Saya kok memiliki kesimpulan, bahwa penyelesaian masalah pada masayarakat kita selalu saja berimplikasi munculnya masalah baru. Ketika manusia menyelesaikan masalah dengan pikiran logisnya, maka ada saja persoalan baru yang muncul dari penyelesaian masalah tersebut. Bahkan, seringkali di dalam hidup kita sehari-hari, kita kerap melihat masalah terus muncul, walaupun beragam cara penyelesaian telah dilakukan untuk menyelesaikannya.Â
Mungkinkah hal ini terjadi, karena kita tidak menggunakan pola berpikir sistemik. Artinya, kita tidak menyadari bahwa sebuah masalah selalu terkait dengan banyak hal lainnya yang ikut terlibat di dalamnya. Sehingga, bagaimanapun masalah di dunia ini, ternyata tidak berdiri sendiri, tapi ada dalam suatu sistem yang satu sama lain saling berhubungan. Tidak ada yang tidak berhubungan di dunia ini ?!.
Sebagai contoh saja, ketika perbuatan melawan hukum alias tindakan kriminal dilakukan oleh seseorang, maka biasanya motif yang melatarbelakanginya adalah masalah ekonomi. Karena ditekan oleh situasi dan kondisi kemiskinan, atau mungkin karena kebodohan si pelaku kriminal tersebut. Sehingga, dari tingkat kriminal yang mungkin terus meningkat saat ini, biasanya solusi yang dilakukan adalah memperbanyak aparat keamanan guna meningkatkan keamanan.
Tetapi, ternyata dengan memperbanyak aparat keamanan, bukanlah solusi yang tepat. Karena, kriminalitas terkait erat dengan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Kemiskinan juga terkait erat dengan kesenjangan sosial-ekonomi di masyarakat. Sehingga, dengan menambah jumlah polisi atawa satpam untuk mengatasi tingkat kriminalitas bukanlah solusi yang tepat. Lalu, apa yang tepat untuk menanggulangi tingkat kriminalitas tersebut ?. Jawabnya cukup singkat, yakni : persempit kesenjangan sosial-ekonomi, cerdaskan masyarakat, dan atasi pengangguran dengan memperluas lapangan pekerjaan yang baru. Namun, solusi inipun belum seratus persen tepat, masih banyak faktor lain yang berhubungan.
Jika kita melihat kondisi masyarakat kita saat ini, mereka begitu sensitif terhadap masalah-masalah yang mengguncang emosi dan keyakinannya, baik persoalan yang berimplikasi SARA maupun harga diri atau kehormatan. Karena itu, setiap pemimpin di negeri ini setidaknya mampu berpikir sistemik, guna menyelesaikan masalah tanpa bersinggungan dengan persoalan-persoalan emosional dan keyakinan masyarakatnya.
Kemampuan berpikir sistemik, merupakan kemampuan untuk melihat segala hal, termasuk masalah, melalui kaca mata sistem. Di dalam teori sistem, semua unsur terhubung dengan dua pola, yakni tanggapan dan penundaan. Kita bisa langsung secara jelas melihat, bahwa di dalam kasus kriminalitas di atas, hubungan yang berlaku adalah hubungan tanggapan.
Ketika para pembuat kebijakan di negeri ini masih bermental korup dan berpikiran dangkal, yang kemudian memasuki ranah politik, maka kebijakan yang mereka buat, tentu akan sangat lemah. Akibatnya, banyak hal menjadi tidak jelas dan kacau, termasuk kesenjangan sosial dan ekonomi yang begitu besar, antara si miskin dan si kaya. Kemiskinan yang terjadi akan memaksa orang memasuki dunia kriminalitas. Sehingga, keadaan yang satu merupakan tanggapan atas keadaan yang lain. Jadi, jelas bahwa ada hubungan sebab-akibat yang langsung bisa diurut.
Sistem yang ada di dalam masyarakat, tidak berbeda dengan teknologi dalam sistem pendingin ruangan. Di dalam sistem ini, ketika suhu ruangan menurun sesuai yang diinginkan, maka mesin pendingin ruangan akan berhenti mengeluarkan freon. Namun, ketika suhu mulai menghangat, mesin pendingin akan secara otomatis menyala. Dalam teori sistem, hal ini biasa disebut tanggapan, atau feedback.
Kitapun perlu menyadari bahwa tanggapan (feedback) tidak secara otomatis terjadi. Ada momen tunda yang membuat tanggapan tersebut tidak langsung muncul. Sebagai contoh, ketika pengangguran meningkat, maka kriminalitas tidak otomatis langsung meningkat. Ada kondisi lain yang mempengaruhi, misalnya kuatnya ikatan keluarga, yang membuat orang bisa saling menopang satu sama lain, dan sebagainya. Sehingga, momen ‘tunda’ harus disadari dengan jelas, sehingga kita bisa mengambil sikap yang tepat di dalam menanggapinya.
Dengan demikian, ketika kita mencoba menyelesaikan suatu masalah, tanpa menggunakan pola berpikir sistemik, maka kemungkinan besar, masalah tersebut tidak hanya akan berlanjut, tetapi juga membesar, dan menciptakan beragam masalah baru. Kita bisa menderet begitu banyak contoh dari pola ini. Seringkali, obat justru lebih buruk daripada penyakit yang hendak diobati. Ini semua terjadi, karena jalan keluar, atau obat, yang ditawarkan hanya menyentuh permukaan persoalan, serta mengabaikan akar dari persoalan tersebut ?!
Contoh nyata terkait dengan hukum, dimana hukum merupakan produk politik. Ketika penyelesaian persoalan hukum bercampur dengan persoalan politik, maka justru akan mengorbankan rasa keadilan pada masyarakat. Sehingga hukum tidak lagi diakui oleh masyarakat. Contoh lainnya, terkait pendidikan pada anak. Seorang anak terkenal nakal di sekolah, karena ia hidup di dalam keluarga yang terus berkonflik. Si ibu meminta dan bahkan memarahi anaknya, supaya ia tidak nakal lagi. Alih-alih menjadi baik, si anak justru menjadi semakin nakal. Inilah contoh bagaimana jalan keluar yang dilakukan justru memperparah masalah.