Pada saat nalar manusia menjadi Tuhan, acuan hidup manusia lalu hanyalah akal, ilmu pengetahuan dan teknologi.Nilai-nilai kehidupan yang lebih tinggi diabaikan, bahkan dianggap tak ada. Dua perang dunia di abad ke 20 menjadi contoh yang jelas akan hal ini. Akal tanpa panduan nilai akan bermuara pada perang dan penghancuran alam ini.
Nalar yang sehat adalah nalar yang bersikap kritis terhadap asumsi-asumainya sendiri. Ia tidak berpijak melulu pada pengandaian-pengandaian sosial tertentu, melainkan bergerak secara jernih untuk melampauinya. Inilah yang disebut sebagai nalar kosmopolit. Nalar ini bergerak melampaui sekat-sekat agama dan budaya, serta mengantarkan manusia pada kesadaran dasar sebagai mahluk semesta atawa mahluk spiritual.
Pada akhirnya, nalar sehat sangat kita butuhkan untuk diri dan masyarakat kita. Namun, lagi-lagi kita terkendala oleh proses pendidikan yang saat ini berkembang pada masyarakat kita, dimana semestinya pendidikan kita mampu mengembangkan nalar sehat, justru berubah total menjadi pembodohan sistematis. Lantas, dengan cara apa kita memperbaiki nalar kita dan nalar masyarakat kita, sekarang ?! Wallahu A'lamu bishshawwab.
Bekasi, 12 Oktober 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H