Kita selaku entitas yang mampu melebihi pikiran kita, harus bisa membiarkan pikiran kita, datang dan pergi. Jangan mudah percaya dengan pikiran kita sendiri. Kita tidaklah sama dengan pikiran yang datang dan pergi di kepala kita. Gunakan pikiran kita seperlunya, namun jangan pandang dia mentah-mentah sebagai kebenaran mutlak tentang segalanya.
Ketika kita mampu mendidik pikiran kita, maka kita memiliki kebebasan yang sesungguhnya. Kita akan bebas dari pikiran kita sendiri, ini juga berarti bahwa kita tidak diperbudak oleh suara-suara yang ada di kepala kita. Kita bisa berpikir dengan jernih untuk menyingkap berbagai hal dalam hidup. Kita bisa menjadi orang yang bijaksana di dalam beragam keadaan.
Pada akhirnya, ketika sedih datang, kita sedih. Ketika gembira datang, kita gembira. Kita biarkan semuanya datang dan pergi, tanpa keinginan untuk memegang erat-erat pikiran yang datang, apalagi melekatkan situasi-situasi emosi itu dalam pikiran dan hidup kita. Ingat, kita bukanlah pikiran kita ?!. Wallahu A’lamu Bishshawwab.
Bekasi, 18 Agustus 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H