Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berani Bermimpi, Berani Tersesat?!

29 Juni 2016   04:06 Diperbarui: 5 Juli 2016   04:14 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Purwalodra

Dulu sewaktu saya masih duduk di bangku SMP, saya tidak pernah bermimpi untuk bisa sekolah di SMA Favorit, tapi kenyataannya saya bisa masuk sekolah terfavorit di Kabupaten. Kemudian, semasa di SMA favorit saya terbawa mimpi untuk bisa masuk ke perguruan tinggi favorit, namun apa daya, perguruan tinggi yang impi-impikan itu tak pernah menerima saya sebagai mahasiswanya?!! Hick ..hick.. hick ..

Begitupun, ketika saya bermimpi untuk mendapatkan pekerjaan yang menurut saya sesuai dengan keterampilan dan pengetahuan yang saya miliki, tapi ternyata gagal total. Justru pekerjaan sebagai Dosen yang sama sekali tidak pernah terbersit dalam mimpi-mimpi saya, menjadi rutinitas kehidupan saya sekarang ini. Berikutnya, ketika saya bermimpi untuk mendapatkan seorang gadis, ternyata yang menjadi istri saya sampai hari ini, adalah seorang gadis yang sama sekali tak terlintas dalam mimpi-mimpi saya waktu itu. Ternyata semakin banyak fakta yang bisa terungkap di sini, sepertinya, saya makin menyadari bahwa setiap mimpi-mimpi dalam kehidupan kita, tidak mesti menjadi kenyataan. Dan, ketika kita berani bermimpi, maka kita mestinya juga berani tersesat alias berani tidak kesampaian ?!

Mimpi adalah bentukan dari harapan dari dalam diri manusia tentang masa depannya. Ia bukan hanya bunga tidur, tetapi juga cita-cita yang mengarahkan hidup seseorang pada satu titik. Mimpi seseorang seringkali menjadi tujuan, sekaligus makna hidup. Mimpi-mimpi kita juga menjadi motivasi yang mendorong kita untuk terus berusaha, walaupun kesulitan datang silih berganti. Dan, yang tidak kalah pentingnya, bahwa paradoks dalam berharap ini juga perlu disadari sebagai sebuah kenyataan.Yakni, ketika kita berani berharap maka kita harus bersiap-siap kecewa. Karena tidak semua harapan menjadi kenyataan !

Sementara itu menurut Cornell West, filsuf asal Amerika Serikat, memberikan rumusan yang sangat menarik tentang siapa itu manusia. Manusia adalah mahluk bertubuh dan berbulu halus, mengarungi hidup menuju kematian, dan di antaranya dia berhadapan dengan kecenderungan untuk menguasai dan dikuasai, berusaha untuk berdialog, mengontrol kekuasaan yang ada, supaya tidak semena-mena, dan memiliki mimpi-mimpi yang menghantuinya. Di antara lahir dan mati, mimpi adalah makna hidup manusia, yang memberinya tujuan untuk setiap hari bangun dan beraktivitas.

Namun demikian, mimpi-mimpi kita juga bisa menyesatkan, ketika mimpi-mimpi itu tidak diolah dengan pemikiran kritis, yakni pemikiran yang terus dipertanyakan. Mimpi justru bisa mengaburkan makna hidup kita, dan menggiring kita pada kehancuran hidup. Mimpi semacam ini merupakan hasil dari kesalahan berpikir, yang biasanya muncul dari anggapan umum yang ditelan tanpa pemikiran lebih dalam.

Salah satu mimpi menyesatkan yang dialami banyak orang sekarang ini adalah keterpesonaan pada sesuatu yang akan merubah hidup kita. Seperti halnya, ketika libur lebaran usai, orang-orang desa berbondong-bondong ke kota besar untuk mengadu nasib di kota besar itu. Atawa, bermimpi untuk mendapatkan pendidikan favorit, sementara bekal kemampuan yang kita miliki tidak sepantar dengan pendidikan yang akan kita kejar itu.

Mimpi selanjutnya muncul di panggung politik saat ini, dimana kemakmuran dan keadilan bisa dicapai dalam satu rezim pemerintahan yang demokratis. Hal ini Seperti berulang kali dikatakan Bung Karno di masa lalu, bahwa demokrasi bukanlah tujuan utama yang tak bisa dikritik, melainkan hanya alat, atau dalam bahasa Bung Karno “Jembatan Emas”, untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Artinya, jika demokrasi tidak berjalan, ia bisa diganti, supaya kemakmuran dan keadilan bisa terwujud. Demokrasi tidak mutlak, melainkan selalu kontekstual. Ingat, bahwa ketika demokrasi merupakan jalan mutlak yang harus terus diperjuangkan tanpa pertimbangan kritis, maka hal inipun merupakan mimpi yang menyesatkan.

Oleh karena itu, akar dari semua ini adalah ketidakpercayaan diri. Kita terpesona oleh kesuksesan seseorang,  Namun, keterpesonaan itu tidak selalu benar, bahkan banyak menipu dan merugikan kita. Pada akhirnya, yang kita butuhkan sekarang adalah sikap kritis untuk diri kita secara pribadi. Ketika kita bertanya, maka akan tumbuh keraguan, dan keraguan adalah langkah awal untuk menuju pencerahan. Semoga, kita bisa bangkit dari kesalahan berpikir dan keterpesonaan terhadap sesuatu di luar diri kita sendiri, sambil terus berusaha menggali dan terus menemukan kemampuan-kemampuan kreatif kita, yang sudah ada dalam diri kita sendiri saat ini !?. Wallahu A’lamu Bishshawwab.

Purworedjo, 29 Juni 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun