Mohon tunggu...
Wira D. Purwalodra (Second)
Wira D. Purwalodra (Second) Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Pembelajar dan Pencari Kebenaran.

Banyak mimpi yang harus kujalani dengan perasaan syukur dan ikhlas. Mimpi-mimpi ini selalu bersemi dalam lubuk jiwa, dan menjadikan aku lebih hidup. Jika kelak aku terjaga dalam mimpi-mimpi ini, pertanda keberadaanku akan segera berakhir .... dariku Wira Dharmapanti Purwalodra, yang selalu menjaga agar mimpi-mimpi ini tetap indah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cinta atau Hanya Sekedar Hasrat?!!

8 Oktober 2014   21:08 Diperbarui: 7 Oktober 2017   23:27 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh. Purwalodra

Ada saat-saat dimana aku harus memilih, meski aku masih dalam jeruji fikiran yang sulit kupilah-pilah untuk menentukan tambatan hidupku. Sosok dirimu yang masih menjadi misteri menjadi mimpi-mimpiku saat ini, tapi begitu sulitnya aku melepas masa lalu yang terus saja memayungiku di jalan-jalan terjal hidup ini. Dan, sampai kini aku masih dihantui banyak pertanyaan yang belum terjawab dari setiap langkah langkah kecilku.

Mungkin, aku akan tetap sembunyi dalam setiap kenyataan, mengunci fikiran dan hati untuk siapapun, meski mereka semua butuhkan matahari yang kugengam. Aku sadar, bahwa disetiap perhentian perjalanan hidup ini, kadang aku membutuhkan keseimbangan, agar aku tak lagi tersesat dan jatuh dalam lumpur kehidupan. Tapi, yang pasti mereka tak akan pernah mau mengerti bahwa aku memiliki masa lalu yang tak pantas bagi mereka. Atau ini hanya dugaanku saja, kalo-kalo mereka menginginkan rembulan yang tak suci lagi.

Kejujuranku akan menjadi harga yang mesti kubayar untuk sebuah kenyataan, yang mungkin sakitnya tak terbayangkan. Rasanya aku belum siap untuk menemukan jawaban-jawaban pedih yang muncul dari mulut-mulut manis mereka yang sangat beracun. Mungkin, lebih baik aku tetap dalam kesendirian, dalam mimpi-mimpi yang mampu melahirkan harapan-harapan indah, meski untuk sementara waktu.

Saat ini, waktu yang mengalir begitu deras, mematahkan semua ranting-ranting  harapanku, meski tak semua lumpur kehidupanku bisa terbawa ke laut bebas. Seiring bertambah putaran usia sang buah hati, aku mencoba mematangkan hati dan fikiranku untuk tetap dalam pendirian yang kuyakini, bahwa dia mampu belajar untuk mengerti tentang diriku, yang pernah terhempas dari kemarau bathin yang panjang. Meski aku sedikit menyadari bahwa ia mungkin hanya menghibur kegalauanku, namun aku selalu berharap semoga ia mampu menjadi jembatan atau tangga yang bisa membantu langkah ini merangkak memperbaiki hidup.

Sebaiknya, aku tidak lagi bertanya pada siapapun tentang dirimu. Meski hanya berbekal sedikit keyakinan bahwa dirimu seperti itu. Aku harus mulai percaya pada diriku sendiri, apa yang menjadi langkah-langkah kecilku saat ini. Dengan begitu, harapanku, semesta ini akan selalu berdoa untukku, untuk harapan dan mimpi-mimpiku. Aku tak lagi memikirkan tentang keadilan, apalagi kemerdekaan yang akan tercipta dari cinta yang tiba-tiba muncul dari bingkai kehidupan ini. Yang ada dalam hati dan benakku hanya kedamaian ketika berada disisimu. Meski, kelak senyumku tak lagi semanis saat ini.

Ketika cinta ini bersemi, aku hanya mampu tumbuhkan kemilau dahan-dahan, aku tak sanggup memberimu ranting dan batang-batang besar. Karena, buatku kedamaian adalah segalanya. Cukup dengan titik-titik embun saja, aku sudah merasakan bathin ini tersirami. Mungkin, sebagian orang menganggap ini hanya sandiwara cinta, tapi apapun namanya, yang penting bisa menjawab kekeringan hati yang ada dalam dadaku. Semoga, hidupku akan terlahir kembali seperti awal-awal jasad ini terlahir dari rahim ibuku, meski dengan lengkingan tangis dan gelak tawa yang selalu berganti-ganti.

Biarlah sepanjang hari ini bernyanyi sepi, biarlah kesenduannya mampu menyentuh sanubari dan membawaku ke sisa-sisa masa lalu yang masih melintas. Biarkan waktu yang menentukan siapa yang menjadi pilihan bathin ini. Biarkan mereka berada dalam fikirannya sendiri, meski aku tetap dalam jeruji mimpi-mimpiku sendiri. Dalam kegelapan hati, aku selalu berdoa, semoga Allah memberiku matahari, agar aku bisa melihat jalan mana yang akan kutempuh, dan langkah apa yang mesti kuayun untuk mencari-tahu kemana jalan damai itu kuarahkan. Namun, setiap jawaban-jawaban yang KAU berikan padaku, akan muncul pertanyaan-pertanyaan baru, yang bikin sulit tidurku.

Bekasi, 05 Oktober 2014.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun