Pada satu sisi proses ini sebenarnya amat baik, sehingga seluruh masyarakat bisa merefleksikan ulang nilai-nilai yang mereka anut. Namun pada sisi lain, proses ini menciptakan ketidakpastian yang membawa orang pada kebingungan dan anarki sosial, karena munculnya ketidakadilan yang terjadi pada peristiwa-peristiwa yang menuntut konsekuensi rasa adil.
Relativisme berpijak pada satu pengandaian dasar, bahwa manusia adalah mahluk yang terikat dengan akar historis dan budaya, sehingga ia tidak pernah bisa sampai pada kebenaran yang bersifat universal.
Kembali ke persoalan polemik tentang berbagai sudut pandang dalam menyikapi pembakaran simbol-simbol agama di Tolikara, Papua tersebut, mungkin hanya sudut pandang ‘keadilan’lah yang mudah dimengerti oleh logika masyarakat. Luka masyarakat akibat peristiwa tersebut tidak mudah diobati dengan berbagai fasilitas pengganti, dana maupun simbol-simbol kehormatan lainnya. Apalagi mencoba merelatifkan semua sudut pandang yang muncul dari peristiwa itu sendiri?!. Wallahu A’lamu Bishshawwab.
Bekasi, 23 Juli 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H