Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bangkalan, Aceh Lain di Sudut Timur Pulau Jawa

15 Desember 2016   06:26 Diperbarui: 15 Desember 2016   08:33 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya di depan bis yang akan membawa saya ke Madura| Dokumentasi pribadi

Tidak seperti Surabaya yang penuh dengan gemerlap dunia malam, di Bangkalan jam 11 malam bisa dikatakan tak ada lagi kehidupan. Tak ada yang namanya dunia malam di kota ini. Tak ada, klab malam, diskotek bahkan sekedar karaoke keluarga semacam Anang atau Inul Vista.

Berada di Bangkalan, membuat saya serasa berada di kota-kota kecil di Aceh semacam Labuhan Haji, Kota Bakti atau Simpang Tiga Redelong.

Ada satu hal dari Bangkalan yang mengingatkan saya pada Bali, pulau yang baru saja saya tinggalkan. Di Bali dan juga Bangkalan, kita masih biasanya menemukan orang berlalu-lalang di jalan, berjalan kaki atau mengendarai sepeda motor dengan pakaian tradisional. Mereka yang sarungan itu bukan hanya orang tua, tapi juga anak-anak muda yang berkunjung ke taman kota di sore hari, atau makan malam di pusat jajanan di depan stadion. Pemandangan seperti ini sudah sangat jarang saya temukan di tempat lain bahkan Aceh sekalipun.

Yang membedakannya, di Bali, banyak orang berlalu lalang dengan pakaian tradisional dengan sarung khas Bali. Di jalanan kota Bangkalan orang-orang yang berlalu lalang dengan nyaman dengan menggunakan kain sarung sebagai pakaian. 

Belakangan, berdasarkan penjelasan Bripka Andreas, anggota Polres Bangkalan yang menemani saya selama berada di pulau ini. Saya mengetahui kalau pemandangan seperti ini tidak bisa dilepaskan dari fakta begitu banyaknya pesantren di kota ini. Pesantren-pesantren yang rata-rata berafiliasi dengan NU ini beberapa di antaranya bahkan memiliki sampai ribuan santri. Mereka menggunakan kain sarung sebagai pakaian sehari-hari.  

Di Bangkalan, Kyai adalah sosok yang paling dihormati.

Selain banyaknya orang yang berlalu lalang mengenakan sarung, di Bangkalan kitapun nyaris tidak bisa menemukan kaum perempuan yang tidak menutupi kepalanya dengan hijab.

Sebagaimana yang biasa saya lihat di Aceh, tampaknya budaya Islam memang masih sangat kental dan masih begitu kuat dijaga oleh masyarakat kota ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun