Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nostalgia SMA di Banda Aceh (Bag 4)

12 April 2016   22:05 Diperbarui: 13 April 2016   02:25 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum hari pertandingan, salah satu dari kami datang ke sekolah pagi-pagi sekali. Jadi hari itu yang ditugaskan untuk datang pagi-pagi sekali, sekolah masih sepi. Guru-guru belum datang, tapi penjaga sekolah sudah membuka ruangan.

Dalam keadaan lengang seperti itu, teman yang kami tugaskan mengambil kartu dengan santai masuk ke ruang Bimpen, mengambil segepok kartu izin menstempel semuanya dan membawanya ke kelas. Kemudian kami meniru tanda tangan petugas bimpen, masing-masing mengantongi kartu lalu dengan santai izin pada guru yang mengajar. Menenteng tas dan berangkat ke parkiran.

Paling tidak ada 4 motor yang keluar waktu itu, empat artinya ada 8 orang. Saya, Yudi, Rudi Sinaga, Boy alias Thallea Nedwar (Ini namanya lucu, satu keluarga kakak beradik, laki perempuan namanya Thallea semua dan nama belakang diikuti huruf N), Fran, Feby, Nandar, Ipan dan entah siapa lagi saya lupa.

Kepada “Bangsat” kami menunjukkan kartu izin dari Bimpen dan dia pun dengan santai membuka gerbang meski dengan sedikit kernyitan di kening, mungkin beliau pikir “Sakit kok rombongan ya?”. Tapi gerbang tetap dibuka dengan ikhlas dan kami pun bebas merdeka. Dan langsung menuju ke rumah Ipan.

Pertandingan tinjunya sendiri berjalan singkat, baru 10 detik pertandingan berjalan Stewart sudah dihajar jatuh oleh Tyson, tapi masih bisa bangun. Stewart sempat bertahan menahan gempuran Tyson, tapi di menit 1 lewat 5 detik dia jatuh lagi, tapi dasar bandel dia masih bangun. Pada menit ke 2 lewat 27 detik Stewart sekali lagi jatuh kena bogem Tyson dan pertandingan pun selesai.

Besoknya di sekolah, kami mendengar cerita, sesudah kepergian kami “Bangsat” dimarahi Pak Ismail. Sehabis itu anak-anak mendengar dia bilang “Ka dipeunget lon” (sudah ditipu saya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun