Karena ada sensasi rasa “Wine” di kopi ini, Sabirin pun penasaran. Jangan-jangan kopi ini mengandung alkohol. Lalu, Sabirin mengirimkan Kopinya ke Jember untuk ditest di laboratorium. Setelah melalui tes laboratorium didapati, ternyata Kopi ini tidak mengandung alkohol, hanya sensasi rasa saja.
Lalu darimana datangnya sensasi rasa “Wine” di Kopi ini. Ternyata, sensasi rasa ini berasal dari kulit kopi yang terfermentasi selama masa pengolahan.
Kenapa bisa demikian?
Ternyata, kulit kopi yang tumbuh di ketinggian di atas 1500 meter ini, lebih tebal dan lebih banyak mengandung nutrisi dibanding kulit kopi yang tumbuh di daerah yang lebih rendah. Nah, sensasi rasa “Wine” yang dihasilkan oleh kulit kopi yang terfermentasi ini meresap ke dalam biji kopi yang diolah. Sebab, biji kopi memang sangat sensitif pada aroma di lingkungannya (karena itulah Kopi Kintamani sedikit memiliki sensasi rasa jeruk).
Sensasi rasa dan aroma “Wine” yang begitu kuat pada Kopi ini terjadi karena dalam pengolahan Kopi ini, dibutuhkan waktu sampai 45 hari. Selama kurun waktu inilah, semua aroma yang dihasilkan oleh kulit kopi yang terfermentasi ini, diserap oleh biji kopi.
Setelah kering, barulah biji kopi utuh ini digiling untuk menghasilkan biji kopi siap roasting. Di sini masalah kembali timbul, karena prosesnya yang rumit ini. Saat digiling, lebih dari 50 % kopi yang dihasilkan pecah dan tidak layak di-roasting menjadi kopi berkualitas tinggi.
Kombinasi dari semua keunikan dan keistimewaannya ini, membuat harga jual kopi ini jauh di atas harga kopi rata-rata. Harga jual kopi ini, setara dengan harga kopi luwak.
Tapi bagi saya yang sudah mencoba rasa kopi ini (dan juga sudah mencoba kopi luwak). Saya jauh lebih rela mengeluarkan uang untuk membeli Kopi “Wine” karya Sabirin ini dibandingkan Kopi Luwak.
Alasannya jelas, rasa Kopi Luwak terlalu biasa, Mainstream. Sementara, “Wine Coffee” karya Sabirin ini rasanya benar-benar seperti minuman Surga. Bayangkan saja, dua minuman paling berkelas di dunia Anggur dan Kopi berpadu dengan rasa dan aroma yang menyatu dengan sempurna dalam satu cangkir.
Dan tidak seperti Kopi Luwak dan yang bisa kita dapatkan di Jawa, Bali sampai Sulawesi. “Wine natural Coffee”, karya Sabirin ini tidak dapat kita temukan di belahan manapun planet ini. Hanya ada di Gayo dengan produksi tak lebih dari 1 ton per bulan.
Saya pikir sangat logis, kalau Indonesia menjadikan Kopi ini sebagai Ikon Kopi Indonesia dan memperkenalkan dan mempersembahkannya kepada dunia.