Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mensahabati Realitas Hidup?

15 September 2015   08:11 Diperbarui: 15 September 2015   08:26 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks ini, kita lalu diajak untuk hidup dengan berpijak pada kenyataan sebagaimana adanya. Kita diajak untuk melepaskan semua kemelekatan pada uang, nama baik, pikiran maupun perasaannya. Di dalam kekosongan yang luas ini, kita akan menemukan kejernihan dan kedamaian. Kita lalu bisa menjalani hidup ini penuh kebahagiaan, sekaligus membantu orang lain di dalam prosesnya.

Bagaimana cara melepaskan semua kemelekatan, pikiran dan perasaan itu ?! Yang jelas, kita perlu melepaskan semua bentuk kemelekatan pada uang, nama baik atau apa asaja di luar diri kita. Setelah itu, kita perlu melepaskan semua kemelekatannya pada ide, identitas, harapan, ketakutan dan segala bentuk perasaan maupun pikiran yang muncul di pikiran. Kita lalu sampai pada kekosongan itu sendiri, yakni kenyataan sebagaimana adanya, atau realitas hidup ini.

Pada titik ini, kita menemukan kejernihan dan kedamaian. Namun, ini belum cukup. Pada titik ini, kita justru seringkali melekat pada kekosongan itu sendiri, yakni melekat pada ide tentang kekosongan yang juga bisa menggiring kita pada penderitaan dan kehampaan batin. Maka dari itu, kita harus bergerak maju dengan melepaskan kekosongan itu sendiri, yakni melepaskan ide tentang kekosongan.

Ketika kita melepaskan kemelekatannya pada kekosongan, kita lalu kembali ke dunia. kita kembali hidup dan bergerak di dalam masyarakat. Namun, kita hidup dalam kebebasan yang sejati, yakni kebebasan dari kemelekatan pada apapun. kita bisa berpikir, merasa, mencari uang, dan memperoleh nama baik, namun semua itu dilihatnya hanya sebagai alat untuk membantu kita dalam menjalani hidup ini, dan bukan tujuan dari hidup itu sendiri. 

Akhirnya, pada saat kita mensahabati realitas atau kenyataan apa adanya dalam hidup ini, maka tak ada satu orangpun yang mampu menyakiti hati dan perasaan kita, tanpa seizin kita sendiri. Karena kita bergerak tanpa kemelekatan apapun di dunia ini. Mensahabati realitas hidup ini, mungkin perlu menjadi renungan yang bisa kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari ! Kira-kira bisa nggak ya ?!? Wallahu A’lamu Bishshsawwab.

Bekasi,15 September 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun