Setiap orang sepertinya punya karakter yang unik dalam mengekspresikan rasa cintanya. Mulai dari mental defeatist "tetap mencintai walau tak memiliki", mental komisaris politik a'la Uni Soviet yang "maju terus dari Moskwa sampai Berlin", hingga karakter khas fucek boi dating app yang agresif dan progresif bagai ekspansi kilat Jerman sewaktu Perang dunia kedua.
Para taruna dan taruni Akademi Cinta, selamat datang dalam artikel strategi perang untuk menaklukan pujaan hati. Artikel ini mencoba mengurai tipologi strategi umum yang kerapkali digunakan oleh beragam manusia di front cinta yang berbeda.
1. Perang parit ala perang dunia 1
Istilah kerennya, Trench warfare. Menurut Douglas Haig, penekanan perang parit terletak pada "extensive planning and preparation". Semua harus direncanakan dengan matang; mulai dari chat apa, ngajak ngopi dimana, topik obrolan, sampe remeh temeh yang kesannya saklek harus direncanakan. Secara konsep its cool.
Tapi realitanya, itu memakan energi psikis yang luar biasa. Dan seringkali, paranoia perencanaan malah lebih mengganggu ketimbang kendala di lapangan tempur yang sesungguhnya; melahirkan mentalitas defensif dan ketakutan dalam mengambil inisiatif. Chat dibales, seneng. Giliran cuma di read, mikiiiir. Ya wajar progressnya lama. Berlin-Moskwa itu 1900km, kalau sehari cuma mampu maju 5 meter? Ya jauh...
2. Blitzkrieg
Fans bola juga paham, kenapa Jerman punya istilah Der Panzer. Strategi blitzkrieg itu berfokus pada kecepatan; sehingga utilitas tempur diandalkan pada peralatan bernama Tank, atau panzer. Kalau kata Guderian, Blitzkrieg itu "utilizing on speed to disorganize enemy troops". Secara konsep its mantap, dan secara praktek juga mantap.
Doktrin ini ga kenal basa basi; Musuh pasti kaget, dan kebingungan dalam menghadapi overwhelming power yang datang mendadak. Sepik-sepik nya aluuus, ngajak date juga ga awkward, ngobrol apa aja nyambung, ngapain aja asik.
Seolah tak ada celah untuk membendung rasa dari gempuran musuh ala blitzkrieg. Dalam hitungan minggu, bahkan hari, mungkin korban invasi akan merasa; "Kita ini pacaran apa engga sih?"
3. Deep Operations
Ini adalah doktrin tempur Uni Soviet dengan premis dasar: "Should this war be won in a decisive battle, or a long struggle of attrition?" dan sejarah mengatakan, bahwa kemenangan besar Soviet adalah berkah atas kekuatan "mental" dan "sumber daya" yang sukses dalam melumpuhkan dan menguras habis kemampuan musuh.
Di tahun 1941, Uni Soviet memiliki kekuatan personil sebesar 4 juta tentara. Namun pasca kemenangan di tahun 1945, total kekuatan personil meningkat menjadi 29 juta tentara. Dengan catatan samping mengenai korban militer yang mencapai 8 juta personil, dan korban sipil sekitar 12 juta orang.
Jadi ada pelajaran berharga yang bisa dipetik disini, bahwa; "kalau gagal, ya serang lagi. Masih gagal? serang lagi. Gagal lagi? Ya serang lagi." Kalau anda serius, ya perjuangkan. Sejatinya itu, "victory comes with sacrifices". Secara konsep; keren, secara praktik; heroik dan melankolik!
4. Gerilya
Kalau kata pak Nasution, Gerilya itu adalah "perangnya si kecil melawan si besar." Intinya, kita pasti akan gagal jika berkonfrontasi secara head to head, atau linear dengan musuh. Sehingga, gerilya adalah strategi yang menyerang musuh ketika mereka berada dalam kondisi "lemah".Â
Jangan serang gebetan ketika dia sedang bahagia, tetapi seranglah ketika ia sedih. Hadir ketika tidak disangka, tapi menghilang ketika diharapkan.
Gerilya memang strategi unik yang tidak menjamin kemenangan total. Tetapi bisa menjadi starting point yang baik dalam menanamkan sosok anda dalam target operasi; bahwa anda itu ada, dan selalu menjadi bagian dari pikirannya.
Walau anda ibarat Zimbabwe, negara target sekaliber Inggris pun bisa saja takluk. Secara konsep, ini biasa. Namun secara praktik, ini unik. Karena dibutuhkan sebuah skill set dalam menentukan tempo, waktu dan tempat. Tidak bisa sembarangan dan gegabah.
Kurang lebih, itu adalah strategi umum yang sering penulis jumpai ketika lingkaran nongkrong membahas perkara relationship. Tidak bisa dipungkiri kalau sebenarnya masih banyak variasi strategi, mengingat setiap orang itu unik.
Yang terpenting, pesan dari jendral adalah pahami dirimu, karaktermu, karena itu nanti menentukan the best approach mengenai strategi yang pas untuk dipakai. Ingat taruna taruni, bahwa All is fair, in love and war.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H