Mohon tunggu...
Wira Krida
Wira Krida Mohon Tunggu... Apoteker - Praktisi Komunikasi dan Farmasi

Saya praktisi farmasi industri yang memiliki minat mendalam dalam berbagai aspek komunikasi. Sebagai seorang profesional di bidang farmasi industri, saya telah mengembangkan keahlian di sektor ini melalui pengalaman dan pembelajaran yang terus-menerus. Tidak hanya fokus pada pengembangan teknis dan operasional di industri farmasi, tetapi juga memahami pentingnya komunikasi dalam mendukung dan memperkuat keberhasilan organisasi. Dalam rangka memperluas pengetahuan di luar farmasi, saya memutuskan untuk menempuh pendidikan di bidang komunikasi. Saya meraih gelar Magister Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina pada tahun 2023. Langkah ini menunjukkan komitmen saya untuk memperdalam pemahaman tentang komunikasi, khususnya dalam konteks komunikasi organisasi dan komunikasi digital, dua bidang yang semakin penting di era globalisasi dan transformasi digital. Saat ini, Saya sedang melanjutkan studi di bidang ilmu komunikasi di Universitas Sahid. Melalui studi ini, saya berharap dapat menggabungkan pengetahuan di sektor farmasi dengan pemahaman yang lebih luas tentang komunikasi, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam pengembangan industri farmasi, baik dari segi operasional maupun strategi komunikasi. Bidang minat utama saya meliputi farmasi industri, komunikasi organisasi, serta komunikasi digital, yang menjadi fokus utama untuk pengembangan lebih lanjut di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

100 Hari Kabinet Merah Putih: Realita, Tantangan, Harapan di Tengah Tatapan Tajam Mata Publik

24 Januari 2025   09:24 Diperbarui: 24 Januari 2025   09:24 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seratus hari pertama masa pemerintahan selalu menjadi salah satu tonggak penilaian utama bagi para pemimpin dan kabinet baru. Tradisi ini berakar dari ekspektasi publik yang ingin melihat bagaimana visi dan janji kampanye diterjemahkan ke dalam tindakan nyata dalam waktu yang relatif singkat. Periode ini menjadi semacam "masa bulan madu politik," sekaligus ujian awal untuk mengukur komitmen pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat dan merespons tantangan yang ada.

Dalam konteks pemerintahan Kabinet Merah Putih, masa 100 hari kerja pertama menjadi momen penting untuk menunjukkan arah kebijakan strategis dan kecepatan implementasi janji politik. Rakyat tidak hanya menunggu hasil nyata, tetapi juga mengamati pendekatan yang digunakan pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan. Baik dari sisi komunikasi politik maupun keberhasilan kebijakan, setiap langkah pemerintah akan menjadi bahan evaluasi yang intens oleh masyarakat, media, hingga lembaga riset.

Salah satu lembaga riset yang ikut serta dalam mengevaluasi kinerja 100 hari pemerintahan adalah Center of Economic and Law Studies (Celios). Sebagai lembaga yang fokus pada ekonomi dan kebijakan publik, Celios memiliki perhatian khusus terhadap pemerataan ekonomi, keberlanjutan, dan inovasi digital sebagai pilar utama pengembangan bangsa. Dalam studinya bertajuk "100 Hari Prabowo-Gibran," Celios menggunakan pendekatan survei berbasis expert judgement atau penilaian ahli. Responden survei ini melibatkan para jurnalis dengan berbagai latar belakang, termasuk bidang ekonomi, sosial dan politik, hukum dan HAM, serta energi dan lingkungan. Para ahli ini memberikan pandangan kritis yang berbobot terhadap capaian pemerintahan dalam tiga aspek utama: ekonomi, kebijakan publik, dan strategi komunikasi.

Hasil survei ini tidak hanya menjadi alat ukur performa pemerintahan, tetapi juga memberikan wawasan penting tentang harapan publik terhadap langkah strategis ke depan. Dengan latar belakang analisis yang berbasis data dan penilaian ahli, evaluasi 100 hari ini mampu merefleksikan apakah pemerintahan telah berada di jalur yang sesuai dengan visi dan misi yang telah dijanjikan.

Pendeknya, 100 hari pertama bukan hanya sekadar periode kerja, tetapi sebuah momen krusial untuk menanamkan kepercayaan publik, membangun narasi positif, dan menunjukkan kredibilitas pemerintahan. Jika pemerintah gagal memanfaatkan momen ini, risiko ketidakpuasan dan erosi kepercayaan publik akan meningkat, yang dapat berdampak pada stabilitas politik dan sosial di masa mendatang.

Analisis Penilaian Celios terhadap Kinerja Kabinet Merah Putih: Apakah Tepat Sasaran?

Dalam studinya bertajuk "100 Hari Prabowo-Gibran," Celios menggunakan lima indikator penilaian utama, yaitu:

  1. Pencapaian Program,
  2. Kesesuaian Rencana Kebijakan dengan Kebutuhan Publik,
  3. Kualitas Kepemimpinan dan Koordinasi,
  4. Tata Kelola Anggaran, dan
  5. Komunikasi Kebijakan.

Meski indikator-indikator ini memberikan kerangka evaluasi yang cukup luas dan relevan, beberapa aspek penting patut dikritisi dan perlu dilengkapi, baik dari sisi kesesuaian indikator dengan sasaran kerja kabinet maupun transparansi proses komunikasi publik pemerintahan Kabinet Merah Putih.

1. Apakah Indikator Celios Tepat Sasaran dengan Kinerja Kabinet Merah Putih?

Indikator-indikator yang disampaikan Celios secara umum sudah mencakup dimensi strategis pemerintahan, tetapi ada beberapa hal yang patut diperhatikan kembali:

Kesesuaian dengan Sasaran Kabinet Merah Putih

  • Pencapaian Program:
    Indikator ini memang menjadi alat ukur mendasar dalam evaluasi kerja pemerintah. Namun, tantangan utama adalah kurangnya transparansi terkait program prioritas spesifik yang telah ditetapkan Kabinet Merah Putih. Rakyat belum mendapat informasi yang rinci tentang sasaran konkret apa yang ingin dicapai dalam 100 hari pertama, sehingga sulit untuk menilai apakah program-program tersebut benar-benar terpenuhi.

  • Kesesuaian Kebijakan dengan Kebutuhan Publik:
    Meskipun relevan, indikator ini cenderung bersifat normatif dan memerlukan penjelasan lebih mendalam. Apakah kebutuhan publik yang dimaksud telah dipetakan secara representatif? Tanpa survei langsung kepada masyarakat, atau indikator ini lebih mencerminkan persepsi ahli dibandingkan kebutuhan nyata di lapangan, tapa ada perbandingan yang nyata

  • Kualitas Kepemimpinan dan Koordinasi:
    Kriteria ini menyoroti aspek internal pemerintahan, seperti efektivitas kabinet dalam mengambil keputusan dan mengelola dinamika antar-lembaga. Namun, penilaian terhadap indikator ini seringkali bersifat subjektif dan sulit diukur dengan data konkret.

  • Tata Kelola Anggaran:
    Transparansi dalam alokasi dan penggunaan anggaran merupakan hal penting yang diharapkan dari pemerintah. Sayangnya, masyarakat seringkali tidak diberikan akses terbuka terhadap informasi anggaran pemerintah dalam 100 hari pertama, sehingga evaluasi publik terhadap indikator ini masih terbatas. termasuk Celios akan menjadi sulit dalam melakukan penilaian karena keterbatasan akses.

  • Komunikasi Kebijakan:
    Indikator ini sangat relevan dalam menilai bagaimana pemerintah menyampaikan informasi kebijakan kepada masyarakat. Namun, efektivitas komunikasi kebijakan tidak hanya diukur dari jumlah konferensi pers atau siaran media sosial, tetapi juga dari pemahaman publik terhadap kebijakan tersebut. Dalam 100 hari pertama Kabinet Merah Putih, banyak kebijakan yang disampaikan secara parsial atau tanpa narasi yang jelas, sehingga mempersulit masyarakat untuk memahami arah strategis pemerintah.

2. Transparansi Sasaran Kinerja Kabinet Merah Putih: Tantangan dalam Evaluasi Publik

Salah satu kelemahan mendasar dalam pemerintahan Kabinet Merah Putih adalah kurangnya transparansi terkait sasaran kinerja yang ingin dicapai dalam 100 hari pertama. Hingga saat ini, masyarakat hanya disuguhi sajian drama politik umum tanpa indikator pencapaian yang terukur yang muncul di media sosial para menteri atau kementerian. Akibatnya:

  • Sulitnya Evaluasi Publik:
    Tanpa target yang jelas dan terukur yang dapat dipantau oleh masyarakat, maka masyarakat tidak dapat menilai apakah pemerintah sudah memenuhi ekspektasi mereka. Hal ini membuka ruang bagi interpretasi yang berbeda-beda, baik dari para ahli, media, maupun publik.

  • Minimnya Akuntabilitas:
    Ketidakjelasan target membuat pemerintah lebih sulit dipertanggungjawabkan atas kegagalan atau pencapaian mereka. Ini berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.


3. Analisis dari Sisi Komunikasi Publik

Dari perspektif komunikasi publik, ada beberapa hal yang dapat dinilai dalam 100 hari pertama Kabinet Merah Putih:

Keberhasilan dalam Menyampaikan Kebijakan:

  • Pemerintah menggunakan berbagai platform, termasuk media sosial, konferensi pers, dan pernyataan resmi, untuk menyampaikan program-program mereka. Namun, keberhasilan komunikasi tidak hanya dinilai dari intensitas penyampaian informasi, tetapi juga dari kejelasan, konsistensi, dan keterpahaman pesan tersebut.

Keselarasan Narasi dengan Realita di Lapangan:

  • Narasi kebijakan seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang dirasakan oleh masyarakat. Sebagai contoh, janji tentang pengentasan pengangguran atau pemerataan ekonomi belum sepenuhnya dibarengi dengan langkah konkret yang dirasakan langsung oleh rakyat.

Manajemen Krisis Komunikasi:

  • Dalam 100 hari pertama, beberapa kebijakan pemerintah mendapat sorotan negatif dari publik, namun respons komunikasi pemerintah terhadap kritik ini seringkali tidak memadai. Pemerintah cenderung defensif atau lamban dalam merespons isu-isu yang muncul, sehingga memperburuk citra mereka di mata masyarakat.

Minimnya Dialog Dua Arah:

  • Komunikasi kebijakan yang dilakukan pemerintah cenderung bersifat satu arah, dengan fokus pada penyampaian informasi tanpa ruang yang cukup untuk mendengar aspirasi masyarakat. Padahal, komunikasi dua arah sangat penting untuk membangun kepercayaan publik.

Pelajaran dari 100 Hari Kerja Kabinet Merah Putih

Evaluasi 100 hari kerja Kabinet Merah Putih membawa pelajaran penting: perlunya sinkronisasi antara target pemerintah dan penilaian publik. Pemerintah tidak dapat hanya bekerja berdasarkan prioritas top-down, yaitu kebijakan yang dirancang di tingkat pusat tanpa mempertimbangkan kebutuhan riil masyarakat. Sebaliknya, pendekatan bottom-up yang lebih responsif terhadap kebutuhan publik perlu diperkuat, sehingga kebijakan yang dihasilkan benar-benar relevan, tepat sasaran, dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat luas.

Kinerja pemerintah harus lebih berorientasi pada hasil nyata (outcomes), bukan sekadar capaian administratif atau laporan program. Sinkronisasi ini membutuhkan transparansi sejak awal, mulai dari penyusunan target, pelaksanaan kebijakan, hingga evaluasi secara terbuka yang dapat dinilai oleh publik. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga mitra aktif dalam proses pembangunan.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Salah satu tantangan utama ke depan adalah memastikan bahwa kinerja pemerintah tidak hanya berhenti pada tampilan simbolis di media sosial, seperti kunjungan kerja, rapat koordinasi, atau momen seremonial yang ditampilkan oleh para menteri. Publik ingin tahu lebih dari sekadar dokumentasi kegiatan mereka ingin memahami apa dampak nyata dari kebijakan dan langkah-langkah tersebut.

Publikasi simbolis tanpa hasil nyata hanya akan menciptakan kesenjangan kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dari rakyat:

  • Apa dampak kebijakan yang sudah dilaksanakan?
  • Bagaimana langkah tersebut membantu mengatasi persoalan ekonomi, sosial, atau lingkungan yang ada?
  • Apakah kebijakan yang dikeluarkan benar-benar memperbaiki kehidupan masyarakat atau hanya memenuhi target birokrasi?

Kunjungan para menteri ke daerah-daerah atau pertemuan dengan berbagai pihak akan bernilai positif jika disertai tindak lanjut yang terukur. Namun, jika hal tersebut hanya menjadi pencitraan, maka pemerintah berisiko kehilangan legitimasi di mata publik.

misalnya: menteri pariwisata apa yang dibangun? apa yang disasar dan kita cocokan dengan capaian hasilnya. selama ini tidak jelas pesan yang disampaikan. begitu pula dengan kementerian yang lainnya, pesannya belum jelas, apa yang dibawa? hasilnya apa? sesuaikah?, selama ini pesan yang muncul masih hanya dokumentasi seremonial saja.

Dari perspektif publik, ada beberapa harapan dan masukan spesifik untuk Kabinet Merah Putih:

  1. Kebijakan yang Berdampak Nyata:
    Publik berharap kebijakan pemerintah tidak hanya tampak baik di atas kertas, tetapi juga memberikan dampak langsung yang dapat dirasakan. Misalnya:

    • Program pengentasan pengangguran harus menciptakan lapangan kerja baru, bukan sekadar pelatihan tanpa penyerapan tenaga kerja.
    • Kebijakan digitalisasi harus memudahkan akses masyarakat di daerah terpencil, bukan hanya menambah fasilitas di wilayah perkotaan.
  2. Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas:
    Masyarakat membutuhkan akses terhadap informasi yang lebih terbuka mengenai program pemerintah, termasuk penggunaan anggaran. Dengan demikian, publik dapat memahami prioritas pemerintah dan menilai keberhasilannya berdasarkan data yang konkret.

  3. Komunikasi yang Substansial dan Dua Arah:
    Publik tidak hanya ingin mendengar pidato, unggahan media sosial, atau laporan capaian menteri. Mereka juga menginginkan dialog langsung dengan pemerintah untuk menyampaikan aspirasi dan melihat bahwa masukan tersebut benar-benar dipertimbangkan.

  4. Fokus pada Hasil, Bukan Seremoni:
    Pemerintah perlu mengurangi kegiatan simbolis yang hanya bertujuan membangun pencitraan di media. Kinerja sejati diukur dari hasil yang nyata dan terukur, bukan dari seberapa sering menteri tampil di media sosial atau melaporkan kunjungan kerja yang tidak berdampak langsung.

Perjalanan 100 hari kerja adalah awal yang menentukan. Ini bukan hanya tentang bagaimana pemerintah memulai langkah mereka, tetapi juga bagaimana langkah tersebut memberikan dampak nyata di tengah masyarakat. Pemerintah memiliki tantangan besar untuk menjaga kepercayaan rakyat melalui transparansi, komunikasi yang efektif, dan kebijakan yang relevan.

Dengan mengutamakan pendekatan yang lebih responsif dan fokus pada hasil nyata, Kabinet Merah Putih dapat menjawab tantangan tersebut sekaligus membangun fondasi yang kokoh untuk pemerintahan yang lebih inklusif dan progresif. Publik, pada akhirnya, hanya ingin satu hal: pemerintah yang hadir, bekerja, dan berdampak bagi kehidupan mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun