Oleh. Purwalodra
Tidak kita sadari, setiap hari, kita memutuskan untuk terus hidup menderita dan penuh dengan kejadian kejadian, yang justru tidak kita inginkan. Sebagai contoh aja, saat isi dompet kita sekarat, kita berdo'a dan berharap agar dompet kita kembali sehat dan gemuk. Namun, pada saat kita berharap dan berdo'a yang didasarkan kepada perasaan kekurangan, dan tidak didasarkan kepada kejernihan pikiran dan hati. Maka akibat yang terjadi, tetep aja dompet kita sekarat dan makin kurus !!!.
Seorang teman yang beberapa tahun ini merasa dikhianati suaminya, karena selingkuh dengan WIL4 (wanita idaman, lo lagi .. lo lagi), terpaksa perlu menelan 'pil pahit' karena dalam do'a dan harapannya selalu di dasarkan kepada rasa takut dan kuatirnya kalo-kalo suaminya meninggalkan dirinya. Ketika saya bilang, "jernihkan pikiranmu dan lepaskan aja suamimu. Urusan suamimu adalah urusan Allah, bukan urusanmu. Kamu cukup berdo'a aja apa adanya !" ... Eh tau nggak apa jawaban dari teman perempuan saya ini ?. Dia bilang begini, "mana bisa pikiranku jernih, kalo suami udah terang-terangan selingkuhi aku !"
Nah, jika kita sudah tidak jernih lagi dalam memahami persoalan hidup sehari-hari, bagaimana kita bisa menyelesaikan masalah ?. Perlu kita ingat lagi bahwa, hidup kita disusun oleh berbagai keputusan yang telah kita buat. Setiap harinya, kita pun diminta untuk membuat keputusan. Di sisi lain, keputusan-keputusan kita juga berdampak langsung pada orang lain. Keadaan pikiran dan fisik hidup mereka juga menerima dampak dari keputusan yang kita buat. Pertanyaan yang patut dijawab pada titik ini adalah, bagaimana kita bisa membuat keputusan yang tepat untuk hidup kita ?.
Yang perlu kita pahami dalam mengurai masalah hidup sehari-hari adalah kejernihan dalam pikiran kita. Kejernihan pikiran adalah kemampuan untuk memahami keadaan apa adanya, lepas dari segala bentuk kotoran yang menutupi pikiran kita, seperti prasangka, ketakutan, kecemasan dan trauma dari peristiwa masa lalu. Pikiran yang kotor ini akan bermuara pada pertimbangan-pertimbangan yang kacau. Ini semua akan mendorong kita membuat keputusan yang salah, yakni keputusan yang menciptakan penderitaan kita semakin panjang.
Bagaimana cara mencapai kejernihan pikiran semacam ini? Kita harus membersihkan kepala kita dari semua pertimbangan konseptual abstrak, terkait dengan keputusan yang akan kita buat. Kita juga harus melepaskan kepentingan pribadi kita. Hanya dengan begitu, pikiran kita akan menjadi jernih seperti ruang kosong, dan bisa membuat keputusan yang tepat, sesuai dengan keadaan yang ada di depan mata.
Ketika pikiran jernih, maka keadaan akan jelas. Segala hal menjadi jelas dengan sendirinya. Kita tak lagi sibuk pada apa yang kita inginkan, melainkan pada keadaan sesungguhnya. Dengan berpijak pada pengetahuan tentang keadaan sebagaimana adanya, kita bisa menanggapi setiap keadaan dengan tepat. Kita menjadi pribadi yang responsif, yakni berani dan mampu menanggapi segala keadaan yang terjadi apa adanya.
Dari pengalaman hidup teman saya diatas, ternyata masih banyak dari kita yang tidak responsif pada keadaan sebenarnya. Kita bersikap reaksioner terhadap keadaan. Artinya, kita menanggapi keadaan tidak dengan kejernihan, melainkan dengan ketakutan, kecemasan dan prasangka. Semua ini menghasilkan kebencian yang akan membuat keputusan yang diambil menjadi salah, dan menciptakan penderitaan-peenderitaan baru untuk diri kita sendiri.
Mungkin ada baiknya juga kalo saya rujuk pada Hadits abu hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Aaw. bersabda: "Allah berfirman: 'Aku berada pada sangkaan hamba-Ku, Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam suatu kaum, maka Aku mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik darinya, dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkalmaka Aku mendekat padanya satu hasta, jika ia mendekat pada-Ku satu hasta maka Aku mendekat padanya satu depa, jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari."
Kemudian dalam Hadist lain, "Aku menuruti prasangka hambaku terhadapKu, maka silahkan untuk berprasangka sesuai apa yang dikehendaki." (Ad-Darimi). Dan, Hadist Buchori juga mengingatkan kita, "Aku menuruti prasangka hamba terhadapKu, jika Ia berprasangka baik terhadapKu, maka baginya kebaikan, maka jangan berprasangka terhadap Allah kecuali kebaikan.( Bukhori )
Pada akhirnya, walaupun keputusan sehari-hari yang kita ambil itu dibuat dengan kejernihan, pasti juga ada kesalahan. Itu adalah bagian dari hidup, karena hanya Allah Swt yang Maha Segalanya. Penyesalan tidaklah diperlukan. Kita hanya perlu terus berusaha menjernihkan pikiran dan hati kita, dan tidak pernah ragu mengalir dengan kejadian-kejadian, serta memutuskan apa yang perlu dilakukan. Bagaimana kalo begitu !???. Wallahu A'lamu Bishshawwab.
Bekasi, 13 Mei 2014.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H