Mohon tunggu...
Winny Gunarti
Winny Gunarti Mohon Tunggu... Dosen - Penulis, Peneliti, Pengajar di Universitas Indraprasta (UNINDRA) PGRI, Jakarta

Kontak IG @winnygunarti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Poseidon, Sang Dewa Tanpa Trisula di Gothenburg

1 Desember 2019   10:28 Diperbarui: 1 Desember 2019   13:04 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu hal yang mengingatkan saya pada Neptunus adalah senjata trisulanya. Namun, di alun-alun kota Gothenburg, Swedia, di lokasi pusat kebudayaan yang populer dengan nama Gotaplatsen, saya menemukan Sang Dewa hanya membawa ikan besar di tangan kanan, sedangkan tangan kirinya mengarahkan sebongkah kerang ke langit yang membentang.

Poseidon, Sang Penguasa Laut. Ia tak dapat dilepaskan dari dongeng Mitologi Yunani-Romawi, karena ia adalah salah satu dari 12 Dewa Olympus yang disebut Neptunus. Termasuk dewa yang berperan dalam menentukan nasib kota Athena. Dalam sistem tata surya, Neptunus adalah planet terjauh berwarna biru yang mengelilingi matahari.

Poseidon atau Neptunus, kerap divisualisasikan membawa trisula di tangan kiri, dan tangan kanan memegang ikan besar, yaitu lumba-lumba. Ketelanjangan, bertubuh besar, berambut panjang berombak, dan berjanggut lebat, adalah ciri-ciri dari Sang Dewa. 

Kisah Poseidon selalu menarik untuk diceritakan kembali, meski ada bagian-bagian dari fiksinya yang tidak cocok dijadikan dongeng sebelum tidur bagi anak-anak.

Poseidon adalah kakak dari Jupiter alias Dewa Zeus. Ia diberikan kekuasan atas laut dan pantai, setelah Zeus mengusir para Titan, dan Poseidon mengurungnya ke dalam neraka dan membuat pagar dari batu karang serta air agar mereka tidak kabur. Poseidon sering disebut juga sebagai dewa para kuda, karena saat ia lahir, ibunya Rhea mengumumkan telah melahirkan seekor kuda, agar tidak ditelan oleh Saturnus, ayahnya.

Salah satu sifat buruk Poseidon, ia senang memperdaya wanita. Ia suka mengubah bentuk dirinya demi mendapatkan wanita pujaannya, menjadi binatang atau unsur alam. Ia bahkan jatuh cinta pada saudari kandungnya sendiri Dewi Demeter alias Dewi Ceres, Sang Dewi Pertanian yang cantik jelita.

Meskipun Demeter telah berusaha menghindar dengan menjadi kuda betina, Poseidon malah semakin tergila-gila dan  mengubah dirinya menjadi kuda jantan, hingga berhasil memerkosanya. Dari hubungan keduanya, maka lahirlah Arion, si kuda dengan kemampuan dewa.

Poseidon ditakuti sekaligus dipuja. Dengan tongkat trisulanya, ia mampu membuat gempa bumi yang mengerikan. Namun ia juga penyelamat bagi para pelaut yang tak berdaya di tengah keganasan ombak. Poseidon dianggap sebagai pelindung untuk para nelayan yang menggantungkan nasibnya pada hasil laut. Itulah sebabnya ia dijadikan ikon kota maritim Gothenburg.

Pematung Swedia terkenal Carl Miles membuat Patung Dewa Poseidon ini pada tahun 1931 (www.goteborg.com) dengan posisi berdiri menghadap jajaran bangunan klasik di jalan utama Avenyn, dan kanal-kanal yang membelah kota.  Sang Dewa ditempatkan di dekat kolam air mancur, di tengah lapangan, serta dikelilingi bangunan megah bergaya klasik, yaitu gedung konser, gedung teater, perpustakaan kota, dan Gothenburg Museum of Art. Poseidon menjadi penyemangat dan kekuatan bagi para nelayan yang setiap hari melaut.

Jika ia divisualisasikan tengah memegang kerang besar, itu seolah merepresentasikan kecintaannya pada sang istri, Amphitrite, yang senang menaiki kereta berbentuk kerang yang ditarik ikan lumba-lumba untuk menerjang gelombang. Amphitrite adalah anak dari Dewa Nereus, ibu dari para Cyclop, para raksasa bermata satu.

Itulah sedikit kisah tentang Poseidon. Jika suatu hari Anda berkunjung ke Swedia, jangan lupa mengunjungi Poseidon di antara gemericik cipratan air mancur yang membasahi tubuh besar dan legamnya di alun-alun  Gotaplatsen, karena ia bukan lagi sosok Sang Dewa yang bercirikan trisula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun