Felber juga menegaskan, bahwa pada akhirnya, yang ada adalah perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. Mereka tidak merasa perlu untuk mengembangkan bisnisnya, guna memperoleh keuntungan yang lebih besar. Tujuan utama mereka satu, yakni tetap bertahan, supaya bisa memberikan sumbangan penting bagi kesejahteraan publik masyarakatnya. Model semacam ini tentu sangat cocok untuk keadaan di negeri ini. Ketika krisis moneter menghantam Indonesia pada 1997 lalu, banyak perusahaan raksasa hancur. Sementara, perusahaan kecil dan menengah justru bertahan, serta menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Penekanan Felber pada arti penting perusahaan ekonomi kecil dan menegah dalam kaitan dengan ekonomi kesejahteraan publik amat pas untuk diterapkan di Indonesia.
Memang masih banyak lagi secara konseptual tentang ekonomi kesejahteraan publik yang bisa dijelaskan oleh Felber. Namun, harapan kita sebagai rakyat jelata, mudah-mudahan kondisi kelangkaan pangan, khususnya daging sapi saat ini, meskipun bisa diatasi dalam sesaat, mungkin perlu pemikiran ekonomi kerakyatan yang lebih jauh lagi, agar krisis semacam ini tidak terulang lagi dimasa yang akan datang. Semoga aja pikiran kita masih pada sehaaaaat bin waras ?!. Wallahu A’lamu Bishshawwab.
Bekasi, 20 Agustus 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H