Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ingin Jadi Pelawak?...Mendaftarlah ke IAIN Ar-Ranniry

3 Mei 2010   17:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:26 2376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi meskipun tulisan di notesnya ini telah dihapus, Teuku Zulkhairi tetap konsisten mengeluarkan berbagai tulisan dan komentar-komentar yang ngawur nan menghibur sehingga mengundang tawa khalayak pembacanya. Misalnya bisa dibaca di sini : http://id.acehinstitute.org/index.php?option=com_content&view=article&id=768:pluralisme-tak-pernah-garang-menanggapi-perdebatan-pluralisme-antara-alkaf-muchtar-ali-piyeung-versus-teuku-zulkairi&catid=133:paradigma&Itemid=280 ketika dia memperkenalkan sebuah istilah konyol bernama “pluralisme Berwajah garang”, yang merupakan teori “baru” terhadap pluralisme yang dari judulnya saja sudah langsung terlihat rancu. Karena definisi Pluralisme adalah "menghargai keanekaragaman dan mengakomodir setiap perbedaan pandangan yang ada", lalu bagaimana bisa istilah seperti ini dipadukan dengan kata GARANG?. Dalam dunia normal orang yang berkata seperti ini tentu akan dikatakan sebagai komentar bodoh bahkan sakit jiwa. Tapi kalau kita memahami ini sebagai sebuah lawakan ya kekonyolan dan istilah ngawur seperti ini jadi wajar dan terlihat cerdas, karena komentar cerdas dalam pengertian dunia lawak, artinya adalah komentar yang mampu mengundang tawa. Kekonyolan istilah “pluralisme Berwajah garang” yang dipopulerkan oleh Teuku Zulkhairi yang dengan jelas menuliskan "Mahasiswa Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh" di belakang namanya saat mempublikasikan tulisan ini, dibahas dengan tuntas oleh Teuku Haris Muzani di sini http://id.acehinstitute.org/index.php?option=com_content&view=article&id=768:pluralisme-tak-pernah-garang-menanggapi-perdebatan-pluralisme-antara-alkaf-muchtar-ali-piyeung-versus-teuku-zulkairi&catid=133:paradigma&Itemid=280

Seperti para palawak jempolan, ketika mengalami situasi terpojok oleh komentar lawan, serangan memojokkan itu akan dimanfaatkan dengan maksimal untuk membuat dirinya tampak semakin konyol sehingga penonton semakin keras tertawa.

Dan inilah yang dilakukan oleh Teuku Zulkhairi dalam tulisan ini : http://id.acehinstitute.org/index.php?option=com_content&view=article&id=769:kebohongan-kaum-pluralis-radikal-menanggapi-teuku-haris-muzani&catid=133:paradigma&Itemid=280 di sini Teuku Zulkhairi membuat sebuah label unik “pluralis radikal” untuk melabeli orang-orang yang membawa misi perdamaian melalui kerangka diskursus pluralisme ini dengan menyebut mereka sebagai pembohong-pembohong.

Berbagai kekonyolan khas pelawak jempolan dalam tulisan ini kembali diurai tuntas oleh Teuku Haris Muzani di sini: http://id.acehinstitute.org/index.php?option=com_content&view=article&id=781:islam-rumeh-atau-islam-beungeh-peninjauan-kembali-terhadap-pleidoi-teuku-zulkairi&catid=133:paradigma&Itemid=280

Tampaknya balasan Muzani kali ini cukup membuat Zulkhairi gelagapan sehingga dia pun menyiapkan serangan balasan yang lebih cerdasuntuk balik mempermalukan Muzani melalui tulisan ini: http://id.acehinstitute.org/index.php?option=com_content&view=article&id=795:pluralisme-beungeh-dan-diabolisme-pemikiran-memperjelas-ulang-kerancuan-teuku-harist-muzani&catid=133:paradigma&Itemid=280 , tapi apa lacur, tulisan ini kemudian memicu masalah bukan hanya bagi Teuku Zulkhairi, tapi juga bagi Aceh Institute yang menerbitkan tulisan cerdas ini, karena dalam tulisan ini ternyata Teuku Zulkhairi melakukan PLAGIASI alias MENCURI sehingga penontonpun makin keras tertawa.

Tulisan kocak yang lain karya Teuku Zulkhairi bisa dibaca di sini :
http://filsafat.kompasiana.com/2010/03/20/membongkar-%E2%80%9Ckerancuan-di-atas-kerancuan%E2%80%9D-pemikiran-win-wan-nur-oleh-teuku-zulkhairibersambung/.

Di tulisan ini bisa dibaca bagaimana dia merekayasa fakta untuk mengagungkan diri sendiri dan menjatuhkan lawan yang tidak bisa dia kalahkan saat bertarung berhadap-hadapan. Dan berbagai rekayasa dan fitnahnya di tulisan ini dibalas tuntas di tulisan ini http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/10/beginilah-cara-seorang-fundies-menikam-dari-belakang-sebuah-tanggapan-untuk-teuku-zulkhairi/ . Kalau kita di sini membaca komentar-komentar di tulisan ini, kita bisa menyaksikan bagaimana Teuku Zulkhairi kembali berhasil menjadikan dirinya pusat perhatian dan bahan tertawaan.

Hal yang paling menarik dari aktivitas melawak di dunia maya yang dilakukan oleh Teuku Zulkhairi dengan mencantumkan statusnya sebagai mahasiswa pascasarjana di IAIN Ar-ranniry ini adalah; Sikap diam yang ditunjukkan oleh civitas akademika dan alumni IAIN Ar-ranniry. Dalam waktu cukup lama, mereka sama sekali tidak merasa terganggu dengan apa yang dilakukan oleh Teuku Zulkhairi yang telah menjadikan diri sebagai duta Program Pascasarjana  IAIN Ar-ranniry dan telah sukses menjadikan dirinya bulan-bulanan dan bahan tertawaan di dunia maya.

Sehingga apa boleh buat, kita pun terpaksa sampai pada satu kesimpulan bahwa semua komentar konyol dan ngawur yang ditampilkan oleh Teuku Zulkhairi melalui karya-karyanya adalah hasil dari iklim akademis yang terbangun di IAIN Ar-ranniry.

Jadi kalau anda berminat meniti karir dan sukses sebagai pelawak modern yang dibekali kemampuan berkomentar konyol dan ngawur yang mengundang tawa, saran saya; segeralah mendaftarkan diri anda ke program pascasarjana IAIN Ar-ranniry Banda Aceh.

Wassalam'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun