Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jiwa-Jiwa Yang Membebaskan ?!

18 Oktober 2015   10:33 Diperbarui: 18 Oktober 2015   12:40 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang diajarkan oleh De Mello adalah inti dari kebebasan itu sendiri, yakni kebebasan batin. Kebebasan politis, kebebasan ekonomis, dan kebebasan kultural tidak ada artinya, jika orang tidak mencapai kebebasan batin. Kebebasan batin memiliki nilai pada dirinya sendiri. Namun, ia tidak muncul dari usaha manusia untuk mengejar “ide tentang kebebasan batin”, melainkan dari upaya manusia untuk menjadi sadar akan keterkondisiannya, yakni akan “program-program” yang bercokol di dalam dirinya, yang membuatnya sensitif dan tak bahagia di dalam menjalani hidup.

Menurut Sudrijanta, bahwa kata “kesadaran” disini haruslah dipahami secara tepat. (Sudrijanta, 2012) Kesadaran bukanlah kesadaran pengetahuan yang berpijak pada kemampuan intelejensi manusia (consciousness), melainkan kesadaran yang bersifat eksistensial dan mistikal (awareness). Kesadaran intelektual (consciousness) berguna untuk memahami alam dengan kaca mata filsafat atau ilmu pengetahuan. Sementara, kesadaran eksistensial (awareness) adalah inti dari kebebasan batin.

Dengan kesadaran eksistensial, kita lalu bisa menjadi diri kita apa adanya, yakni diri yang bahagia (bukan senang sesaat). Kita pun bisa melihat dunia apa adanya, tanpa penilaian yang menghasilkan harapan berlebihan, atau justru kekecewaan yang mendalam. Ingatlah, bahwa “kesedihan” dan “kesenangan” adalah bentukan dari “program-program” yang kita dapatkan dalam hidup kita. Itu bukanlah kenyataan yang sejati, melainkan hanya emosi sesaat yang datang dan pergi dalam sekejap mata. Ia semu dan palsu. Jadi, mulailah menjadi jiwa-jiwa yang membebaskan, minimal untuk diri kita sendiri !?.Wallahu A’lamu Bishshawwab.

Bekasi, 17 Oktober 2015.
Foto dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun