[caption id="attachment_357112" align="alignright" width="300" caption="Koleksi Pribadi"][/caption]
Pada saat diskusi atau ngobrol santai, tak bertujuan, sering kita menemukan banyak ide sebagai bahan tulisan. Point of view, arah tulisan, seakan tergambar nyata, dikepala kita. Bahkan struktur dan pola tulisanpun dengan sendirinya terbentuk. Bagi kita, yang akan menulis artikel ilmiahpun, ketika bahan terkumpul, data-data yang sudah dianggap valid, struktur dan sistematika sudah terencana baik, ternyata belum juga mampu membakar semangat, untuk mensegerakan tindakan menulis. Pertanyaannya, mengapa seluruh gambaran yang tadi dianggap eksis di fikiran kita, hilang tak berbekas ?. Bagaimana hal itu bisa terjadi ? Nah, tulisan ini, mungkin bisa sedikit mengurai persoalan ide dan problematikanya dari sudut pandang saya.
Boleh jadi, kita merasa senang ketika tiba-tiba, entah darimana datangnya, muncul ide di batok kepala.  Dalam fikiran yang ditunggangi perasaan, lantas kita berkeinginan menulis ini-itu, nanti malam. Bahkan catatan kecil di HP atau di sobekan kertas bon-bon tagihan hutang, dianggap mampu merekam ide/gagasan yang tertangkap dikepala kita. Ternyata, bukan main kesalnya kita, pada saat siap menulis, gagasan itupun menguap bersama kekecewaan kita yang dalam. Meskipun sesajen untuk menghadirkan ide tulisan, sudah siap disamping laptop. Tinggal diminum aja, tinggal ngunyah aja, n tinggal nelen aja.
Para ahli teori, yang belum tentu bisa menulis kalau nggak dipaksa, mengatakan bahwa hilangnya ide menulis di sebabkan karena kondisi fisik kita kurang mendukung. Mulai dari gejala masuk angin, sampai korengan yang nggak sembuh-sembuh. Maksud saya begini, fenomena good mood, bukan monopoli aktivitas menulis saja. Aktivitas yang lainnya, seperti apel (bukan buah) ke rumah pacar, kalau nggak ada good mood juga akan menimbulkan bencana besar alias miskomunikasi dan mengurangi keindahan sang pacar.
Menurut para praktisi tulis-menulis, bahwa good mood bermakna suasana hati. Good mood juga berkaitan langsung dengan kondisi berisik-tidaknya fikiran kita. Karena itu, tidak ada istilah 'menunggu mood'. Jika kita pengen good mood, ya nyamankan perasaaan, nyamankan suasana hati, dan damaikan fikiran kita. Kalau sudah nyaman, jangankan menulis, pekerjaan apa saja akan asyik dilakukan. Logika jangan dijungkirbalik, mood mampir baru menulis. Kalau perasaan rusuh melulu bagaimana?.
Ketika kita memahami lebih jauh, ternyata good mood adalah ilusi yang kita buat-buat sendiri. Good moodlahir karena kita sendiri yang melahirkannya. Emang, kapan hamilnya ? Maksud saya, kalau toh, nggak penting-penting amat kita hadirkan good mood, ngapain dibikin hidup. Seringnya sih, ketika good mood itu berada bersama kita, kita mencoba menjaganya mati-matian. Lupa istirahat, lupa makan dan lupa sholat. Anehnya, pada saat penjagaan kita terlalu ketat, good mood itu menghilang, entah kemana. Jadi, bisa saya katakana begini, good mood itu, datang nggak diundang, pulang nggak diantar !!!. Makanya, nggak usah dijaga-jaga, dipagari atau dikurung di sangkar mas yang indah.
Good mood, selalu menemani kita selama menulis, apabila kita penuhi syarat dan rukunnya. Syaratnya adalah mengenal good mood sebagai sesuatu yang alamiah, bukan ilmiah. Ia hadir, jika fikiran dan perasaan kita berdamai. Tidak saling merasa lebih mampu dan lebih berkuasa. Fikiran dan perasaan sama-sama memiliki andil dalam menghadikan good mood. Artinya, selaraskan antara fikiran kita yang memiliki keinginan menulis sesuatu, dengan perasaan kita yang pengen merdeka dalam menulis. Sebelum kita membicarakan rukunnya, kita wajib memahami bahwa good mood adalah akibat, bukan sebab. Oleh karena itu, sebabkan hadirnya good mood selalu bersama kita. Caranya, dengan mendamaikan fikiran dan perasaan kita. Bikin agar terjadi gencatan senjata.
Selanjutnya, rukun yang pertama, adalah langsung aja menulis, jangan sampai sedetikpun kita menundanya. Karena ide menulis, selalu berubah dalam hitungan detik, menit, jam atau hari. Rukun kedua, jadikan fikiran dan perasaan kita sealamiah mungkin, maksudnya jangan terpengaruh dengan teori-teori menulis, yang juga terus berubah itu. Rukun yang terakhir, menulis aja terus, jangan sampai berhenti, kecuali istirahat, makan dan sholat. Nah, dengan demikian, maka kita akan menulis dengan baik dan lancar-lancar aja.
Bagi seorang Penulis pemula, sangat pamali, menangkap ide dan memenjarakannya di batok kepala. Saya biarkan ide tulisan melintas, saya syukuri kehadirannya, dan membiarkannya pergi ke lain hati. Kalau nggak percaya, coba aja catat, dikertas, ide-ide tulisan yang melintas di benak kita, kemudian malamnya kita buka lagi catatan ide-ide tersebut. Perhatikan apa yang terjadi !. Pikiran dan perasaan kita akan berkelahi, saling tuduh, salah-menyalahkan, "kenapa ide tersebut tidak langsung dibuat tulisan aja tadi."
"Sekarang ide itu sudah berubah, bukan ide tadi siang, basi tau !," kata perasaan kepada pikiran. Ujung-ujungnya, semangat menulis berakhir di catatan kecil saja.
Sebagai penutup tulisan ini, saya petik salah satu paragaraf dari seorang motivator, bahwa landasan pacu untuk menulis adalah menulis apa yang ada di pikiran, apa yang terpikirkan, atau apa yang dipikirkan. Tidak perlu, menghabiskan waktu untuk memikirkan apa yang akan ditulis (ide menulis). Sekali lagi, menulislah apa yang ada di pikiran. Selaraskan fikiran dan perasaan kita, bahwa menulis sebagai sesuatu yang menyenangkan. Jangan lagi menunggu good mood, ya ? Karena kita sedang tenggelam di lautan gagasan. Yo wis, ra po po !. Saiki nuliso kono !.