup hak untuk memilih atau tidak memilih dalam pemilu. Dengan demikian, golput dapat dipahami sebagai pilihan individu yang sah, bukan pelanggaran hukum. 

2. Undang-Undang Pemilu:  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak mengatur golput sebagai tindak pidana. Sebaliknya, undang-undang ini menjamin hak setiap warga negara untuk menentukan pilihan politiknya sendiri, baik dengan memilih maupun tidak memilih. Hal ini menegaskan bahwa keputusan untuk golput adalah bagian dari hak politik yang dilindungi oleh konstitusi. 

3. Protes Terhadap Sistem: Banyak mahasiswa yang memilih golput sebagai bentuk protes terhadap ketidakpuasan mereka terhadap calon-calon yang tersedia atau kondisi pemerintahan saat ini. Dalam konteks ini, golput bukan hanya sekadar tindakan apatis, tetapi juga merupakan ekspresi politik yang mencerminkan ketidakpuasan terhadap sistem yang ada. 

4. Implikasi Sosial: Meskipun golput tidak dapat dipidana, tindakan ini sering kali dianggap merugikan proses demokrasi. Ketidakaktifan dalam pemilu dapat mengarah pada legitimasi yang lebih rendah bagi hasil pemilu dan berpotensi mengganggu stabilitas politik. Oleh karena itu, meskipun secara hukum tidak melanggar, secara sosial ada tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi.

Golput di kalangan mahasiswa mencerminkan kompleksitas hubungan antara hak konstitusional dan tanggung jawab sosial dalam konteks pemilu. Meskipun secara hukum tidak ada sanksi bagi mereka yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, penting untuk menyadari bahwa partisipasi aktif dalam pemilu adalah bagian dari tanggung jawab sebagai warga negara. Oleh karena itu, mendorong kesadaran politik dan partisipasi aktif sangat penting demi terwujudnya pemerintahan yang baik dan berkeadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun