Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila Waktunya Telah Berakhir

13 Juli 2016   10:36 Diperbarui: 15 Juli 2016   08:54 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kita tidak bisa lagi memahami, maka kita perlu melepas akal budi kita. Kita perlu sadar sepenuhnya, bahwa kita hanyalah titik kecil di tengah jagad semesta yang luas, nyaris tak terkira. Kita perlu berusaha sampai pada satu titik, dimana kita harus melepaskan usaha kita. Dengan kata lain, untuk mengontrol alam, kita membutuhkan akal budi, sementara untuk bisa melepas alam, manusia memerlukan kebijaksanaan. Mungkin, inilah yang sekarang kurang kita miliki. Kita ingin mengontrol segala sesuatu, tetapi kita tidak pernah siap untuk melepaskannya ?!

Kemudian, bagaimana kita bisa memiliki kebijaksanaan untuk melepaskan? Dari titik ini, kita perlu sadar, bahwa segala hal di dunia ini sementara. Hidup kita ini ada dan kemudian dengan berjalannya waktu, hidup kitapun akan menghilang. Karena itu, bila waktunya tlah berakhir, mau-tidak-mau, suka-tidak-suka, kitapun harus mampu melepaskan hidup ini. Hal ini berlaku untuk segala sesuatu, mulai dari karir, keluarga, harapan, kekecewaan dan kehidupan itu sendiri. Semua ada dan akan berlalu.

Pada akhirnya, kita mestinya bisa hidup di antara sikap memegang dan melepas. Kita juga perlu menata hidup kita, sambil terus sadar, bahwa ini pun akan segera berakhir. Kita harus mampu hidup dengan sepenuh hati, sambil terus sadar, bahwa tubuh kita semua akan menjadi tanah dan debu pada akhirnya nanti. Hidup dengan kesadaran ini berarti hidup sejalan dengan alam. Hidup sejalan dengan alam juga berarti hidup seirama dengan hukum-hukum alam. Kita tidak lagi memaksakan ambisi kita di dalam kehidupan ?! Wallahu A’lamu Bishshawwab.

Bekasi, 13 Juli 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun