Mohon tunggu...
Winny Gunarti
Winny Gunarti Mohon Tunggu... Dosen - Penulis, Peneliti, Pengajar di Universitas Indraprasta (UNINDRA) PGRI, Jakarta

Kontak IG @winnygunarti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasib Anak-anak Pemulung di Tengah Pandemi Corona

10 April 2020   16:39 Diperbarui: 10 April 2020   17:53 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah pandemi Covid-19, anjuran untuk belajar di rumah, apalagi dengan sarana media online, mungkin hanya berlaku bagi anak-anak dari keluarga mampu. Sistem belajar online yang efektif  bagi anak-anak hanya dapat berlangsung jika didukung oleh kondisi rumah yang nyaman, aman,  serta tentunya fasilitas internet yang memadai.

Tetapi bagaimana dengan nasib pendidikan bagi anak-anak pemulung?

Sebelum ada permasalahan Covid-19, kehidupan anak-anak pemulung juga sudah menghadapi banyak kesulitan. Mereka bukan saja harus berjuang untuk bisa membagi hidupnya, antara meraih kesempatan  belajar atau  bekerja membantu orang tua mengumpulkan barang bekas.

Penghasilan ekonomi dari orang tua anak-anak pemulung yang umumnya di bawah rata-rata, berdampak sosial pula bagi kesejahteraan anak-anak tersebut. Ribuan anak Indonesia berjuang di jalanan demi membantu kehidupan keluarganya, dan terpaksa meninggalkan bangku sekolah.

Data profil anak Indonesia 2018, yang dikeluarkan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik menyebutkan, bahwa "Sebanyak 1,17 persen anak usia 7-17 tahun adalah anak putus sekolah, dan sebagian besarnya  tidak/belum pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi dikarenakan alasan ekonomi". (https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/74d38-buku-pai-2018.pdf, 2020).

Saya pernah berkunjung ke lokasi Sekolah Kami, di Bekasi Barat, sebuah sekolah gratis untuk anak pemulung dan kaum dhuafa yang dikelola secara swadaya oleh Dr. Irina Amongpraja. Di sana,  anak-anak pemulung biasanya diberi makan siang, asal mereka mau belajar dan dapat izin dari orang tuanya. Cita-cita mereka pun umumnya sederhana, mereka cuma ingin dapat memiliki karung yang lebih besar dari orang tuanya.

Kini, setelah adanya pandemi Covid-19, bisa dibayangkan, semakin terpuruknya nasib anak-anak pemulung tersebut. Sekolah nonformal yang biasanya membantu mereka untuk bertahan hidup dan belajar juga tutup. Kesulitan mereka bertambah-tambah karena orang tua mereka ikut terdampak pandemi. Barang bekas, terutama plastik, yang biasanya menjadi sumber mata pencaharian, kesulitan dikumpulkan karena usaha rumah makan juga banyak yang tutup.  

Belum lagi bahaya terpapar virus Covid-19 yang mengancam jiwa di lingkungan tempat tinggal mereka yang kumuh. Tubuh mereka dalam kondisi rentan, karena tidak memiliki perlengkapan pelindung, sementara mereka harus tetap bekerja agar dapat terus hidup.

Dari CNN Indonesia (8/4) diberitakan, berdasarkan data yang dikutip dari Antara dan dilansir oleh Ikatan Pemulung Indonesia, ada lebih dari empat juta pemulung terkena dampak Covid-19.   Empat juta pemulung belum termasuk anak-anak mereka. Jutaan nasib yang harus dipertaruhkan. 

Hal inilah yang kemudian mendorong Komunitas Plastik Untuk Kebaikan (KPUK) bekerja sama dengan YAICI (Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia), berusaha meringankan beban keluarga pemulung.

KPUK yang selama ini aktif  mensosialisasikan manfaat plastik untuk kebaikan, kini bergerak mengelola pemberian bantuan untuk para pemulung dan juga petugas kebersihan di lapak-lapak seperti di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi, dengan memberikan sembako, sabun, masker kain, sarung tangan plastik, bahkan penyemprotan disinfektan di lingkungan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun