Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tak Ada Ilmu Pasti, Kalaupun Ada Itu Pasti Bukan Ilmu!

15 Juli 2016   08:54 Diperbarui: 18 Juli 2016   08:08 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan cara berpikir seperti ini, orang dengan mudah kehilangan pandangan keseluruhan tentang apa yang ia dalami. Ia bisa memahami sesuatu melalui bagian-bagiannya, tetapi buta pada pandangan secara keseluruhan.

Oleh karena itu, jangan heran bila seorang ahli biologi bisa bekerja sama dengan perusahaan yang hendak merusak kesehatan orang lain untuk membuat vaksin palsu untuk meraup keuntunganpribadi. Jangan heran jika seorang ahli Kimia bisa disuap untuk melakukan penelitian palsu untuk menipu orang banyak. Tak heran jika ahli pangan tidak pernah paham mengapa harga beras naik terus setiap tahunnya, sementara petaninya justru tambah miskin.  Inilah orang-orang cerdas yang sekaligus juga bodoh dan buta.

Ilmu pengetahuan adalah dunia yang begitu luas dan kaya. Semuanya perlu diperkenalkan (bukan dikuasai!) kepada peserta didik. Kemudian, mereka bisa memilih bidang apa yang menjadi panggilan hidup mereka. Mitos, bahwa pendidikan ilmu-ilmu alam (bukan ilmu pasti, karena tidak ada ilmu pasti. Kalau itu pasti, maka itu pasti bukan ilmu, melainkan permainan saja) itu lebih tinggi, jelas harus ditinggalkan.

Berbagai Ilmu pengetahuan berkembang dari pemikiran filosofis yang lahir sejak zaman Yunani Kuno. Ciri khas filsafat Yunani dibandingkan dengan filsafat lainnya (misalnya seperti di Tiongkok dan Timur Tengah) adalah penekanan yang luar biasa kuat pada kemampuan akal budi manusia untuk memahami alam ini. Namun, akal budi tidak akan berguna jika orang-orang di Yunani Kuno tidak memiliki motivasi sebagai daya dorongnya. Motivasi yang dimiliki oleh para filosof saat itu, adalah rasa penasaran.

Oleh kaena itu, rasa penasaran inilah, yang akan menjadi kekuatan setiap orang, termasuk peserta didik untuk memahami ilmu pengetahuan. Rasa penasaran ini juga akan mendorong seseorang untuk terus belajar. Mungkin ada benarnya bahwa anak-anak adalah filsuf alamiah, yang selalu penasaran dan terdorong untuk ingin tahu. Rasa penasaran ini merupakan titik awal dari segala bentuk pemikiran dan ide-ide yang mengubah dunia. Wallahu A’lamu Bishshawwab.

Bekasi, 15 Juli 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun