Selama ini saya selalu merasa takjub setiap kali keluar dari Bali dan masuk ke Pulau Jawa dan juga sebaliknya. Tidak seperti kalau kita ke Lombok, di mana suasana Bali masih terasa dengan adanya pura dan rumah-rumah khas Bali di bagian barat pulau ini, dan begitu pula sebaliknya di bagian timur Pulau Bali, kita masih melihat banyak masjid dan masih akrab dengan suara azan. Jawa adalah pulau yang sangat berbeda. Seolah Jawa dan Bali itu tidak berada di satu negara, perbedaannya bahkan lebih besar daripada kita keluar dari Thailand ke Malaysia atau dari Timor Leste ke Atambua.
Kalau kita melakukan perjalanan darat dari Bali dengan cara menyeberang dengan kapal Ferry ke Pulau Jawa. Ketika kita melintasi desa-desa di Bali, kita terbiasa mendengar orang bercakap-cakap dalam bahasa Bali. Dari rumah-rumah terdengar alunan musik berbahasa Bali pula yang dinyanyikan oleh para penyanyi seperti Widi Widiana, Lolot atau Dek Ulik.
Tapi begitu kita melangkahkan kaki memasuki kapal ferry, suasana khas Bali langsung tidak kita rasakan lagi. Mulai dari penumpang dan kru kapal yang hampir semuanya berbahasa Jawa ditambah dengan alunan musik yang diputar di dalam kapal hampir bisa dipastikan adalah musik campur sari khas Banyuwangi yang dinyanyikan oleh para biduan dalam bahasa Osing.
Yang sering menyeberang menggunakan Ferry dari Bali ke Jawa dan sebaliknya, pasti tidak asing dengan nama-nama Reny Farida, Ratna Antika atau Brodin untuk penyanyi pria. Satu hal yang menarik dari lagu-lagu banyuwangi ini adalah liriknya yang begitu lekat dengan realitas sosial masyarakat pendengarnya. Fenomena yang berkembang di masyarakat ini, ditangkap oleh pencipta lagu dan kemudian menuangkannya ke dalam lirik berbahasa Osing. Karena itulah lagu-lagu khas Banyuwangi ini begitu mudah diterima.
Contoh dari bagaimana jelinya penulis lagu Osing ini menangkap fenomena yang hidup di masyarakat bisa kita lihat pada lirik lagu “Terminal Arjosari” yang dinyanyikan oleh Brodin ini.
Tanggal 30 Oktober ndek wingi
SMS-mu jek ono neng HP iki
Tak simpen neng jero folder pribadi
Terus tak woco saben awan saben bengi
Soko Terminal Arjosari
Kowe pamit budal neng Bali
Emboh Denpasar emboh ngendi
Emboh kecanthol cowok Australi
Barang saiki kog ngajak bubar
Opo kowe kepincut cowok denpasar
Keputusanmu bulat tekatmu
Mung pandunganku padhango dalanmu…
Seng penting aku wes tau ngrasakne
Yen ngajak pisah aku mung manut wae
Joko,dudo Denpasar akeh tunggale
Pilih Ketut,opo Wayan opo Made…
Lagu ini bercerita tentang fenomena banyaknya gadis muda asal Jawa yang mencari peruntungan di Bali, yang kemudian berpacaran dengan pria kulit putih atau dengan orang Bali yang lebih berduit dibanding pacarnya di Jawa.
Sebagai imbas dari diterimanya lagu-lagu ini, lagu dan penyanyinya menjadi sedemikian populer. Para penyanyi khas Banyuwangi ini pun benar-benar menjadi idola dan tidak pernah kekurangan jadwal konser. Mulai dari Malang sampai ke Bali, artis-artis penyanyi yang namanya saya sebutkan di atas terkenal sekali. Dan mereka juga terbilang makmur secara ekonomi. Seorang teman penggemar berat Ratna Antika pernah cerita kalau dia suatu kali mengunjungi rumah Ratna Antika di Malang. Rumahnya mewah dan besar sekali, katanya