Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

John Bowen; Tentang Awal Kehancuran ëdët Gayo

28 Mei 2016   15:35 Diperbarui: 28 Mei 2016   16:01 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tengku Jalil keliru ketika pada tahun 1946 mengusulkan agar kita mengabaikan ëdët, katanya. Pemikiran seperti itu membuat kampung-kampung tidak lagi memiliki otoritas catatnya, itu membuat orang-orang mulai menuntut hak atas warisan atas tanah di kampung kelahiran, tanah yang telah diberikan kepada saudaranya yang tinggal di kampung untuk mengurusi orang tua. Dia mengatakan adalah sebuah kesalahan besar mengizinkan dua orang yang sama-sama berasal dari Kutë Rayang untuk menikah, itu akan menggiring masyarakat untuk mengabaikan norma-norma yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. “Sebagaimana Muyang Datu berkata : Hidup berkalang ëdët, mati berkalang tanah” 

 ― John Bowen, Sumatran Politics and Poetics; Gayo History 1900- 1989 hal 113 - 114

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun