Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Ada Saatnya, Untuk Setiap Momentum Kehidupan

9 April 2015   12:05 Diperbarui: 1 November 2017   06:19 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh. Purwalodra

Apa yang dikatakan Mario Teguh, mungkin ada benarnya, bahwa pintu hati laki-laki itu ada dimatanya, sementara pintu hati perempuan itu ada di telinganya. Mungkin logikanya begini, laki-laki akan mudah tersentuh hatinya kalo sudah melihat sesuatu apapun dan siapapun, melalui mata yang ada dikepalanya. Kemudian, perempuan akan mudah tersentuh hatinya kalo sudah mendengar kata-kata manis atau pahit dari apapun dan siapapun, melalui pendengarannya alias telinganya. Namun, bukan berarti pendengaran perempuan lebih tajam lho, sementara laki-laki tidak. Atawa, mata laki-laki lebih jalang dari perempuan. Ini tidak lebih dari sebuah kiasan, dimana tentunya persepsi kita masih memegang peranan penting bagi laki-laki maupun perempuan.

Dengan demikian, biasanya laki-laki jika sedang mebenci wanitanya, ia lebih bagus tidak melihat wajah si wanita tersebut, kapanpun dan dimanapun. Sementara, si wanita jika sedang membenci pasangannya tentu tidak mau mendengar apapun berita, tulisan bahkan suara-suara dari seorang laki-laki yang dibencinya. Begitu pula jika kerinduan sedang menyerang kedua belah pihak. Si laki-laki akan selalu melihat semua wanita seolah-olah mirip dengan pasangannya. Dan si wanita akan mendengar suara semua laki-laki seolah-olah 'mirip' dengan pasangannya. Lagi-lagi semua ini adalah pengaruh persepsi masing-masing, baik laki-laki maupun perempuan.

Disadari atau tidak, dunia kita adalah persepsi kita. Dunia kita adalah dunia sebagaimana kita mempersepsinya. Itulah argumen yang diajukan oleh George Berkeley lebih dari dua ratus tahun silam. Sikap kita terhadap orang lain dan dunia sebagai keseluruhan amat tergantung dari persepsi yang bercokol di kepala kita.

Karena itu, seringkali persepsi yang ada di benak kita tidak cocok dengan kenyataan yang sebenarnya. Persepsi yang sering menyimpangkan bola mata atau telinga kita inilah yang selalu melahirkan konflik dan berbagai ketegangan di dalam hidup ini, baik pada tingkat pribadi maupun sosial. Kita sering merasa, bahwa persepsi kita adalah kebenaran mutlak dan sesuai seratus persen dengan kenyataan. Sehingga kita merasa hidup dalam delusi (kepalsuan).

Tentu saja, persepsi yang kita miliki akan mudah menggelembung menjadi lebih besar dari yang sebenarnya. Sementara, gelembung adalah suatu istilah yang menggambarkan dunia semu yang menyelimuti realitas yang sebenarnya. Gelembung adalah simbol kemegahan dan kebesaran, tetapi sebenarnya di dalam kosong dan rapuh. Maka dari itu, kita tidak bisa begitu saja percaya pada gelembung-gelembung apapun di sekitar kita. Oleh karena itu, di dalam hidup ini, kita harus berusaha melihat apa yang melampaui indera. Bukan supernatural, melainkan apa yang tak tampak, yang ada di balik setiap gelembung di sekitar kita.

Dari persepsi kita yang menggelembung ini, sering memaksakan kehendak kepada orang lain agar sesuai dengan gelembung yang kita miliki. Dengan harapan agar orang tersebut melaksanakan kehendak kita itu dengan baik dan menyenangkan hati. Namun seringkali hasil dari sesuatu yang kita paksakan itu tidak maksimal seperti yang kita inginkan, karena orang tidak merasa nyaman melaksanakan sesuatu apapun yang dipaksakan. Dan ketika jiwa tersiksa, maka orang tidak akan dapat melakukan sesuatu dengan maksimal. Ia tidak akan bisa menjadi manusia untuk manusia lainnya (man or woman for others).

Kembali tentang persoalan hubungan antara laki-laki dan perempuan diatas, bahwa persepsi kita yang menggelembung itu ternyata tidak akan mampu menyatukan persepsi masing-masing, apalagi menyatukan kehendak jiwa masing-masing yang ingin menjalin cinta-kasih. Justru gelembung persepsi ini akan memisahkan mereka berdua, dengan berbagai perbedaan, prasangka dan konflik. Persepsi masing-masing yang menggelembung ini akan meledak sewaktu-waktu tanpa menyisakan mimpi mereka berdua. Oleh karenanya, mungkin hanya momentumlah yang mampu menyatukan dua jiwa yang berbeda itu.

Momentum, dalam ilmu fisika, adalah hasil kali antara massa dan kecepatan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : ( P = M.V ), dimana P adalah momentum (kg.m/s),  M adalah massa (kg), dan  V adalah kecepatan (m/s). Jadi momentum adalah besaran yang dimiliki oleh sebuah benda atau partikel yang bergerak. Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia saya juga menemukan makna kata "momentum" adalah "saat yang tepat" atau "kesempatan".

Dari makna kata momentum tersebut, sebenarnya saya ingin katakan, bahwa hidup di dunia ini, ada saatnya yang tepat untuk menerima dan ada saatnya untuk memberi. Karena, apapun yang kita terima pada hakekatnya adalah hasil dari apa yang kita berikan. Saat menerima dan memberi inilah yang saya sebut sebagai kesempatan atau momentum. Ketika kita sedang sedih, maka saatnya kita bersabar hati dan bertawakal kepada Allah. Ketika kita gembira, maka saatnya kita untuk bisa berbagi kegembiraan itu pada sesama, sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah Swt.

Begitulah. "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" (Al-Quran surat Al-Insyirah ayat 5-6). Kalimat ini begitu indah dan memberi kesan yang amat dalam. Dalam hidup kita, sebuah kesulitan akan selalu didampingi oleh kemudahan. Kesedihan akan berganti dengan kesenangan. Kelapangan akan menjadi ujung sebuah kesulitan. Kita terkadang terhempas pada saat-saat sedih melanda. Oleh karena itu,  ketika kita terjerembab dalam pengharapan yang belum terwujud, maka percayalah semua ada saatnya dan ada kessempatan lain, dimana kesulitan kita saat ini merupakan awal dari kemudahan yang akan kita peroleh.  Wallahu A'lam Bishshawwab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun